Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Sabtu, 10 Juli 2010

Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.”
Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010
Injil Yoh 17 : 20 - 26

Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip sebuah lagu dengan judul “Jangan Lepaskan Cintamu”, lagu tadi merupakan hasi kerja bareng-bareng antara Romo Andi Iwan MSF dari Salatiga bersama Studio Audio Visual Puskat tempat saya selama 20 tahun ini bekerja. Melalui lagu tersebut Romo Andi bersaksi bahwa bagi dia cinta Tuhan itu adalah segalanya. Dan Yesuslah yang akan membimbing dia membawa dia untuk bersatu dengan Bapa di surga. Itulah salah satu contoh pewartaan iman lewat media komunikasi antara lain melalui televisi.
Setelah puluhan tahun Gereja Katolik menggunakan buku majalah surat kabar, radio, video, filem dan televisi untuk pelayanan sabda untuk pewartaan iman. Anda mengenal majalah Hidup, anda mengenal majalah Utusan anda juga mengenal setelah berkunjung ke penerbit atau percetakan Kanisius dan anda mungkin juga sering menonton mimbar agama katolik entah itu di TVRI Yogya atau di RCTI atau SCTV atau Indosiar penyejuk iman Katolik Indosiar seperti tadi pagi setiap minggu pagi.
Namun sekarang ini Gereja dihadapakan pada perkembangan yang pesat dari
media-media yang terbaru seperti telpon seluler, atau internet yang sering kita kenal sebagai dunia maya. Pada tahun 2001 yang lalu pemakai internet di Indonesia sudah mencapai 25 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2014 pemakaianya akan bekisar 75 juta orang. Dan menurut Kompas tanggal 5 Mei yang lalu saat ini di dunia terdapat 5 Milyard orang yang menggunakan internet. Gereja mengakui bahwa media baru seperti internet dengan segala fasilitasnya itu amat bermanfaat dan berpeluang untuk dijadikan sebagai media pewartaan iman. Dan anda semua dan terutama kaum muda saya kira sudah saat mahir dan sudah terbiasa menggunakan Email menggunakan Face book, Twiter dan sebagainya itu.
Surat gembala Paus Benediktus XVI yang dilayangkan, yang dikirimkan kepada umat beriman di seluruh dunia pada tahun ini memang bertemakan Imam dan pelayanan Pastoral di dunia Digital. Jadi bagai-mana media baru demi pelayanan sabda. Surat itu menyentuh saya, mengapa, sebab saya sebagai imam dan juga seluruh imam-imam yang lain yang khususnya bekerja di dunia Komunikasi itu merasa dihargai, didukung dan sekaligus ditantang. Demikian juga imam-imam yang lain yang tidak langsung bekerja di dunia media juga ditantang. Di tantang untuk menggunakan media baru ini demi pewartaan iman.
Antara lain Paus menulis demikian. “Kasih Allah kepada semua orang dalam Kristus mesti diungkapkan dalam dunia digital bukan sebagai teori tetapi sebagai suatu yang sungguh nyata hadir dan melibatkan diri oleh karena itu kehadiran Pastoral kita di dalam dunia seperti itu harus bermanfaat untuk memperkenalkan kepada orang-orang jaman sekarang bahwa Allah itu dekat. Bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki.
Lalu apa yang kami lakukan melalui media televisi atau internet agar kasih Allah itu dapat diungkapkan secara nyata. Setiap tahun kami, saya bersama kru di Studio Audio Visual Puskat antara lain memproduksi 26 mimbar agama katolik Penyejuk Imani katolik di Indosiar. Dan setiap program di siarkan dua kali. Melalui mimbar agama seperti itu kami menyiarkan berbagai kegiatan kehidupan umat di paroki-paroki juga pelayanan para biarawan-biarawati. Juga kesaksian iman dari umat dan dikemas sedemikian sehingga dapat di tonton dan di renungkan oleh umat. Seperti misalnya pernah kami tayangkan tentang panti asuhan Widya Asih di Singaraja Bali. Panti asuhan yang di kelola oleh seorang Pendeta Kristen. Dan kami memang terbiasa untuk bekerjasama dengan kelompok saudara-saudara kita kaum Protesan. Dan setelah siaran itu ada orang yang datang kepada saya mengatakan, ‘Terimakasih hari ini harapan saya di bangkitkan kembali”.
Saya tanya mengapa?
Tadi saya melihat bahwa ternyata di jaman seperti ini toh masih ada orang-orang yang punya perhatian terhadap orang-orang yang terlantar bahkan anak-anak terlantar itu bukan anaknya mereka sendiri itu adalah anak-anak yang diterlantarkan oleh orang tua mereka, atau yang karena kemiskinam, tidak bisa bersekolah dan sebagainya. Dan anak-anak itu memang di asuh dan dididik dengan baik sehingga mereka mempunyai masa depan yang cerah. Itulah salah satu contoh bahwa wajah Kristus atau wajah Allah yang mengasihi dapat di perkenalkan melalui media komunikasi.
Paus juga menulis demikian, dengan meng-gunakan teknologi komunikasi baru para imam dapat memperkenalkan kehidupan menggereja kepada umat dan membantu orang-orang jaman sekarang untuk menemukan wajah Kristus. Tadi pagi di Indosiar kami siarkan Monsinyur Puja Sumarta Uskup Bandung tentang pe-ngalaman beliau meng-gunakan facebook. Ia mempunya teman lebih dari 5 ribu orang di facebooknya dan melalu facebook itu beliau dapat mem-bimbing orang-orang yang punya masalah. Beliau juga dapat mensharingkan penga-laman-pengalaman ro-haninya, mencantum-kan kotbah-kotbahnya. Dan banyak orang merasa di bantu dengan facebook itu, dengan percakapan rohani melalui media yang baru ini.
Saudara-saudara yang terkasih anda semua khususnya kaum muda telah akrab ataupun mengetahui dengan baik bahwa teknologi radio, Televisi, internet telekomunikasi ini semakin terintergrasi sehingga melalui internet kita bisa membaca koran, kita bisa mendengarkan siaran Radio, kita bisa nonton televisi. Kita juga bisa memasang program-program ide kita atau power point, atau naskah kita. Atau lagu-lagu yang kita dengarkan sendiri. Kita juga bisa mengadakan pembicaraan jarak jauh dengan biaya yang relatif murah. Kita juga bisa mengadakaan teleconferensi dengan teman-teman kita yang ada di Kalimantan, yang ada di Malaysia, atau bahkan yang ada di Rusia sana, atau di Amerika.
Jadi begitu unggul media komunikasi yang baru ini. Selain memiliki sifat cepat saji, efesien, punya daya tarik yang tinggi dan bisa menyandera kita, menyandera perhatian kita. Ada keunggulan lainnya yang oleh Paus di catat se-cara khusus, Paus menulis demi-kian,, “Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain dengan orang-orang yang tidak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya maka hal ini menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya yang putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran yang abadi dan mutlak .
Kita bisa menyapa begitu banyak orang, renungan-renungan kita itu juga dilihat, dibaca tidak hanya oleh orang-orang katolik tetapi oleh siapapun yang mau membuka web side kita misalnya. Maka Paus melihat internet itu sebagai sebuah rumah doa bagi segala bangsa. Paus mengajak kita untuk memandang internet dan media baru ini sebagai tempat dan peluang baru dimana banyak orang dapat mengenal kembali wajah Allah.
Frater Renaldo FX yang punya pengalaman sebagai bloger yang sangat mahir di dalam bidang webside. Menulis sebuah buku, ”Merasul Lewat Internet Kaum Berjubah dan Dunia Maya.” Ia menulis demikian: ”Internet itu bagaikan laut sesuatu yang gelap dan mengerikan tempat di mana ada ombak gelombang tinggi yang mengganas dan ikan-ikan hiu yang besar dan mengangakan mulutnya, akan tetapi di laut yang sama tetap kita temukan surga keindahan, taman laut dan juga lumba-lumba yang sewaktu-waktu bisa menyelamatkan kita.”
Di dalam internet kita bisa membaca, melihat, hal-hal yang serem-serem, pornografi, cerita-ceria kekerasan, atau bahkan penipuan-penipuan, yang setiap hari saya menerima kiriman sekitar tiga tawaran untuk memperoleh warisan, harta yang beribu-ribu dolar itu bisa untuk peni-puan. Dan semua itu bisa menjadi jiwa kita hilang di dalam internet, kalau kita tidak hati-hati, kita bisa tersesat di sana. Tetapi di dalam internet kita juga bisa membaca, melihat, mendengar renungan-renungan iman yang menyejukkan, lagu rohani yang menyegarkan dan filem-filem pendek yang memberi inspirasi rohani. Dengan kata lain di dunia digital ini tetap ada peluang baru yang bisa kita manfaatkan demi pelayanan sabda atau pewartaan iman,
Paus menganjurkan para imam dan juga para pewarta untuk memanfaatkan internet semaksimal mungkin. Tentu ketrampilannya perlu ditingkatkan, fasilitasnya juga perlu di upgrade. Namun Paus juga mengingatkan para imam. Dalam dunia komunikasi digital para imam lebih dari sekedar sebagai ahli media. Khususnya mengungkapkan kebebasannya dengan Brevir, untuk memberikan jiwa baik sebagai pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung itu.
Nah bisa jadi kami para imam karena terlalu sibuk dengan hal-hal yang teknis lalu melupakan hal yang hakiki, yaitu bahwa tugasnya ialah mewartakan Kristus. Dan bisa jadi para imam malah menjadi agen ponsel, atau agen komputer dan sebagainya.
Nah hari ini hari komunikasi sosial sedunia patut kita jadikan saat untuk merenung untuk bertanya kepada diri kita masing-masing. Sejauh mana media modern ini telah kita gunakan dengan baik. Sejauh mana media baru telah kita pakai untuk melayani pe-wartaan iman. Ataukah justru kita salah gunakan. Untuk mewartakan diri sendiri ataupun juga ambisi-ambisi pribadi kita. Melalu injil hari ini kita dingatkan bahwa Yesus mendoakan para murid, mendoakan para pewarta dan juga, mendoakan orang yang menerima pewartaan itu. Yesus menghendaki adanya persatuan yang berdasarkan kasih sejati. ”Aku di dalam mereka, dan engkau di dalam Aku, supaya mereka sempurna menjadi satu. Agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka. Sama seperti Engkau mengasihi Aku. Tuhan Yesus mendoakan kita agar kita mulai mengenal dan mencitai sesama seperti Allah mengenal dan mencintai mereka. Menerima mereka sebagaimana Allah menerima mereka. Kita menjadi berdaya cipta dengan daya cipta Allah sendiri. Kita didoakan agar menjadi ranting yang tinggal di dalam Yesus sebagai pokok anggur dan kita dapat menghasilkan buah melimpah. Yesus berdoa agar tembok kebencian dan konflik diruntuhkan hingga tidak ada lagi perpecahan dan pemisahan, dan kita akan menjadi satu di dalam Allah dan satu di dalam satu sama lainnya.
Media komunikasi yang baru hendaknya kita pakai untuk mempersatukan bukan memisahkan kita. Allah mengasihi kita sehabis-habisnya. Dengan mengutus Yesus yang mati disalib dan kemudian dibangkitkan. Kita dipanggil untuk bersatu untuk me-ngalami kasih Allah dan kasih satu sama lain. Itulah yang perlu kita wartakan dan kini telah tersedia bagi kita berbagai sarana dan model yang terbaru untuk mewartakan kasih itu. Para imam dan pewarta diingat-kan untuk menggu-nakan media baru demi pelayanan sabda sebaik-baiknya. Dan kita semua dihimbau untuk menggunakan media baru tadi untuk menimba inspirasi rohani. Karena kita sudah dikasihi Allah kitapun harus saling mengasihi dan mewujudkan kasih itu di dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi itu adalah memberikan diri kita dalam kasih. Nah sebagai penutup dari homili ini akan disajikan video klip renungan tentang ”Kasih, bagaimana itu kasih dapat diwujudkan.” Amin.

Kotbah hari Raya kenaikan Tuhan.

Ekaristi Tgl 13 Mei 2010
Injil Lukas 24 : 46 – 53


Saudara-saudara yang tekasih pada hari yang dekat dengan ujian nasional, kelulusan, kenaikan kelas, kita memperingati Kenaikan Yesus ke surga dan saya berharap 90 persen dari anda semua bergembira karena putra-putrinya naik kelas, lulus sekolah.
Saya orang baru disini masih jetflag, belum terbiasa dengan berita-berita nasional. Dan ketika tadi saya chek majalah yang memaparkan seorang tokoh yang bernama Susno yang saya tidak kenal, saya tidak tahu menahu background dan sebagainya. Lalu saya teringat pengalaman ketika saya masih SD di Jakarta dan saya melihat kecelakaan cukup fatal di perempatan jalan, dan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bersama om di sebelah saya, dan ketika saya mau mendekat, Om saya menarik. ”Kenapa?”
” Nanti kalau polisi datang kamu dijadikan saksi.”
” Lho kenapa, jadi saksi kan tidak apa-apa?”
” Nanti kamu akan repot, di panggil kesana kemari dan macam-macam.”
Barangkali saya tidak tahu..? Tapi setelah saya membaca majalah tadi memang saya mulai mengerti, betul menjadi saksi bukan soal repot bahkan bisa menjadi tersangka, teraniaya, dipenjara dan sebagainya.
Saya tidak ragu akan hal itu, karena juga dalam injil Yohanes bab 15 dikatakan kurang lebih, Yesus mengatakan, ”Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu saksi akan diriku.” Menjadi saksi karena Yesus juga dianiaya maka akan teraniaya juga sebagaimana Yesus.
Saya tidak bisa lebih banyak bicara mengenai bacaan hari ini tapi saya akan mencoba praktek utak-atik gathuk, dan saudara-saudari jangan ikut menggathuk-gathuke nanti konslet kalau salah sambung.
Kata saksi, yang muncul dalam benak saya, pertama adalah salib. Menjadi saksi kristus apa yang terngiang? Apa yang terimajinasikan dalam diri saya. Salib dan tidak hanya salib kebangkitan. Kematian tidak saya maksudkan karena sudah terangkum dalam salib dan kebangkitan, meski ditengah ada kematian.
Salib dan kebangkitan adalah untuk iman kita. Maka kalau kita mengklaim bahwa kita adalah orang kristen tidak bisa tidak ada salib dan ada kebangkitan. Dan barang kali kita hanya berhenti pada salib, setiap kali menggerutu, dengan raut muka yang tidak jelas, karena pelajaran membosankan, karena anda yang dari dulu menyebalkan tidak pernah berubah. Karena gereja penuh dengan orang-orang yang cuma mencari jodo yang menggetarkan. Dan ini membuat muka kita cemberut terus dan tidak pernah sampai pada kebangkitan. Pengalaman yang membuat hati kita berkorbar-kobar, berkotabaru-kotabaru. Pergilah ke kotabaru supaya menjadi berkobar-kobar, harapannya begitu.
Nah kalau dikatakan salib dan imajinasinya itu adalah penderitaan, syarat kita ketemukan dalam bacaan surat kepada umat di Ibrani, kalau kita buka kembali di halaman 6 dan tujuh pada paragraf pertama isinya adalah profil kita sebagai orang kristen. Kita telah masuk ke dalam kerajaan dimana Allah sendiri meraja, dan Yesus telah membuat kita berhasil atau kita masuk ke sana sebagai orang-orang yang terpilih. Dan bagaimana itu dimungkinkan saudara-saudara oleh, darah Yesus. Surat kepada umat di Ibrani mengatakan demikian, ”Dan karena itulah menjadi saksi” berarti membawa salib. Penderitaan kalau kita terjemahkan dalam hidup kita, usaha keras, berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan.
Dan yang kedua sebagai sumber iman adalah kebangkitan. Dan itu sudah dipaparkan dalam bacaan pertama kisah para rasul sebagaimana Lukas menjelaskan semuanya bahwa Yesus yang telah menderita, dikayu salib wafat dan akhirnya bangkit terus tinggal bersama murid-murid selama empat puluh hari. Hanya untuk mengatakan apa? Hanya untuk mengatakan bahwa Yesus yang telah menderita dan wafat itu sesungguhnya masih bersama kalian, masih bersama para murid. Tetapi para murid butuh waktu 40 hari, butuh waktu yang cukup untuk mengerti kitab suci, dan untuk mengerti bahwa Yesus memang masih berada dalam hidup mereka.
Gambaran pertama kita lihat misalnya para murid yang berjalan dari Emaus atau ke Emaus, saya lupa. Mereka diberi penjelasan oleh seseorang dan mereka tidak mengerti tidak dong sama sekali orang ini ngomong apa? Kita bicara sesuatau yang lain sama sekali, dan Dia berbicara mengenai sesuatu yang tidak masuk akal. Baru ketika memecah roti baru mereka sadar oh.. ternyata Yesus bersama kita. Dan sebelumnya para perempuan yang mengira Yesus sebagai tukang kebun, dan semacam itu. Dan selama 40 hari mereka diberi pertemanan yang baik oleh Yesus makan di tepi danau, bersama-sama. Mereka berdoa dan sampai akhirnya mereka mantap bahwa Yesus memang tetap tinggal bersama-sama mereka. Dan Dia yang telah mati bangkit bersama Kristus.
Bangkit adalah salah satu misdinar yang hari ini ada di depan kita, yang laki-laki tentu saja. Sumber iman saya kira tidak perlu dijelaskan, hanya kalau kita mengatakan saksi , saksi Kristus jelas, salib dan kebangkitan.
Nah setelah kenaikan, lalu mengapa Dia mesti pergi ? saya juga tidak tahu tetapi dalam Injil dikatakan lha kalau Aku tidak pergi, ya Aku tidak bisa mengutus Roh kudus. Syukurlah aku harus pergi kemudian Aku bisa mengutus Roh Kudus sehingga masa-masa itu setelah kepergian Yesus dan lalu nanti Pantekosta, maka itulah kita sebagai saksi, menjalankan kesaksian, dalam Injil dikatakan, dari Yerusalem datang ke sana, dari Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Artinya apa? Kita menjadi saksi mulai dari lingkungan yang menerima Yesus. Kelompok orang yang kurang lebih sudah pernah mendengar Yesus dan tahu apa yang diajarkan, dan apa yang terjadi di dalam hidupnya, dalam keluarga kita, dalam diri mereka yang sudah menerima baptisan. Kurang lebih orang ini mengerti. Kalau kita memberi saksi kurang lebih mereka tahu, simbol, simbol, isyarat-isyarat yang kita berikan. Sampai akhrinya, ke wilayah yang lebih luas, mereka yang kurang me-nerima Yesus, sa-mpai mereka yang jelas-jelas menolak Yesus.
Dan sekali lagi tidak mudah menjadi saksi. Sehingga orang memang cenderung merasa takut, merasa ogah-ogahan, merasa malas, saya tidak berani menegur orang ini karena saya akan menanggung resiko. Saya tidak berani membocorkan kebusukan-kebusukan dalam keluarga saya, karena nanti jangan-jangan saya dikucilkan oleh keluarga saya. Saya tidak berani dan seterusnya. Maka dari itu kita mohon, Roh penghibur yang memberikan kekuatan kepada kita, untuk terus menjadi saksi Kristus, untuk terus menunjukkan kepada sesama, bahwa itulah sikap-sikap sebagai orang Kristen, persis adalah salib dan kebangkitn. Dua kata itu yang menjadi pokok, iman kita kepada Allah Tritunggal. Karena kita mengikuti Kristus, menderita, salib dan bangkit. Marilah kita berdiri untuk meneguhkan iman kepercayaan kita. Amin.

Kotbah Romo TB Gandhi Hartono, SJ

”Berani menanggapi Panggilan-Nya.”
Ekaristi Tgl. 25 April 2010
Injil Yohanes 10 : 27 – 30

Saudari-saudaraku yang dikasihi Tuhan, kita semua yang ada disini kalau saya hitung-hitung jumlahnya kurang lebih 10.000 maksudnya 10.000 kurang sembilan ribu dua ratus. Kita semua yang ada disini kurang lebih delapan ratusan itu, kita semua dipanggil Tuhan enggak? Dipanggil Tuhan enggak?
Kita semua disini percaya kepada Yesus yang memanggil kita tidak? Percaya. Kita dipanggil Tuhan dan secara khusus, kita diajak untuk memaknai panggilan Tuhan di dalam hidup kita. Baik sebagai bapak keluarga, sebagai ibu, sebagai, suster, bruder, dan seperti saya sebagai Imam, kita semua dipanggil untuk diselamatkan oleh Allah.
Sekarang pertanyaannya saudara-saudariku, ”Kita semua percaya kepada Yesus bukan? Percaya.
Kita semua ingin menemukan keselamatan. ” Siapa diantara kita yang ada disini yang tidak ingin selamat”. Angkat tangan? Semua tidak ada yang angkat tangan.
”Siapa yang ingin selamat angkat tangan?” Wah semua... kita semua ingin selamat. Kita semua ingin bahagia seperti yang dikatakan oleh Paulus di dalam kitab para rasul tadi bahwa, Paulus ketika percaya kepada Yesus dan mengikutinya, Paulus merasakan kebahagiaan, karena apapun peristiwa hidupnya Paulus merasakan kekuatan dan diselamatkan. Nah itu inti dari panggilan, Kebahagiaan.
Saudara-saudariku, kita semua ingin bahagia, tetapi kita lihat didalam pengalaman hidup kita. Tuhan Yesus ingin menyelamatkan kita, Tuhan Yesus memberikan Damai. Tuhan Yesus memberikan kebahagiaan. Tetapi kalau kita lihat realita hidup kita. Tuhan mengapa hidupku kok gagal terus, usaha sudah berjuang, sudah membuat strategi dengan perencanaan yang matang dengan berbagai modal, mengapa kok gagal.
Katanya Tuhan itu mendampingi, katanya Tuhan itu memberikan sesuatu yang baik, mengapa kok gagal.
Saudara-saudariku anak menemukan kegagalan bukan.? Mengapa, katanya Tuhan itu mencintai. Mengapa kok gagal. Mungkin sementara kita juga mengalami, Tuhan sakitku kok nggak sembuh-sembuh. Sakit yang satu belum sembuh, muncul sakit lain. Sakit yang lain belum sembuh, muncul lagi sakit yang lain. Kok nggak sembuh-sembuh, Tuhan padahal saya sudah berdoa, sudah novena, pergi berziarah, sudah memberikan derma. Mengapa? Katanya Tuhan itu menyembuhkan, katanya Tuhan itu memanggil dan memberikan penghiburan, mengapa sakitku kok nggak sembuh-sembuh.
Mungkin juga saudara-saudariku bertanya, Tuhan memberikan damai, tetapi mengapa kok masih ada bencana? Mengapa masih ada peperangan, mengapa masih ada kecelakaan yang menimpa orang yang baik-baik. Sementara yang menghabiskan banyak uang korupsi kok masih hidup. Mana Tuhan katanya Tuhan itu adil, katanya Tuhan itu memberikan damai. Saudara-saudariku, Tuhan katanya memberikan damai memberikan cinta tetapi sementara kita mengalami situasi hidup yang seperti itu. Salah siapa? Salah Tuhan? Atau salah kita sebagai manusia? Untuk menjawab ini tidak mudah.
Saya akan menggambarkan dengan sebuah ilustrasi, sing salah sapa? Saya minta seorang bapak untuk menemani saya, siapa yang mau, saya minta tolong pak, menamani romo pak maju, pak. Saya akan ditemani oleh bapak kita ini supaya kita bisa melihat bahwa Tuhan yang mencintai itu tapi kenyataannya kok kita mengalami situasi yang sulit.
Saya mau bertanya, ” Bapak berdiri disini, naik lagi. Bapak namanya siapa pak? , Eli. ”Pak Eli, ini meskipun saya tamu saya memperkenalkan pak Eli suaminya Bu Eli, betul pak? Betul. Pak Eli dari mana? Dari Yogya. Pak Eli dari Yogya. Pak Eli percaya kepada Yesus? Sangat percaya. Percaya pada Yesus ingin apa Pak? Ingin selamat. Semua ingin selamat seperti pak Eli. Saya juga menjadi imam ingin selamat. Bapak Eli menjadi bapak ingin selamat. Nah sekarang, mengapa bapak ingin selamat, bapak itu orang baik atau orang berdosa? Orang baik. Orang baik, puji Tuhan. Kalau orang baik kotbahnya sudah selesai,
Siapa diantara kita yang disini yang tidak punya dosa? Angkat tangan? Oo... ya itu satu...
Saat bapak mengatakan tidak punya dosa, saat itu juga bapak berdosa. Semua orang pasti punya dosa, bukan? Orang pasti punya dosa. Apalagi romo, semua punya dosa. Maka karena kita punya dosa, kita lemah kita membutuhkan keselamatan dari Yesus. Kalau itu kita itu nggak punya dosa, nggak butuh lagi keselamatan. Maka pak Eli orang baik tetapi punya dosa tidak pak? Punya.. oo... sekarang punya.
Kita semua orang berdosa akan diwakili oleh pak Eli. Gambaran orang yang berdosa, adalah orang yang jatuh terpuruk karena dosanya. Maka minta maaf pak Eli, sekarang jatuh terpuruk menggambarkan orang berdosa. Jatuh terpuruk pak.. nggak apa-apa... ia.. lha ini gambaran orang yang berdosa duduk nongkrong. Nggak apa-apa.. kita semua terpuruk seperti pak Eli ini, boleh juga. Lalu karena keterpurukan dosa itu, kita membutuhkan panggilan Tuhan untuk menyelamatkan kita. Maka sore hari ini pura-puraknya Tuhan Yesus datang lewat romo Gandhi... pura-puranya. Lalu datang ingin menyelamatkan kita, ingin menyelamatkan pak Eli. Tuhan datang, memanggil pak Eli. Mengulurkan tangan. Pak Eli sudah diselamatkan belum. Pak Eli, diselamatkan belum? Sudah.. ? sudah apa belum.. pak Eli, masih terpuruk, pak Eli masih terpuruk atau sudah berdiri? Dia masih terpuruk meskipun Tuhan memanggil, meskipun Tuhan datang meskipun Tuhan mengulurkan tangan. Meskipun pak Eli percaya ingin selamat, tetapi keselamatan sudah dirasakan pak Eli belum? Belum. Syarat supaya pak Eli menemukan keselamatan, menemukan kebangkitan, seharusnya pak Eli, harus apa bu...? pak Eli mengulurkan tangan, lha mengulurkan tangan , sebelum.. mengangkat... wah berat sekali ini wah.... memang dosanya memang berat ini.. sekarang pak Eli sudah bangkit belum? Sudah berdiri belum? Sudah, karena siapa... ? pertama-tama karena siapa, karena Yesus terlebih dahulu memanggil, mengulurkan tangan dan menyelamatkan. Apakah itu cukup, belum.. masih ada syarat yang kedua. Syarat yang kedua dari pihak manusia harus apa? Harus percaya.. Tetapi tidak cukup hanya percaya, hanya berdoa, tidak cukup. Kepercayaan itu harus diwujudkan di dalam perbuatan. Tangapan mengulurkan tangan. Tapi pak Eli belum mengulurkan tangan. Tuhan tidak bisa menyelamatkan. Tapi ketika Pak Eli, mengulurkan tangan, menanggapi kemudian Tuhan mengangkatnya. Dan terjadilah keselamatan, kebahagiaan.
Saudara-saudariku dari ilustrasi yang digambarkan oleh pak Eli ini, bisa menjawab kalau kita menemukan kesulitan, kalau kita menemukan, kegagalan. ciut.. merasakan keselamatan yang salah siapa? Yang salah siapa? Kita... manusia, kenapa? Manusia percaya tetapi tidak mau berbuat apa-apa. Manusia percaya tapi tidak mau berjuang. Paulus mengatakan, ”Bergeraklah, berjuanglah, dan jangan putus asa. Sebagai murid Yesus, ketika dihadapkan oleh kesulitan-kesulitan hidup jangan pernah putus asa, tapi berjuanglah, begeraklah. Inilah tanggapan dari kita. Iman harus mengalir sampai pada perbuatan nyata Sehingga tercipta keselamatan. Tuhan sudah memberi keselamatan itu sejak dulu saudara-saudariku sekarang masih bahkan selama-lamanya. Keselamatan yang diberikan Tuhan bukan besok tapi saat ini terjadi. Sampai saat ini segala peristiwa Tuhan memberikan kesela-matan, namun sering kali yang membuat kita jauh dari keselamatan bukan karena Tuhan tetapi kita, kita tidak mau menanggapi, kita tidak mau bersyukur, kita tidak mau berjuang bah-kan ketika dihadapkan oleh penderitaan lalu putus asa, Tuhan mengapa Engkau memberi aku ini. Kalau kita pikir-pikir sudah menyerah kalah maka keselamatan akan sulit kita rasakan bukan karena Tuhan, karena kita yang menutup akan panggilan itu.
Maka saudari-saudariku terimakasih kepada pak Eli. Tepuk tangan untuk pak Eli.. marilah kita mohon rahmat agar kita dikuatkan di dalam menanggapi panggilan kita masing-masing dan supaya kita menemukan kebangkitan dan keselamatan kebahagiaan seperti Paulus, kita harus berjuang, kita harus bertahan setia di dalam hidup apapun profesinya Tuhan akan mengantar kita kepada Kekudusan. Kemuliaan kepada Bapa, Putra dan Roh Kudus Amin.

Kotbah Romo Bambang Alfred Sipayung, SJ

”Jadilah Saksi Kasih Allah.”
Ekaristi Tgl 18 April 2010
Injil Yohanes 21 : 1 - 19

Saudara-saudara sekalian, selamat sore. orang-orang yang disebut Twiter atau mereka yang menggunakan situs pertemanan jaringan sosial Twiter tentu juga masih ingat, atau mungkin sudah ada yang lupa apa yang disebut tranding topic. Tranding topic adalah topic-topic yang lagi ngetrent di situs-situs pertemanan itu.
Sekitar bulan Januari sampai Februari 2010. ada tranding topic dari indonesia, dua orang gadis SMA yang bernama Rana dan Msya. mereka mendadak terkenal di situs itu karena memposting dua pendapat yang lalu mancing rekasi.
Salah satu menuliskan bahwa mereka yang menggunakan Black Berry itu kampungan. Yang lain pelajar SMA swasta di Jakarta menuduh bahwa mereka yang sekolah di SMA negeri dan SMA Internasional juga kampungan. Maka segeralah kedua nama itu yang paling dicari. Lalu kemudian beramai-ramai dikeroyok oleh banyak orang. Sebabnya terutama ketika memberi contoh itu juga menggunakan kata-kata seperti, mangkel aku, lalu kemudian asem tenan.
Kata-kata yang dipilih seperti yang kita dengar, ataupun yang dipakai oleh kedua pelajar tadi sering disebut dengan makian, penghinaan, umpatan, atau lebih kita kenal juga sebagai pisuhan. Misuh-misuh entah di dunia maya, ataupun juga dalam percakapan sehari-hari merupakan suatu hal yang terjadi. Ternyata secara psikologis kata-kata yang dipilih seperti itu kata-kata makian mempunyai kecenderungan pertama untuk melukai perasaan orang lain. Yang kedua juga mau mencederai hati, ataupun jiwa seseorang. Sebabnya ialah ada emosi negatif dalam diri seseorang, entah terhadap situasi terhadap kondisi ataupun terhadap orang tertentu yang ingin di expresikan. Maka dipilihlah kata-kata seperti itu. Biasanya sering merajuk entah itu pada pohon asem, ataupun jenis binatang termasuk binatang piaraan.
Selain bermaksud mencederai perasaan dalam konteks dan budaya lain kata-kata seperti itu juga dipakai untuk mengingatkan, efeknya tentu saja suasana akrab dan humor sehingga bermaksud bukan mencederai perasaan tetapi menguatkan perasaan orang lain sehingga tidak begitu saja mudah terluka. Pertanyaannya lalu, kalau romo Tom Jacobs waktu beliau berkotbah menggunakan kata-kata asem tenan, maksudnya mencederai perasaan, misuh-misuh atau apa?
Empat belas April hari Rabu 2010 saya kira anda sekalian masih jelas mengingat ada perkelaihaian dan keributan di Jakarta. Satpol PP berhadapan dengan warga yang kemudian menghasilkan pertumpahan darah. Dimulai dengan keinginan untuk mentertibkan rumah-rumah di sekitar makam Mbah Priok, kemudian hasilnya dalah 3 orang meninggal dan banyak yang terluka parah. Ketika kata-kata berwujud hingga tinda-kan fisik maka ia bukan hanya mencederai pera-saan tetapi juga mence-derai secara fisik, bahkan menghilangkan nyawa orang.
Tindakan seperti lalu kemudian merusak ikatan antara kelompok, merusak ikatan sosial. Rumitnya inilah kenyataan hidup kita sehari-hari. Entah di dunia maya, entah dalam realitas hidup setiap hari.
Dalam bacaan pertama kita dihadapkan pada kerumitan yang dihadapi oleh para rasul. Mereka ingin memberi kesaksian tentang Yesus yang bangkit tetapi imam-imam kepala melarang menangkap, mengadili bahkan juga memusuhi mereka. Pesannya hanya satu jangan berbicara tentang Yesus yang bangkit titik. Dia sudah mati jangan meneruskannya. Tetapi Petrus mewakili para rasul mengatakan lebih baik kami menaati perintah Allah dari pada kuasa manusia.
Petrus dan para rasul yakin bahwa mereka bisa mengahadapi situasi yang rumit seperti ini tanpa harus terjebak kepada cara-cara imam kepala, cara-cara yang menggunakan kekerasaan, cara-cara yang mencedari perasaan.
Bacan injil kiranya memberi kita inspirasi bagaimana keyakinan itu muncul. Ada dua bagian besar yakni bisa kita lihat dalam bacaan Injil. Pertama adalah para rasul yang kembali kepada kehidupan mereka yang sehari-hari, yaitu memancing ikan. Aku pergi memancing, lalu yang lain menjawab, kami ikut. Meskipun para rasul sudah melihat Yesus yang sudah bangkit yang sudah makan bersama-sama dengan dia. Bahkan Thomas sudah memegang bekas luka di kaki dan tangan Yesus. Namun kiranya masih ada kebingungan yang mereka hadapi. Apa yang mereka harus perbuat sekarang. Siapa yang harus memimpin kelompok ini. Apa yang terjadi dengan orang-orang yang kemudian mengikuti Yesus. Yang datang kemudian. Bagaimana mereka harus memberi kesaksian bahwa Yesus bangkit bahwa dia pernah ada. Apakah Yesus yang bangkit juga akan kembali dan memimpin mereka.
Maka Petrus ber-pendapat dari pada pusing-pusing lebih baik saya memancing ikan. Dan justru pada saat itulah mereka melihat bahwa Yesus yang bang-kit. Yohanes mengatakan di dalam Injil murid yang dikasihi Tuhan mengatakan kepada Petrus, itu Tuhan, dia mengerti ketika melihat tanda, bahwa mereka menangkap ikan yang jumlahnya banyak. Petrus lalu terjun mendekati Yesus, dan yang lain mengikuti dari belakang. Tidak ada lagi yang bertanya, tidak ada lagi yang sangsi bahwa itulah Yesus.
Ada ikatan antara mereka yang membuat kedua mereka paham dan tahu inilah Tuhan. Ikatan pintu ialah ikatan sebagai kelompok yang disatukan untuk mengikuti Yesus dalam cinta kasih. Inilah bagian kedua dari Injil. Yesus bertanya tiga kali kepada Petrus, ”Apakah engkau mencintai Aku. Petrus menjawab ya, lalu Yesus memberikan tugas kepadanya menggembalakan domba-domba. Mengapa sampai tiga kali, dan mengapa Petrus sedih hatinya, seperti yang dikatakan Yohanes. Angka 3 adalah angka keramat. Mau mengatakan pentingnya tugas yang diminta oleh Yesus kepada Petrus.
Sebagian rasul lainnya mengatakan angka tiga mau mengingatkan akan penyangkalan Petrus. Tiga kali Petrus menyangkal Yesus. Maka kemudian ia ingat akan masa lalunya sehingga sedihlah hatinya.
Bayangkanlah bagian adegan bagian kedua. Petrus dan Yesus, penghianat dan yang dihianati. Yang dilakukan oleh Yesus tidak misuh-misuh. Tidak mengeluarkan kata-kata tajam, bahkan tidak juga memarahi Petrus. Dia bertanya apakah engkau mencintai Aku. Pertanyaannya itu menyentuh diri terdalam dari Petrus. Hatinya yang paling dalam merasa tersentuh lalu kemudian dia ingat masa lalunya dan ia merasa sedih.
Saudara-saudari sekalian Yesus yang bangkit disadari kehadirannya karena relasi kasih antara Yesus dengan murid-muridNya. Yohanes mengatakan murid yang dikasihi Tuhan melihat dan sadar bahwa itulah Tuhan. Petrus tergerak hatinya dan mau menerima tugas dari Yesus karena pertanyaan Yesus apakah Engkau mencintai Aku.
Semua itu terjadi dalam relitas sehari-hari para rasul dan semua itu terjadi, masih terjadi dan mungkin terus terjadi juga dalam realitas hidup kita sehari-hari. Bagi para rasul mereka menawarkan kemungkinan lain dari pada mencidera perasaan. Mereka mau mengikuti jalan yang ditentukan oleh Yesus sendiri. Menurut mereka, keyakinan mereka mengatakan dunia seperti itu mungkin diwujudkan. Kitapun mau mengikuti Yesus menjadi saksi cinta kasih, mewujudkan dunia yang lain. Apakah romo Tom Jacobs itu mengumpat, misuh-misuh ketika dia mengatakan asem tenan, entahlah mungkin pertanyaannya bisa kita titipkan pada mereka yang akan nyekar romo Tom di Girisonta. Tapi andaikan beliau nanti bertanya kepada saya, lalu mulai mengatakan ”Kenapa kamu mengutik-utik nama saya”. Maka saya akan menjawab, ”Apakah romo mencintai saya.” Lalu mungkin dia akan menjawab ”Ah.. asem tenan.”
Saudara-saudara terkasih marilah kita menampilkan dunia yang lain dunia dimana cinta kasih menjadi dasar utama dan kita adalah saksi-saksiNya. Amin.

Kotbah Romo Yoannes Haryatmoko, SJ

”Belas Kasih Allah yang Menghidupkan.”
Injil Lukas 4 : 21 – 30
Ekaristi Tgl 7 Maret 2010

Saudara-saudara yang terkasih Injil ini sangat menarik untuk menjelaskan bagaimana orang Kristiani kita sebagai pengikut Kristus, menghadapi penderitaan. Memberi makna kepada penderitaan dan bagaimana pertobatan mempunyai arti ditengah-tengah penderitaan ini. Injil ini dilatar belakangi oleh peristiwa sejarah yang sangat tragis, yaitu orang Galilea yang darahnya dicampurkan dengan darah korban yang dipersembahkan, berkat peristiwa delapan belas orang mati ditimpa di dekat Siloam.
Peristiwa pertama yaitu pembunuhan orang Galilea. Ada sumber di luar kitab Suci yang menceritakan, dikatakan bahwa pembunuah terhadap orang Galilea itu dilakukan oleh tentara Romawi, atas suruhan Pilatus, pada tahun 35 sebelum Masehi. Para kurban pembunuhan itu adalah kelompok pembelot. Mereka dibunuh ketika sedang merayakan paskah di gunung Garidieu. Mereka adalah kelompok penentang penjajahan Romawi.
Saudarau-saudara bisa mem-bayangkan ketika mereka di gunung Garidieu merayakan Paskah, tentara Romawi lewat dan mereka mengejek tentara Romawi itu, lalu tentara Romawi membalas dengan pembunuhan. Apa yang menjadi maslah dengan dua peristiwa tragis itu. Yang menjadi masalah adalah menghubungkan penderitaan dengan hukuman atas dosa. Sebagian besar orang Yahudi dan dalam perjanjian lama banyak dikisahkan kecelakaan, musibah, penderitaan itu dianggap sebagai hukuman atas dosa. Seakan-akan para korban itu lebih berdosa dari mereka yang tidak kena mala petak itu. Dan anggapan orang yahudi ini dirumuskan diterjemahkan dengan bagus oleh Yesus dengan pertanyaan dalam Inji ini, ” Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea lain karena mereka mengalami nasib seperti itu? Dan Yesus menjawab dengan tegas, ” Tidak, tetapi jika kamu tidak bertobat kamu semua akan binasa dengan cara demikian.” dengan kata lain, Yesus, menyanggah bahwa penderitaan, sakit, mukjizat itu bukan hukuman Tuhan, jadi peristiwa tragis itu menjadi peringatan supaya kita mau bertobat. Lalu bagaimana menjelaskan jawaban Yesus bahwa itu bukan hukuman, dan bahwa peristiwa tragis itu adalah peringatan untuk bertobat.
Biasanya ada empat pola, ada empat model, untuk menjelaskan atau memahami penderitaan. Yang pertama penderitaan sebagai hukuman. Yang kedua penderitaan dianggap sebagai tes atau cobaan, untuk melihat apakah orang setia dan takut pada Tuhan. Dan yang ketiga penderitaan dijelaskan sebagai jalan untuk mengantar ke kehidupan abadi. Dan yang keempat, penderitan dilihat sebagai misteri, maksudnya apa, dibalik kejahatan, dibalik penderitaan jangan-jangan tersembunyi suatu kebaikan.
Yang petama penderitaan dilihat sebagai hukuman. Biasanya kalau kita melihat penderitaan sebagai hukuman atas dosa, kita lalu akan tergoda untuk bertanya mengapa? Dan kalau bertanya mengapa lalu kita berpikir tentang sebab itu, atau asal usul, lalu mengajak kita berpikir kebelakang. Apa kesulitan berpikir demikian, lalu kecenderungannya kita hanya sibuk mencari siapa yang salah. Atau sibuk menyalahkan diri kita sendiri. Sehingga tidak mencari bagaimana mengatasinya. Kita cenderung mencari kambing hitam. Dan kalau penderitaan hanya dimengerti sebagai suatu pembalasan cara memahami ini justru ditentang dalam buku Ayub, mengapa ditentang dalam buku Ayub. Ayub adalah orang yang saleh, orang yang suci, mengapa dia menderita. Orang itu juga bagaimana dengan orang-orang jahat, koruptor yang hidup sehat, hidup nyaman. Bagaimana, dimana penderitaan, di mana hukuman itu? Bahkan Yeremia di dalam bab 12 juga protes kepada Tuhan, dikatakan demkian,
“Bagaimana mungkin orang-orang jahat itu mujur hidupnya, bagaimana mungkin mereka yang tidak setia kepadaMu hidup sentosa?” Jadi kalau orang melihat bahwa penderitaan sebagai hukuman dikatakan disini bahwa itu tidak benar. Bukan karena hukuman penderitaan.
Lalu yang kedua, penderitaan dilihat sebagi tes, atau pencobaan, untuk dilihat apakah setia atau takut kepada Tuhan. Contoh yang menarik adalah bagaimana pengorbanan Ishak oleh Abraham. Hanya kesulitannya pemahaman seperti ini adalah apa? Yaitu sebetulnya kita masih berpikir tentang pembalasan, mengapa? Kalau kita masih mengeluh atas ketidak adilan, itu berarti kita masih masuk di dalam lingkaran pembalasan. Kalau kita meratap, itu berarti kita masih ingin membalas. Pertanyaannya adalah mungkinkah Tuhan mencobai kita. Mungkinkah Tuhan tega mencobai kita. Lalu bagaimana memahaminya, bukankah penderitaan sebagai akibat dari tingkah laku dan keputusan tindakan kita. Yang pertama tadi sebagai hukuman. Penderitaan sebagai hukuman lalu kita sering cenderung mencari keselahan orang lain, sibuk mencari kesalahan orang lain. Itu ada cerita.
Seorang Pisikolog yang terkenal sering direkrut, dikontrak untuk merekrut tenaga kerja. Tetapi Pisikolog ini tidak punya telinga. Maka ketika ada pelamar yang dipanggil diwawancarai dia mengatakan, ”Ini tes oserfasi saya ingin bertanya kepada anda. Apa yang anda lihat dari saya?
Tentu saja si pelamar, berkata ”Bapak tidak penya telinga.”
Tersinggung langsung, ”Keluar.” kamu tidak diterima.
Lalu yang kedua masuk tes Oserfasi, ”Apa yang anda lihat pada diri saya?”
”Bapak tidak punya telinga.” tersinggung marah, ”Anda keluar, anda tidak diterima.”
Lalu yang ketiga masuk, di tes, tes Oserfasi, ” Apa yang anda lihat pada diri saya?”
”O... Bapak memakai lensa kontak, kontak lens.” wa.. dia senang.. berkediplah dia.
”Kok kamu bisa tahu, bahwa saya pakai lensa kontak.”
Lalu yang ketiga menjawab, ”Ya kalau bapak pakai kacamata, kacamatanya jatuh karena bapak tidak punya telinga.” Ger...
Suadara-saudara saya akan mengatakan apa, ”Kecenderungan kalau orang itu menderita, penderitaan itu sering mudah membuat menyalahkan orang lain. Mudah membuat lalu kita merasa bahwa seakan-akan selalu diluar diri kita, sulit untuk menerima bahwa yang menyebabkan penderitaan adalah diri kita sendiri.”
Sedangkan yang kedua sebagai tes, sebagai cobaan, kelemahannya apa, kelemahannya adalah kita cenderung akan mudah mengadili orang lain. Kita akan mudah denga mudah membuat, atau membicarakan mengatakan yang jelek kepada orang lain. Yang kedua ini hanya berarti tidak ada kesal. Tetapi bila tidak cara pemahaman kedua tidak bisa kita pegang.
Ada cerita di dalam perjalanan di kereta Api ada seorang romo duduk di depannya ada pemuda yang mabuk, masih membawa setengah botol beer, melihat pemuda itu romo ini sudah tidak senang. Dan pemuda itu didepannya karena tidak sreg lalu membaca koran. Romonya diam saja, dia ingin memecah kesunyian lalu tanya, kepada romonya. “Romo apa yah yang menyebabkan penyakit Atrisis itu.”
Romonya karena sudah jengkel terganggu lalu menjawab, “Atrisis itu karena hidup tidak teratur, banyak terlalu minum alkohol.”
Lalu pemuda itu, “Waduh, celaka, kalau gitu.”
Romonya merasa kasihan karena terlalu kasar lalu meminta maaf. ”Maaf saya terlau kasar menjawab anda, sudah berapa lama anda menderita Atrisis?”
Jawabnya, “Bukan saya kok romo, saya membaca dikoran ini bapak Uskup yang Atrisis.) Ger… …
Saudara-saudara saya mau mengatakan apa? Kalau kita sudah tidak senang kepada orang tertentu cenderung hanya mengadili dan mengatakan yang jelek apapun yang dilakukan oleh orang lain. Maka di dalam penderitaan seperti itu sebetulnya kalau kita memahmi seperti itu pertobatan adalah memberi suatu penilaian baru, cara pandang baru, tidak mudah. Tetapi dengan begitu berarti bukan hanya orang itu kita beri kesempatan untuk berubah tetapi buat diri kita menyesal dan mengubah cara melihat orang lain, sehingga penderitaan bukan hanya disampaikan, ditumpahkan kepada orang lain, tetapi mengajak kita untuk mengubah diri kita.
Dan yang ketiga penderitaan dianggap sebagai jalan untuk mengantar kekehidupan abadi. Berarti dengan demkian penderitaan di lihat sebagai pendidikan. Maka disini lalu mengajak kita apa? Pengalaman otentik orang beriman, percaya kepada Tuhan bukan untuk mencari penjelasan tentang penderitaan atau kejahatan, tetapi pengalaman yang otentik mau menemukan di dalam Tuhan sumber perlawanan terhadap penderitaan dan kejahatan. Yang ketiga ini adalah cara pandang Kristiani karena apa? Melihat penderitaan bukan kebelakang, bukan menyalahkan tetapi di dalam penderitaan kita diundang untuk mengatasinya. Kita diundang untuk mencari jawaban perlawanan terhadap penderitaan dan kejahatan itu. Dengan demikian penderitaan dilihat sebagi permunian cinta, dan ini secara bagus dilukiskan dalam akhir kisah Ayub, dalam kitab Ayub. Ayub mengatakan kepada Tuhan, aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu yang tidak ada rencanaMu yang gagal hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Jadi penderitaan itu membuat Ayub bisa memandang wajah Tuhan. Penderitaan itu mengantar Ayub tidak lagi menyalahkan orang lain, tidak lagi protes pada Tuhan, tetapi memandang Tuhan sendiri sebagai pengalaman pribadi. Lalu disinilah sebetulnya yang disebut penderitaan bagi umat Kristiani, saya harus mengahadapinya, saya harus mencari jalan pemecahannya. Saya diundang untuk tegar karena Tuhan bersama sama dengan saya. Jadi iman bukan imajinasi, iman bukan hanya pikiran tetapi melakukan sesuatu.
Ada kisah seorang pemuda yang baru saja di rekrut. Setelah dua bulan dia dipanggil oleh menejer personalianya dan dimarahi oleh menejer personalianya. ”Ketika kamu melamar pekerjaan ini dulu, kamu mengatakan bahwa kamu lancar bahasa inggris, tetapi saya amati selama dua bulan satu patah katapun bahasa inggris tidak pernah keluar dari mulutmu. Ada tamu dari luar negeri yang berbahasa inggris kamu malah bersembunyi tidak berani, saya tidak pernah melihat bahkan membaca bahasa inggrispun tidak bisa. Coba katakan kok bisa-bisanya kamu dulu mengatakan kamu lancar berbahasa Inggris?”
Pemuda itu dengan tenang menjawab, ”Loh dalam iklan yang dipasang perusahaan ini katanya mencari orang muda yang penuh imajinasi, nah lancar berbahasa Inggris itu hasil imajinasi saya.” gerr....
Saudara-saudara saya mau mengatakan apa? Iman bukan hanya Imajinasi, iman bukan hanya pikiran iman adalah melakukan sesuatu, iman adalah mencari pemecahan yang memperhatikan orang yang membutuhkan dan iman tumbuh dari apa yang dilakukan bukan apa yang dipikirkan.
Yang terakhir ke empat, penderitaan merupakan misteri. Maksudnya apa, dibalik kejahatan, dibalik penderitaan Tuhan tahu apa yang baik manusia. Meskipun masih menjadi misteri karena pengetahuan manusia terbatas. Maka undangannya adalah mengatasi dan berusaha melawan penderitaan itu. Contohnya apa, contoh yang menarik dalam perjanjian lama adalah bagaimana Yusup itu dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir. Bagaimana kejahatan saudara-saudara ini akhirnya ketika ada bahaya kelaparan karena mereka kena bencana kelaparan, akhirnya mereka mengungsi ke Mesir dan Yusuf yang dijual inilah yang akhirnya menolong mereka. Penderitaan menjadi alat, bagaimana Tuhan ingin memberikan kebaikannya.
Lalu pertanyaannya, jika semua orang berdosa sehingga harus menanggung kematian mengapa ada yang cepat mati, mengapa ada yang lama matinya? Jawabnya adalah perumpamaan tentang pohon Ara. Tuhan memberi kesempatan supaya kita bertobat. Dan ini adalah undangan kita untuk bertobat untuk membantu orang lain. Tetapi membantu orang lain jangan mencari keuntungan. Sering-sering kita membantu orang lain tapi, yang dipikirkan dirinya sendiri.
Ada cerita orang kaya sore-sore jalan dengan dengan mobilnya bersama sopirnya di pedesaan melihat ada dua orang yang sedang makan rumput pada heran-heran, mbok coba minggir saya tak tanya. Minggir dan tanya, ’Pak kenapa kok makan rumput ?’
”Oh tuan kami tidak punya uang tidak bisa untuk beli makanan.”
”Oh kalau begitu ikut saya, ikut saya... lalu disuruh naik.”
”Pak tapi kalau punya isteri dan anak dua?
”Diajak saja, sana diajak saja...,”
”Oh ya.”
Dan yang satunya, ”Satunya ikut saja, ikut sekalian. ”
”Saya punya isteri dan tiga anak.”
”Diajak saja. Diajak...”
Semuanya akan diajak, diangkut, wah begitu baiknya ada satu yang terharu,
”Pak terimakasih, bapak menolong kami dalam kesulitan tentu bapak akan mendapat berkah dari Tuhan, terimakasih.” dengan meneteskan air mata.
Bapak itu menjawab, ”O.... anda salah sangka, anda saya ajak itu karena dikebun saya itu rumputnya tinggi-tinggi.” Gerrr...
Saudara-saudara saya mau mengatakan apa? Kalau menolong itu jangan setengah-setengah. Menolong hanya untuk keuntungan sendiri bukannya orangnya supaya tertolong tapi malah mikir hanya untuk dirinya sendiri. Maka pertobatan menjadi konkret ukuran menolong bukan supaya dirinya senang, tapi apakah orang lain sungguh terbantu. Amin.

Kotbah Romo RM Wisnumurti, SJ

”Telah Bertobat Rela Berbagi.”
Ekaristi Tgl. 28 Februari 2010
Injil Lukas 1 : 1 - 4

Ibu-bapak, saudara-saudari terkasih selamat sore, kita telah memasuki pekan ke dua dalam masa Prapaskah, dimana mengawali, masa prapaskah kita memang diingatkan bahwa kita memasuki masa tobat, tetapi juga masa yang penuh rahmat. Kalau kita menjalani masa prapaskah biasanya memang lalu kita mulai mengikuti acara-acara salah satunya yang juga banyak peserta yang mengikuti adalah jalan salib. Karena sesuai dengan masanya jalan salib mengajak kita untuk ikut terlibat dalam hidup Yesus, lebih-lebih masa Dia hendak melaksanakan sepenuhnya tugas yang diterima untuk melaksanakan karya penyelamatan. Maka kalau mengingat hal itu lalu membaca Injil hari ini barang kali kalau ada yang bertanya-tanya memasuki masa prapaskah minggu ke dua kenapa bacaan Injilnya menampilkan Yesus yang menampakkan kemuliaanNya. Apakah itu cocok? Rasanya kok kurang pas.
Memang kalau orang bisa menikmati, merasakan kemuliaan yang dirasakan dibawa oleh Kristus, tentu orang juga sungguh merasa bahagia. Yang lain-lain akan kehilangan nilainya. Itu yang juga dirasakan dan dialami Petrus dan teman-temannya tadi. Mereka memang diajak oleh Yesus untuk naik ke atas gunung, tetapi memang tidak dimaksudkan bahwa Yesus mau pamer kemuliannya kepada mereka, bukan. Tetapi dikatakan bahwa Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus naik ke atas gunung untuk berdoa. Dalam kekhusukan doaNya itulah Yesus menampakkan kemuliaanNya. Tetapi sementara itu catatan yang tadi juga kita baca. Sementara itu Petrus dan teman – temannya telah tidur. Mungkin kecapaian ketika mereka mendaki gunung sehingga sampai di atas, ketika Yesus berdoa malahan mereka tertidur karena kelelahan. Barulah ketika suasana kemuliaan mereka rasakan, mereka terbangun dan terkejut juga. Apalagi juga mereka menyaksikan ada dua orang yang sedang bercakap-cakap dengan Yesus yang juga nampak dalam kemuliaannya, mereka mengenal itu sebagai Musa dan Elia. Hal itu menggambarkan memang saat Yesus dimuliakan, menimbulkan rasa sukacita damai dan bahagia.
Beberapa minggu terakhir, beberapa kali saya diminta untuk merayakan Ekaristi dalam rangka persiapan untuk pemakaman keluarga yang meninggal dan keluarganya minta untuk Ekaristi Requiem. Dalam rangka itu, kepada yang meninggal salah satu yang mendasari dan memberikan hiburan menumbuhkan iman adalah janji yang disampaikan oleh Yesus, ’Barang siapa percaya kepadaKu, dia akan kubangkitkan pada akhir jaman dan Bapa menghendaki supaya mereka yang percaya kepadaKu, tinggal bersama dengan Aku di tempat di mana Aku berada.” Dan itu berarti bertempat di mana Yesus dimuliakan, saat Dia sudah dibangkitkan. Maka sebetulnya menjadi cukup jelas, bahwa arah perjuangan hidup setiap pengikut Kristus, setiap orang beriman adalah bersama dengan Yesus, tinggal di dalam kemuliaan bersama dengan Dia. Kendati memang gambaran itu sudah cukup jelas namun orang harus berusaha dengan segala daya dan tenaga, supaya bisa mencapainya. Karena itu memang penggambaran penampakkan kemuliaan Yesus yang muncul sesudah Dia berdoa. Berdoa berarti Dia secara intens berhubungan, berkomunikasi dengan BapaNya. Karena itu selalu memancarkan kemuliaan tadi.
Dan hadirnya dua tokoh besar penjanjian lama memberikan landasan yang kokoh bahwa Mesianisme yang dijanjikan itu yang terlaksana di dalam diri Yesus. Telah terlaksana itu bukan karena Yesus membuat mukjizat ini dan itu. Tetapi terutama karena kesetiaanNya. Maka yang dicatat oleh Lukas dalam Injil tadi Musa dan Elia yang juga dalam penampakkan kemuliaanNya berbicara dengan Yesus mengenai tujuan perjalananNya yang akan di temuiNya di Yerusalem. Dan itu berarti bahwa Ia akan mengalami penderitaan, Dia akan ditolak olleh para pemimpin dan kemudian dibunuh. Tetapi Ia juga akan dibangkitkan pada hari ketiga. Maka penderitaan wafat dan kebangkitan Yesus di Yerusalem itu sama seperti ketika orang Israel keluar dari perbudakan di Mesir bagi umat manusia, bagi orang beriman dengan wafat dan kebangkitan Kristus berarti mereka juga dilepaskan dari perbudakan kekuatan dosa. Kekuatan-kekuatan yang memisahkan manusia dari Tuhan. Dengan itu Yesus membawa kembali manusia kepada Tuhan. Itulah yang dijalankan dan kemudian ditandaskan dengan kehadiaran Musa, yang mewakili hukum, Elia yang mewakili ke nabian, Musa yang mewakili nasionalisme, dan Elia yang mewakili hidup keagamaan. Dengan demikian pernyataan mereka kesaksian mereka menjadi landasan yang kokoh. Namun sekali lagi Mesias itu bukanlah Mesias yang hanya menampakkan kemuliaan semata-mata. Tetapi mesias itu adalah mesias yang memang harus menjalani penderitaan dan wafat untuk kemudian dibangkitkan dengan kemuliaanNya. Berarti setiap orang seperti dikatakan oleh Yesus, barang siapa mau mengikuti Aku harus memikul salibnya berjalan bersama Aku, berarti juga mereka yang mau ikut serta di dalam kemuliaan digabungkan dalam kemuliaan Kristus itu juga harus ikut serta berjalan bersama Kristus, menempuh jalan sebagaimana dilalu oleh Yesus, penderitaan, wafat, dan kemudian kebangkitan. Karena itu santo Paulus, menunjukkan jalannya supaya orang bisa mengikuti itu harus berani mendisiplinkan diri mengarahkan fokus pandang kepada Kristus. Maka lalu juga diingatkan dalam bacaan kedua tadi, kalau orang yang menjadi musuh Kristus, mengutamakan perutnya, mempertuankan perut, atau juga hal yang duniawi, maka Paulus mengingatkan semua itu harus berani disingkirkan. Segala hirup pikuk dunia yang menganggu arah pandangan kepada Kristus harus disingkirkan.
Ibu bapak-saudara-saudari terkasih, dalam Tuhan. Bila masa Prapaskah kepada kita ditawarkan usaha untuk membangun sikap tobat dan itu memang menjadi pokok penekanan Lukas yang dibacakan pada hari-hari minggu dalam Injil supaya lalu kita juga berusaha menjalani masa tobat itu sebagaimana ditawarkan kepada kita oleh Gereja. Karena ibaratnya kalau orang mempunyai kendaraan bermotor ada saat tertentu perlu diservis supaya jangan sampai karena kotor tidak terpelihara dan mogok pada waktu di pakai. Tentunya juga iman kita perlu diservis. Maka masa Prapaskah masa tobat itu juga disebut sebagai masa membangun iman kita kembali.
Tahun ini keuskupan Agung Semarang menawarkan kepada kita tema untuk mengisi masa Prapaskah sebagaimana anda bisa membaca di spanduk yang besar atau di dalam teks-teks yang selama ini juga di bagikan kepada kita juga, kita diajak untuk bersyukur, bersyukur karena rahmat keselamatan yang sudah dilimpahkan kepada Tuhan. Bagi keuskupan, bagi seluruh umat, bagi keluarga-keluarga, namun syukur itu perlu diwujudkan di dalam membangun sikap tobat. Sikap tobat yang dalam masa Prapaskah juga diusahakan lewat tawaran yang pada waktu itu dibacakan juga sebagi peraturan puasa dan pantang, mengingatkan kita bahwa dalam masa tobat ini kita diajak untuk meluangkan waktu secara khusus berdoa. Bukankah tadi juga dalam bacaan injil dikatakan doa itulah yang menjadi penekanan yang membuat Yesus kemudian karena persatuan dengan BapaNya menampakkan kemuliaanNya. Dengan doa ibadat dan karya amal kasih terutama dengan bermati raga berpuasa dan berpantang itu hanyalah caranya, itu bukan tujuan. Maka kalau dikatakan kok puasanya orang katolik itu ringan, karena memang bukan tujuannya untuk berpuasa supaya orang berkuat diri, karena bisa menahan diri. Tetapi bagaimana dengan cara yang sederhana, dengan cara yang ringan orang belajar mengendalikan diri, supaya bisa mengarahkan perhatian kepada Tuhan. Bila itu diupayakan seharusnyalah juga membuat orang terdorong, bukan hanya memikirkan dirinya sendiri, maka lalu dalam tema itu lalu juga dikatakan Telah bertobat, Rela berbagi. Memberi perhatian juga kepada sesama sehingga tawaran keselamatan bukan hanya untuk diri kita sendiri, bukan hanya untuk di nikmati sendiri, tetapi juga dapat disalurkan, dibagikan kepada siapapun, yang terbuka hatinya untuk mau menyambut dan menerima keselamatan itu. Oleh karena itu saudari-saudara sekalian bersama dengan Yesus yang tatat melaksanakan kehendak Bapa maka juga wujud tobat kita tata melaksanakan apa yang ditawarkan kepada kita supaya kita juga lalu bisa menjadi saluran rahmat bagi sesama untuk memperoleh keselamatan. Amin.

Kotabah Romo Lucianus Suharjanto, SJ

”Sabda Allah yang menguatkan. ”
Ekaristi Tgl 21 Februri 2010
Injil Lukas 4 : 1 – 13

Saudara-saudari godaan yang paling berat adalah pencobaan terakhir. Yakni ketika orang di goda untuk melakukan hal yang benar tetapi arah dasarnya keliru. This is the last stention to do the right this for the wrong reason kata B Eliof, benar bahwa dengan mengubah batu menjadi roti Yesus bisa menunjukkan kepada mata banyak orang bahwa Dia adalah Anak Allah. Tetapi hal tersebut bagi Yesus adalah keliru secara mendasar karena pembuktian bahwa Dia adalah Anak Allah bukan dilakukan dengan mengubah batu menjadi roti. Melainkan dengan memanggul salib tergantung di sana wafat dan kemudian dibangkitkan pada hari yang ketiga. Dan memang demikianlah itu kisah kitab Suci.
Justru ketika Yesus menyerahkan nyawanya di puncak salib saat itulah prajurit berkata, “ Sungguh orang ini adalah Anak Allah.” Semua godaan kepada Yesus, dipadang gurun bertujuan satu, yakni agar Yesus menghindari salib. Seperti itu jugalah tujuan semua godaan yakni agar kita patuh dan tidak jadi memeluk salib. Semua godaan di padang gurun ini akan masih mengaung keras, di taman Getsemani ketika itu Yesus berdoa kepada BapaNya, “Kalau mungkin lepaskanlah cawan ini dari padaku. Yesus sadar betul bahwa salib itulah tanda sah, bahwa seseorang sungguh mengabdi Allah.
Dan saudara – saudari pada minggu Prapaskah pertama, Gereja mengajak seluruh umat untuk langsung memriksa lembar-lembar pengalaman, sisi-sisi batin sudut-sudut kebiasaan yang membuat kita tidak siap atau gamang untuk mengikuti jalan salib Yesus. Seperti apakah salib itu.
Perkawinan itu urusan kue, sebuah judul cerita pendek karya seorang pengarang Afrika terkenal Jinwa Ajj yang juga menulis novel Thing about fault, dalam cerpennya ia berkisah, tentang Okekey yang mendapat surat dari menantunya. Dikabarkan bahwa sekarang dua cucunya sudah besar dan ingin melihat kakeknya itu seperti apa? Kedua cucunya ini adalah keturunan anak laki-laki, yang sudah lama diusirnya pergi dari rumah, karena nekat mengawini anak perempuan dari suku lain. Sejak pengusiran itu mereka tidak pernah bertemu dan cucu-cucu ini juga tidak pernah melihat Okekey kakeknya. Sekarang Okekey berpikir keras. Disatu pihak, di ingin melunakkan hatinya saja, dan menerima cucu menantu dan anaknya kembali kerumah. Wis Tego larane ora tego patine. Bagaimanapun dia adalah darah dagingku sendiri. Dia juga merasa takut sekarang sudah tua. Jangan-jangan kalau menjelang ajal nanti tidak ada satupun orang menunggu dia disampingnya. Di lain pihak dia adalah kepala suku yang harus memegang teguh kata prilaku sukunya, yakni bahwa orang harus menikah dengan orang sesukunya. Itulah cara hidup terbaik dipadang gurun demi terhindar dari penyakit-penyakit yang dibawa oleh suku lain. Mengendurkan pendiriannya Okekey merasa akan menjadi orang kalah. Dan kekalahan seorang kepala suku adalah kekalahan seluruh bangsanya. Lagi pula sebagai kepala keluarga bagaimanakah dia akan menunjukkan kelelakiannya kalau bukan dengan bersiteguh pada pendiriannya.
Bagi Okekey tersedia kemungkinan hidup yang lebih baik berkumpul dengan cucu menantu dan anaknya. Dalam suasana relasi yang lebih gembira, saling menerima. Tetapi untuk memperoleh hadiah ini dia harus menanggung salib, yakni mengalah. Dengan melonggarkan prinsip-prinsip susila sukunya, dan itu menyakitkan bagi dia. Merendahkan hati untuk menerima bentuk kekalahan itu. Sesederhana itulah salib.
Tetapi telah menjadi pengetahuan umum bukan pencobaan – pencobaan yang besar yang menghancurkan kita, melainkan yang kecil-kecil seperti itu. Mengapa kita gamang dan takut padahal kecil – kecillah salib kita. Saudara-saudari yang membuat salib itu menakutkan adalah momoknya. Momok Okekey adalah perkiraannya bahwa kalau mengalah dia akan kehilangan martabatnya sebagai kepala suku. Kehilangan harga dirinya dan runtuh segala sesuatu yang telah dibangunnya selama ini, itu momoknya.
Yang namanya momok itu tidak nyata, tetapi menakutkan dan seolah-olah ada. Ibaratnya seperti kalau kita berjalan di waktu malam, di bawah pohon bambu yang angker, tiba-tiba mak prinding.. gitoh itu mengkorok bulu kuduk berdiri, seolah-olah dibelakang itu ada hantu besar hitam, geruyuk-geruyuk mendekati akan nyewol. Hantu-hantuan seperti ini bisa hilang seketika kalau kita noleh, balik ke belakang dan melihat. Kalau dilihat pasti tidak ada apa-apa. Kosong belaka. Dan seperti itulah sifat semua godaan. Kosong belaka tidak nyata, tidak ada isinya.
Barang kali seperti anak asrama yang ingin sekali pulang minta ijin, karena bayanganya kalau pulang itu asyik sekali. Nanti begitu sampai di rumah dua jam, tiga jam sudah bosen pengin balik ke asrama lagi. Atau kalau kita sedang puasa, jambu di depan rumah itu rasanya seger banget. Kalau puasa, kalau nggak puasa ya nggak begitu, padahal juga jambu sama saja rasanya. Setan itu bawannya dua. Yang satu momok untuk menakut-nakuti, dan iming-imging untuk menggiurkan. Tetapi cirinya satu, semakin dipandang semakin kelihatan kosongnya dan bohongnya. Oleh karena itu setan tadi menggoda Yesus, mengawali kalimatnya dengan kata jika, andaikan, asalkan, karena apa? Karena janjinya kosong belaka, tidak akan di penuhi jika, jika akal asal.
Nah Tuhan itu sebaliknya. Semakin di dekati, semakin di dalami, semakin dilihat, semakin diikuti juga dalam jalan salibnya, semakin ada dan semakin nyata. dan begitulah pengalaman banyak orang. Begitu kaki sudah melangkah tangan sudah mengembang, untuk merangkul salib saat itu kekuatannya menjadi berlipat-lipat, seolah-olah ada tangan yang mendorong dari belakang ikut nyengkuyung. Bahkan orang mengalami telah melakukan sesuatu di luar kemampuannya sendiri. Keperibadiannya menjadi utuh, menjadi matang, dan karena salib direngkuhnya itu menjadi jelaslah janji baptis yang pernah dulu diucapkan, sekarang menjadi jelas bahwa dia adalah putra-putri Allah. Seperti yang dialami oleh bangsa Israel, ketika keluar dari Mesir. Tuhan membawa salib keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat, dengan lengan yang teracung dengan kedahsyatan yang besar, dengan tanda-tanda serta dengan mukjizat-mukjizat. Seperti itulah yang dialami oleh semua orang yang merengkuh salib. Mengalami mukjizat-mukjizat sepanjang jalan. Yang kita butuhkan adalah kerendahan hati untuk mengamini segala sesuatu yang lebih membawa kemuliaan Allah juga kalau itu beresiko salib. Seperti kata Erik Wong yang disebut kaya, itu bukan mereka yang mampu memiliki sebanyak-banyaknya tetapi mereka yang mampu memberikan sebanyak-banykanya. Amin.