Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Selasa, 02 Juni 2009

Kotbah Romo Petrus Pramudyarkara W, SJ

Ekaristi Tgl 29 Maret 2009
Kotbah Romo Petrus Pramudyarkara W, SJ
”Ditarik dalam kemuliaan Tuhan.”
Injil Yohanes 12 : 20-33

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, bacaan Injil yang kita dengar malam hari ini, dari tulisan St. Yohanes menjelaskan bagaimana arti penderitaan dan kematian Yesus. Seperti dalam kalimat terakhir dari Injil, ini dikatakanNya, untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. Dan kematianNya itu bagi Yesus diumpamakan atau digambarkan seperti sebutir biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati supaya tumbuh tanaman atau tunas baru dan nantinya menghasilkan banyak butir gandum.
Kematian Yesus, salib dan penderitaanNya menghasilkan buah banyak. Dan itu juga seperti yang Ia katakan dan ditulis dalam lembar halaman depan sabda Yesus, “Apabila Aku ditinggikan dari bumi Aku akan menarik semua orang datang. kepadaKu. Ditinggikan dalam bahasa Injil Yohanes sering kali ditafsirkan saat Dia di atas salib itu. Ditinggikan dinaikkan di atas salib dan saat itu Dia akan menarik semua orang ke dalam Dia. Tapi mungkin juga ditinggikan pada hari kebangkitan karena Ia ditempatkan di tempat yang paling tinggi melebih semua mahluk lain.
Penderitaan sampai pada salib bagi Yesus adalah jalan untuk menmbuhkan buah atau kehidupan baru. Dan itu sangat Dia sadari sangat Dia yakini. Karena penderitaan atau dalam kata-kata saat, atau waktu di mana Dia harus menerima penderitaan itu sebagai jalan untuk melaksanakan kehendak BapaNya. Yang menentukan waktu kapan Dia harus menderita atau kapan Dia harus mati, atau kapan di harus turun bumi, adalah Bapanya karena sangat disadari bahwa “Aku datang ke dalam saat ini. Untuk menjalankan kehendak Bapa. Bukan Dia sendiri menginginkan tapi dia menerima apa yang digariskan BapaNya bagi Dia. Maka kematianNya, penderitaanNya atau salibNya atau saat ditinggikan adalah bukti ketaatan Dia, penyerahan Dia kepada Bapa.
Saudari-saudara yang terkasih, kalau Yesus bisa mengartikan itu, kita semua tidak seperti Yesus dan tidak ada yang seperti guruNya, mungkin mendekati. Bagi kita penderitaan malapetaka. Tidak ada yang dari kita yang ingin menjadikan dirinya menderita. Kecuali agak nggak normal, pengin menyiksa diri. Kita semua ingin bebas dari penderitaan itu. Tetapi kadang dan tidak kita inginkan datanglah penderitaan itu. Kecil atau besar dan bagaimana kita menyikapi, atau memaknai penderitaan yang terlempar kedalam kita bukan yang kita inginkan. Kita akan menjadi dan belajar menjadi taat seperti Yesus. Inikah saat di mana aku harus masuk yang ditentukan Bapa untukku atau saya minta waktu lain. Atau saya, janganlah pas saat saya senang janganlah menderita, Tuhan besok saja waktu ketika saya sudah tua bolehlah saya menderita. Jangan masih muda. Apakah kita bisa bargaining negoisasi dengan Tuhan seperti itu, mungkin bisa mungkin tidak. Tetapi ketika Tuhan menganugerahkan, atau kalau bagi kita umumnya ketika Tuhan mencobai kita apakah kita juga bisa belajar taat seperti Yesus. Kita wajar saja bahwa biasanya kita menolak dan menyangkal, tidak berani menghadapi tantangan atau penderitaan itu. Dan berusaha untuk menghindarinya.
Tapi mungkin kita kena pinalti karena penyangkalan karena penolakan itu. Di sebuah klinik dokter gigi. Yang dokter tinggi tidak usah tersinggung tidak menyangkut hal buruk para dokter gigi. Pada suatu hari ada seorang pemuda datang ke klinik dokter gigi. Itu karena ditulis di papan klinik itu. Periksa gigi atau dokter gigi murah. Satu gigi lima puluh ribu, murah meriah, kalau mencabut 10 gigi ya lima ratus ribu.
Mahasiswa yang suka mencari yang murah-murah suatu hari datang ke klinik itu, dan mau mencabut giginya. Lalu sesudah dia datang juga pasien lain yang menunggu. Ketika mahasiswa ini sampai gilirannya dan mulai dicabut. Tiga gigi dicabut, lalu bayar.
“Berapa mbayarnya dok.”
“ 200 ribu.”
“Lho itu taripnya satu gigi 50 ribu kok, bayar tiga gigi 150 ribu.”
“Ya karena tiga gigi dicabut, empat pasien saya lari ketakutan karena teriakanmu. Anda mbayar karena membuat yang lain lari.”
Ia kena pinalti, karena membuat orang lain ketakutan, karena dia sendiri tidak bisa menahan ketakutan itu. Mungkin kita juga belajar bagaimana menghadapi penderitaan kita masing-masing. Yang mungkin berbeda ukurannya. Ada yang mampu diberi besar dan tahan dengan penderitaan yang besar, bertahun-tahun lumpuh dan hanya bisa tidur ditempat tidur dan tergantung pada anggota keluarga untuk segala sesuatunya. Apakah itu juga penderitaan yang tidak ringan. Mungkin juga ada orang yang dalam saat yang kecil. Tidak punya uang sudah menderita dan tidak bisa apa-apa. Apakah kita mungkin lebih menginginkan yang enak tetapi berat untuk menghadapi kesulitan dan tantangannya. Mungkin begitu tetapi teman saya pernah ditawari, dia D3, lulusan D3 mesin. Ditawari pekerjaan.
“Pekerjaan mu apa?”
“Nganggur.”
“Oke mau kerja di tempat saya.”
“Boleh, gajinya berapa?”
“Satu juta perhari?”
“Wah, mau dhong?”
”Mau.., jadi latihan untuk ajar titis untuk nembak.”
Berani nggak dengan resikonya, jadi latihan tembak, satu juta perhari.
Mungkin menyenangkan hadiahnya tetapi berat untuk konsekwensi atau resikonya.
Ketika Yesus, mengatakan bahwa saatNya telah tiba dan Dia tidak bisa mengelak, atau tidak mau menawar lagi ditunda waktunya. Apakah Dia akan mengatakan “Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini.” Atau pada saat dia berdoa secara sungguh-sungguh dan mencoba menawar yang terakhir kalinya, “Jika sekiranya mungkin piala ini berlalu dari padaKu, Tapi bukan yang Kukehendaki yang harus terjadi, apa yang Bapa kehendaki yang harus terjadi. Bagi Yesus Dia menjalani, mentaati atau menyerahkan Dirinya kepada kehendak BapaNya. Sehingga Dia tidak bisa lagi mengatur waktu menentukan semuanya sendiri. Meskipun Dia dalam hidupnya masih bisa mengatakan, “Hai kamu orang sakit, orang lumpuh, orang tuli, orang apa? Sembuh semua.” Atau orang mati bangkit, pada dirinya sebetulnya ada kekuatan ada kemampuan itu tetapi Dia tetap pada misi hidupnya bukan untuk kemuliaanKu tapi untuk mejalankan tugas BapaKu. Maka ketika Dia dicobai dan dimasukkan dalam suatu penderitaan yang luar biasa. Dan Dia ingin sebetulnya menghindari dari saat yang pahit dalam penderitaan itu, bukan karena kehendakKu, tapi kalau itu harus dijalani kehendak Bapa. Saya menerima itu yang dikatakan bahwa bagaimana caranya Ia mati. kematianNya adalah wujud ketaatan dan penyerahan kepada Bapa.
Saudara-saudari yang terkasih, barang kali tidak harus dalam arti untuk kita sekarang akan mati di salib tetapi bagi kita yang mengalami penderitaan dan persoalan mungkin juga mencoba belajar menjadi seperti Yesus dan para muridNya itu belajar menemukan apakah yang Allah kehendaki dalam penderitaan itu. Kalaupun tidak menderita dalam arti orang-orang muda biasanya yang masih punya semangat dan daya juang tinggi. Apakah bisa mengalami perjuangan atau ditarik dari dunianya sendiri kepada dunia orang yang lain yang penuh tantangan. Ataukah dia lebih suka, atau mereka lebih suka mencari hal-hal yang menyenangkan dirinya tetapi tidak pernah membuat dirinya berjuang dengan penuh kegigihan. Tidak harus menderita dalam arti sakit fisik ataupun tidak bisa apa-apa tetapi mungkin juga pahitnya perjuangan, sakitnya dikritik atau direndahkan, susah payahnya belajar yang sungguh-sungguh dan melakukan berbagai kegiatan di luar dirinya sehingga menghasilkan buah yang berguna. Di depan tempat tinggal saya di Wisma Mahasiswa jalan Wahidin 54 itu ada sepasang laki dan perempuan. Pak Hadi yang usinya itu mungkin sudah 70 puluhan lebih. Dan Bu Hadi nya menjelang sekitarnya 70 an lebih. Dua sejoli itu hampir tiap hari, mulai jam 5 sore sampai kadang-kadang jam 12.00 malam, jam satu dini hari. Mereka menjual gorengan angkringan, klepon, dan lain-lain itu. Pada usia yang sangat senja dan kalau harus membawa dorongannya itu karena rumah-rumahnya, besi-besinya atau payung yang dilipat dan bisa di bawa, sehingga mendorong gerobaknya itu. Bolak-balik karena nanti setelah mendorong gerobaknya lalu menjemputnya isterinya kembali ke rumahnya.
Berdua pada usia yang senja itu masih bisa mengisi hidupnya dengan pekerjaan lepas dari berapa lakunya, berapa untungnya bisnis itu, besar atau tidak bukan buah dari apa yang dilakukan tetapi bagaimana dia menghayati, mereka menghayati hidup ini sebagai sesuatu yang menghasilkan buah. Maka tantangan bagi kita yang masih muda. Masih punya kekuatan otot dan otaknya, apakah kita juga bisa mengisi waktu, mengisi saat-saat itu. Bukan seperti yang saya inginkan yang menyenangkan saya, tetapi apa yang Tuhan kehendaki pada masa muda saya. Saya bisa ditarik ke dalam kemuliaan Tuhan dengan susah payah tetapi akan menghasilkan buah banyak di kemudian hari. Amin.

Kotbah Romo Martin Suhartono, SJ

Ekaristi Tgl 11 April 2009
Romo Martin Suhartono, SJ
“Bangkit Bersama Kristus membangun dunia baru.”
Injil Markus : 16 : 1 – 8

Terimakasih atas kesabaran anda sekalian, anda telah dituntun dari gelap menuju terang. Mudah-mudahan tidak ada yang keselomot lampu atau nyala lilin tadi.
Tayangan yang baru saja kita lihat itu diambil petikan dari tadi membangun persaudaraan sejati. Bicara tentang komunitas Tikar Pandan karena tadi anda lihat, ada seorang bapak tua yang bersepeda dialah yang menenun atau memintal daun pandan untuk dijadikan tikar pandan. Dan dalam perjalanannya itu dia berhenti di setiap tempat peribadatan. Kita lihat berbagai tempat peribadatan, ada kuil, gereja, ada tempat hindu, bali dan sebagainya. Dan disanalah kemudian terbentuk komunitas-komunitas berdasarkan lintas iman. Kita lihat di akhir cerita tadi mereka bersama-sama bernyanyi, dari macam-macam iman dan kepercayaan itu mereka berkumpul bernyanyi bersama di dalam kegembiraan. Itulah saya kira yang mau ditampilkan oleh tema kita hari ini, yaitu bangkit bersama Kristus membangun dunia yang baru. Karena dunia yang baru ini hanya dapat diciptakan berdasarkan persaudaraan yang sejati. Dan mungkin kita bertanya.
“Wong kita itu berbeda-beda. Yha.. mengapa kok harus bersatu begitu?”
Ya kadang kala tadi di dalam doa ada juga dikatakan bahwa gereja mengakui yang benar yang kudus, di dalam iman dan agama lain. Kalau gitu mengapa kita capai-capai jadi orang katolik. Kalau yang lain agama lain bisa juga sampai pada Tuhan. Bisa diselamatkan “nggo apa dadi wong katolik.” Susah payah, 40 hari Prapaskah, lalu masih ada perayaan Tri Hari Suci, Kamis putih, Jumat Agung, Sabtu Sepi, Sabtu Suci dan kemudian malam ini. Belum lagi kewajiban-kewajiban yang lain. Dan kita bertanya-tanya, apa sebenarnya yang mendasari persaudaraan itu kalau memang ada perbedaan agama. Tetapi semuanya akhirnya menuntun kita kepada Allah, apa kekhasan kita? Kita bertanya-tanya;
“Mengapa kita mesti jadi Katolik.” Saudara-saudari terkasih, kita kenal ada Katolik Napas.
“Katolik apa itu?” Natal, Paskah. Saya yakin tidak ada yang demikian di antara anda sekalian. Artinya itu hanya datang ke gereja pada hari Natal dan hari Paskah saja. Lainnya kita tidak tahu kemana? Baru ingat kalau lonceng gereja berbunyi Natal, Paskah lalu kita datang menghadap Tuhan bersama saudara-saudari kita itulah Katolik Napas. Saya yakin diantara kita semua tidak ada yang demikian.
Tapi marilah kita kupas, bahwa perjalanan kita bersama itu memang sebenarnya dari Natal menuju ke Paskah. Kita mulai dengan tahun liturgi dengan Adven, masa menantikan peringatan kedatangan Tuhan masuk dalam Natal. Kemudian dari Natal kita dituntun melalui masa biasa kemudian Prapaskah sudah kita lewati, 40 hari dan sekarang kita merayakan Paskah sebagai puncak perayaan kita. Inilah sebenarnya juga pusat kehidupan iman kita.
Anda mungkin heran kalau saya katakan bahwa dalam sejarah gereja selama tiga ratus tahun pertama itu orang tidak merayakan Natal. Tetapi yang dirayakan itu adalah Paskah. Sejak awal Paskah itu senantiasa dirayakan karena itulah peringatan penghadiran kembali sengsara wafat dan kebangkitan Kristus. Dan itulah yang memang menjadi pusat iman kita. Dan itulah juga kita rayakan malam ini. Mari kita simak dari awal tadi kita berada dalam gelap dan kemudian ada peristiwa cahaya.
Tahun lalu saya merayakan Paskah di sebuah pertapaan ordo Kartusian di Inggris. Di sana kami merayakan Paskah seperti di kebanyakan negara Eropa itu tidak pada sore hari Sabtunya atau malam seperti kita, tapi pagi hari, dini hari Minggu pagi kurang lebih jam 3 pagi. Itu kita berkumpul bersama di halaman gereja dan kadangkala juga mungkin di kuburan. Suasananya persis seperti dalam injil yang baru kita dengar tadi. Semua gelap dan saat itu dinyalakan api unggun, yang apinya bernyala berkobar-kobar. Sehingga badan yang dingin karena musim semi itu kemudian bisa dihangatkan oleh api unggun itu. Dan kita sungguh mengalami betapa indahnya cahaya yang bersinar di dalam gelap itu. Mungkin kita tidak begitu merasakannya. Kalau orang barat, itu kedinginan lalu kelihatan api unggun waduh terhangatkan. Kita sudah sumuk, hampir semua ini mengipas-ipaskan dengan teks misa ini. Untung sudah hari terakhir kalau agak brodol yang tidak apa-apa teksnya. Tapi lain kali saudara-saudari saya usulkan jangan teksnya yang digoyangkan, kepala anda yang digoyangkan kiri kanan ( gerrr .... ) pastilah terjamin sejuk. Wong sudah saya coba sendiri. Ger…
Saudara-saudari terkasih tetapi itu lebih karena tidak ada rambutnya. Ger.. saudara-saudari terkasih. Cahaya itulah yang kita rayakan. Kalau tadi kita simak dalam perayaan awal tadi ada bacaan dari kitab kejadian. ..( menyampaikan dengan bahasa Ibrani …) maaf saya lupa itu tadi bahasa Ibrani. Bahasa Asli dari kitab kejadian. Artinya tadi kita lihat, segala sesuatu itu gelap gulita. Segala sesuatu tidak berbentuk dan Allah bersabda. Terjadilah terang itu. Dan Allah melihat terang itu baik. Itulah diciptakan Allah pada hari pertama.
Terang ini dari mana saudari-saudara? Kalau kita ingat terang itu datang dari mana? Malam ini ada terang? Dari bulan, bulan mendapat terang dari mana? Matahari. Kita tahu terang dari Matahari. Tapi dalam kitab Kejadian Matahari diciptakan pada hari ke berapa saudari-saudara. Ada yang ingat? Ada 7 hari atau enam penciptaan? Hari pertama terang, Matahari diciptakan kapan, ayo angkat tangan, tidak ada hadiah tapi coba siapa ingat? hari keti… empat gerr.. diciptakan pada hari keempat saudari-saudara.
Lalu anak yang bodohpun bisa bertanya, “Lho romo kalau gitu bohong dong hari pertama terang, la.. kok mataharinya baru datang kemudian pada hari kempat?
Nah, orang Yahudi mencoba menangkap makna yang lebih dalam dari kisah kejadian itu dengan berkata, “Apapun yang ditulis itu pasti ada maknanya.” Dan mereka membayangkan bahwa pastilah ada terang cahaya yang lain yang bukan berasal dari Matahari. Terang itulah yang bersinar di dalam hati kita semua. Tetapi sayangnya terang cahaya itu digelapkan oleh dosa kita. Dan orang Yahudi percaya, bahwa nanti pada saat Mesias datang itu, terang cahaya yang diciptakan pada awal mula itu akan bersinar lagi di dalam hati kita masing-masing. Jadi cahaya itulah yang kemudian oleh injil Yohanes digambarkan dalam ayat-ayat pertamanya. “Pada awal mula adalah, apa saudara? Pada awal mula adalah firman, dan firman itu ada pada Allah dan Allah lah firman itu. Dan kemudian lebih lanjut dikatakan segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada sesuatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Ini bisa menjadi dasar persaudaraan kita saudara-saudari. Jangan kira bahwa orang yang bukan katolik itu diciptakan oleh Allah yang lain, tidak. Anda tentu percaya bahwa orang lainpun yang bukan katolik pasti diciptakan oleh Allah. Allahnya sama atau lain dengan kita. Sama pasti kalau kita bilang lain berarti kita memuja banyak. Padahal hanya ada satu Allah. Maka kita yakin bahwa segala sesuatu diciptakan di dalam firman tidak ada yang tidak diciptakan. Kecuali di dalam firman. Maka saudara-saudari kita itu meskipun berbeda agama diciptakan di dalam firman saudari-saudara dan firman itu menjelma dalam diri Yesus Tuhan kita.
Kemudian ayat ke empat dikatakan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Jadi di dalam firman, di dalam Yesus itu ada hidup dan hidup itu ada cahaya. Dan terang itu bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasainya. Dan cahaya yang benar itu. Dialah yang menyinari setiap orang yang datang ke dunia. Maka saudari-saudara boleh dikatakan bagi kita sendiri. Tidak usah disebarkan pada yang lain, bahwa mereka semua itu sama-sama diciptakan dalam firman. Dan mereka itu juga disinar oleh firman. Karena firman dikatakan dalam firman ada hidup, hidup itu cahaya manusia. Selama mereka manusia mereka disinari oleh cahaya Kristus ini meski mereka tidak sadar. Meskipun mereka menolak meskipun mereka tidak kenal, tidak apa-apa. Sama seperti anda meskipun anda menolak cahaya lampu itu, tapi lampu itu tetap menyinari anda. Itulah yang bisa menjadi dasar kita. Dan dalam Paskah ini cahaya itu begitu dominan. Kita rayakan cahaya, itulah Dia Kristus, lilin Paskah. Dan kalau anda ingat lagu tadi lagu di awal misa tadi, yaitu ”The Prayer” ada satu kalimat yang saya lupa-lupa ingat tetapi kurang lebih demikian,… melantunkan lagu… Cahaya yang kauberikan akan tinggal dalam hati, untuk mengingatkan kepada kami bahwa Engkaulah bintang yang sejati, bintang yang abadi. Jadi cahaya Kristus yang diberikan di dalam diri kita itu akan senantiasa bersinar, di dalam hati kita dan mengingatkan bahwa Dialah benar bintang abadi kita. Bukan hanya kita sebenarnya bintang abadi bagi setiap manusia. Itulah yang bisa menjadi dasar. Perjuangan persaudaraan kita karena mereka semua disinari oleh terang cahaya Kristus. Itu yang pertama, dalam bacaan-bacaan tadi yang kira rayakan. Tapi kalau ada dalam bacaan Injil tadi. Ada batu sebesar, tidak sebesar gunung, tapi batu itu kurang lebih 12 ton. Coba saya tanya saudari-saudara, “Batu itu digulingkan supaya apa?” jadi makam itu ditutupi batu besar sekali 12 ton kurang lebih beratnya sudah terguling. Untuk siapa? Saya Tanya kalau andai kata batu itu tidak digulingkan, Yesus yang bangkit itu bisa keluar makam tidak? Bisa tidak, saudari-saudara? Bisa mengapa contohnya. Ada buktinya tidak? Kita lihat bahwa kalau Lazarus. Anda ingat kisah Lazarus yang wafat dan bangkit saudari-saudara.
Kalau batu makam Lazarus tidak digulingkan Lazarus bisa keluar tidak? Tidak. Nah ini bedanya, ya. Jadi jangan kita pikir Yesus yang bangkit seperti sombi yang bangkit Ukluk-ukluk-ukluk, ya. Gerr.. lalu batu harus digulingkan oleh malaikat lalu baru Yesus bisa keluar. Karena apa anda ingat kisah penampakan bahwa Yesus, ketika para murid ketakutan dberkumpul diruangan dan kamar itu dikunci. Yesus bisa datang, tiba-tiba saja makjegagik ada ditengah-tengah mereka begitu, kelihatan. Tiba-tiba saja ada. Maka batu itu digulingkan bukan supaya Yesus bisa keluar, tapi batu digulingkan supaya pertanyaan wanita tadi, siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita. Jadi batu itu digulingkan bagi para wanita supaya wanita itu bisa masuk dan melihat bahwa makam itu sudah kosong. Dan apa yang sebenarnya terlihat bukan sekedar kosong tetapi ada pemuda berpakaian putih, kilau-kemilau untuk menunjukkan bahwa ini pemuda supranatural ini. Pemuda dari alam lain, atau dalam Injil dikatakan dua malaekat. Dengan kata lain saudari-saudara bahwa Yesus yang bangkit itu memasuki suatu realitas yang diluar segala macam daya pikir kita. Ia bisa tembus waktu dan tembus tembok. Sehingga setiap kali Yesus itu muncul tidak segera dikenali. Ingat ketika Yesus menampakkan diri pada Maria Magdalena. Maria Magdalena mengira itu tukang kebun. Ketika penampakan diri pada dua murid dari Emmaus mereka berjalan dan kedua murid tidak mengenal Yesus.
Saudari-saudara terkasih tetapi Yesus yang tidak dikenal itu menunjukkan ada realitas yang lain, bukan realitas badani tetapi yang kita kenal tetapi tubuh yang mulia tubuh kebangkitan. Dan inilah iman kita. Satu Korintus 15 Paulus mengkritik orang-orang Korintus yang tidak percaya bahwa Yesus bangkit. Dan Paulus berkata, celakalah kita. Kalau Yesus itu tidak bangkit. Karena seluruh dasar iman kita ini harapan kita kegembiraan kita itu dasarkan pada kenyataan bahwa Yesus bangkit. Maka kalau Yesus tidak bangkit sungguh celakalah kita. Kita orang yang paling malang di dunia ini karena punya iman seperti itu. Maka kepercayaan akan Yesus yang bangkit itu sungguh mendasari juga bahwa kita punya harapan, bahwa dunia yang berdosa ini bisa dibangun kembali menjadi dunia yang baru. Contohnya apa? Saudari-saudara terkasih kita lihat tadi seorang guru Tanya kepada murid-muridnya. Murid SD ditanya, dicek, pengetahuannya tentang Paskah.
“Anak-anak waktu Yesus bangkit itu yah.. pesannya apa kepada para wanita Maria Magdalena?
Ada yang menjawab, “ Yok kita ketemuan di Galleria.” Gerrr…
Saudari-saudara terkasih, bagi kita Galleria, bagi para murid adalah Galilea. Mengapa Galilea. Tentu anda ingat kisah Natal saya katakan Natal ada hubungan dengan Paskah. Dalam injil Matius dikatakan, kita dengar dalam Natal itu dulu ya… “tanah Sebulon, tanah Naftali dari seberang sungai Yordan Galilea, wilayah bangsa lain-lain.” Yesus tidak mengajak ketemuan di Yerusalem. Tempat para imam para penguasa, pemerintah. Tapi Yesus mengajak ketemuan di Galilea. Wilayah bangsa-bangsa kafir. Karena di situlah tanah misi. Disitulah Yesus mengajar para muridNya berkarya.
Kalau di sini mungkin Yesus berkata, tidak mengajak kita ketemuan di Jakarta. Istana Merdeka tidak, tapi mengajak ketemuan mungkin di Wonosari, di daerah yang terpencil jauh dari kota. Maaf kalau ada orang dari Wonosari di sini yah. Ger….. .. bukan menghina tapi anda setingkat dengan Galilea. Gerrrrr…..
Dan orang Yahudi, orang Yerusalem begitu memandang rendah orang Galilea. Maka Petrus itu ketahuan karena aksennya aksen Galilea. Kamu kan orang Galilea, aksenmu konangan. Ya seperti kalau kita ada orang bahasa jawa, “Ngapak-ngapak…., bar madhang wis kencot maning”. gerrrrr…. Kita tahu itu dari mana ya.. maaf kalau ada dari daerah sana.. anda setingkat dengan Galilea. Gerr..
Saudara-saudari terkasih itulah cahaya mempersatukan kita. Dan kebangkitan Kristus itu sungguh menjadi andalan kemenangan kita dan kita diajak untuk sungguh ke tempat-tempat yang terpencil, dalam tayangan pertama tadi juga kita lihat bagaimana Yesus hadir, pada tukang pos, Yesus hadir dalam pengemis, Yesus hadir dalam anak-anak yatim. Dan itulah iman kita yang mengalahkan dunia. Maka dalam lagu tadi akhirnya ada satu kalimat yang berbunyi, .. menyanyikan syair lagu.. latin.. artinya iman yang telah kauberikan kepada kami aku yakin iman inilah yang akan menyelamatkan kita. Amin.

Kotbah Romo Joanes Haryatmoko, SJ

Ekaristi tgl 15 Maret 2009
Kotbah :
Romo Joanes Haryatmoko, SJ
” Yesus mengajarkan korban yang benar”
Injil Yoh 2 : 13 – 25

Saudara-saudara yang terkasih, ada dua hal yang menarik dalam Injil hari ini, yaitu pertama tentang mengapa Yesus menyucikan Bait Allah dan yang kedua mengapa Yesus mengatakan rombaklah Bait Allah dan dalam tiga hari Aku akan mendirikanNya kembali.
Untuk masuk memahami dua hal ini baik kalau kita melihat konteksnya. Kalau kita membaca di dalam Kitab Perjanjian Lama terutama dalam kitab Imamat bab I – VII di sana dijelaskan dengan detail tentang peraturan-peraturan korban. Ada korban bakaran, korban sajian, korban penghapus dosa, korban keselamatan, korban penebus salah. Dan masing-masing korban itu harus memberikan korban binatang yang berbeda-beda. Maka tidak mengherankan kalau Bait Suci itu menjadi pasar hewan. Dan yang kedua mengapa menjadi tempat penukaran uang. Karena uang Romawi tidak boleh dibayarkan di dalam bait Allah, maka setiap orang harus menukarkan uang dan yang kedua semua yang masuk di Bait Allah harus membayar setengah Sikal padahal tidak ada pecahan uang Setengah Sikal. Maka mereka harus menukarkan uang Sikal itu. Seperti dikatakan dalam kitab Keluaran; ’Setiap orang yang berumur lebih dari 20 tahun harus mempersembahkan persembahan khusus kepada Tuhan sebanyak Setengah Sikal.
Maka saudara-saudara kita bisa memahami mengapa Yesus marah mengapa? Mengapa Yesus mengusir mereka itu, karena Bait Allah menjadi pasar hewan dan tempat penukaran uang. Maka ketika Yesus mau membersihkan Bait Allah sebetulnya Yesus juga menginginkan sesuatu yang lebih dalam. Yesus protes melawan seluruh sistem korban di Bait Allah penyembilhan binatang. Praktek jual beli binatang. Mencari keuntungan yang berlebihan. Lalu Bait Allah tidak ubahnya seperti tempat para pemeras, penipu dan pencuri. Maka Yesus menginginkan supaya itu diubah karena bukan korban binatang itu yang penting dan menurut Yesus adalah perubahan sikap dan perubahan hati kita. Seperti dikatakan Nabi Hosea; ”Sebab aku menyukai kasih setia, bukan korban sembelihan, aku menyukai kedekatan dengan Allah lebih dari korban-korban bakaran”. Jadi dengan demikian Yesus menuntut kepada kita, bukan pertama-tama korban yang diluar, lalu orang kalau sudah membuat kurban seakan-akan sudah beres tanpa mengubah dirinya. Di sini justru Yesus mengajak kita untuk mengubah supaya kita menjadi korban yang benar. Nabi Maleakhi dengan indah mengatakan, ”Tuhan mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka supaya mereka menjadi orang-orang yang mepersembahkan korban yang benar kepada Tuhan. Maka saudara-saudara ketika Yesus ditantang untuk menunjukkan tanda bahwa Dia mempunyai otoritas, Yesus dengan keras mengatakan; ”Rombaklah Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikanNya kembali.” Jawaban Yesus ini sungguh-sungguh menantang dan sebetulnya mau menantang sistem upacara korban yang berlaku waktu itu.
Dan ada alasannya seperti dikatakan Yesus, ketika dia bercakap-cakap dengan perempuan dari Samaria dalam Injil Yohanes, ”Kata perempuan itu kepadaNya, ”Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan bahwa Yerusalem-lah tempat orang menyembah Tuhan. Jawab Yesus kepadanya, ”Percayalah padaKu, hai perempuan saatnya akan tiba bahwa kamu akan menyembah Bapa, bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Karena apa? Dengan kematian Yesus dengan pengorbanan Yesus dan kebangkitanNya tidak lagi terikat pada tempat tetapi Yesus itu sendiri menjadi korban. Karena apa? Kisah para rasul dengan indah mengatakan; ”Yang maha tinggi tidak diam di dalam apa yang dibuat oleh tangan manusia.”
Maka saudara-saudara lalu berbicara apa kepada kita hal ini. Yaitu sebagai pengikut Kristus kita sendiri diajak untuk menjadi korban rohani dan menjadi Bait Allah itu sendiri seperti Kristus. Dalam surat pertamanya St. Petrus mengatakan; ”Biarlah kamu dipergunakan, sebagai batu hidup untuk pembangunan rumah rohani bagi imamat kudus. Untuk mempersembahkan persembahan rohani berkat Yesus yang berkenan kepada Allah. Maka saudara-saudara secara lebih dekat lagi, secara konkret, kita sebetulnya menggantikan korban binatang itu. Kita juga harus mengorbankan bukan lagi binatang yang dikorbankan tetapi egoisme kita yang harus dikorbankan. Kepentingan diri kita, yang harus dikorbankan, rasa sakit kita. Orang kalau mencintai tidak pernah merasa sakit, berarti anda belum mencintai. Dan juga pengampunan. Dan bait Allah itu adalah berarti bagi kita adalah pembangunan rumah rohani kita. Artinya apa rumah rohani bagi yang lain, artinya kita diajak untuk menjadi tempat yang nyaman bagi orang lain. Kita menjadi tempat mengadu bagi orang lain. Supaya orang lain mudah minta bantuan kepada kita. Saya tidak mengancam orang lain itulah orang yang menjadi bait Allah rumah rohani, caranya bagaimana?
Sederhana sebetulnya. Kita membiasakan dengan menggunakan kata-kata, setiap kata itu bisa menyingkirkan orang lain, mengancam orang lain, atau orang lain merasa nyaman.
Kalau ada orang yang baru pertama ke Bali lalu cerita kepada anda, lalu andanya bertanya; ”Berapa hari kamu disana?”
”Tiga hari.”
”Saya seminggu lebih. Kamu mau cerita apa?”
Orang takut mau cerita. Orang baru saja menoton film Slum dog Millionaier. Baru cerita ”Saya baru nonton.”
”Saya sudah muter tiga kali.”
Orang takut akan berbicara, apakah kita menjadi tempat nyaman bagi orang lain, apakah kata-kata kita itu kita timbang kalau berbicara dengan orang lain. Ataukah kata-kata itu menjebak orang lain.
Ada cerita itu, di dalam sebuah bis ada orang Suter yang cantik. Biasa pemuda itu suka usil, menggodai suster itu karena tidak tahan diperhentian berikutnya Suster yang cantik itu keluar. Supir bis yang perempuan, melihat cowok yang ganggu itu agak lumayan cakep lalu mengatakan; ”ee... Kamu caranya nggoda norak, kamu kalau ingin nggoda Suster itu, Suster itu senang berdoa di makam di dekat gereja itu lho. Malam hari kamu datang saja pakai pakaian putih mengaku malaikat Gabriel, suster itu senang sekali kalau dengan malaikat Gabriel.”
”Yang bener”
” Ia.” Malam itu benar, dia datang pakai jubah putih ada suster yang sedang berdoa. Lalu mendekati; ”Saya malaekat Gabriel.” wah... senang sekali susternya.
Lalu setelah begitu dia mengatakan;
”Saya ingin mencium kamu.”
Dan susternya diam saja dicium, senang saja. Setelah di cium, pemudanya bilang; He ee suster, suster tidak mengenali saya ya. Saya pemuda yang tadi siang menggoda suster.”
Yang berpakaian suster menjawab,
”Kamu tidak mengenali saya ya, saya supir Bis.” Ger....ger...
Saudara-saudara, kalau bahasa itu lalu digunakan, hanya untuk menjebak. Atau bahasa itu kita gunakan untuk mencelakakan orang lain. Kita bukan korban rohani, kita bukan bait Allah. Karena membuat arah orang lain tidak nyaman, tidak aman dengan kita. Kata-kata kita, harus membuat orang lain nyaman. Kalau orang membutuhkan sesuatu, mebutuhkan suatu dukungan jangan malah mendapatkan kritik.
Ada teman yang datang mengeluh; ”Waduh gimana ya, karena saya itu kebanyakan anti biotik, gigi saya itu kuning semua.”
E.. malah dibilang; ”Kalau giginya kuning cocoknya pakai dasi coklat.” ger..
Saudara-saudara kadang-kadang ada orang yang butuh hiburan, butuh dukungan datang kepada kita, tetapi kadang-kadang kita tidak cukup bisa mendengarkan dan mengibur. padahal kata-kata itu kan kita itu tidak harus bayar. Tetapi mebutuhkan latihan supaya orang orang lain merasa nyaman dengan kita. Juga kita dilatih bagaimana menolak dengan cara yang halus, menolak yang tidak menyakitkan itu juga bisa.
Saya pernah cerita, suatu hari ada seorang muda-mudi yang baru pertama kalinya pacaran. Habis nonton film pokoknya ngantar sampai di depan rumah, baru pertama kali lalu ingin mencium. Ceweknya dengan pinter mengatakan; ”Aaaa, kamu tidak tahu ada tiga tempat saya senang dicium.”
Lalu cowoknya penasaran; “Dimana-dimana ,di mana?”
Di jawab; “Di Tokyo, Paris dan NewYork.” Ger... ger...
Saudara-saudara, kita kadang-kadang kalau punya rasa humor kita bisa menolak orang tanpa harus menyakitkan hatinya. Kita bisa membantu, jangan sampai kata-kata itu hanya kita gunakan, untuk mencari kepentingan diri kita sendiri. Kata-kata dibalik kata- kata kita menyembunyikan apa maksud dan tujuan kita sendiri.
Pernah suatu hari ada cowok cerita dengan pacarnya; ”Hai malem minggu ini seru.”
”Kenapa seru.”
”Pokoknya seru, ada konser.”
”Yang bener.”
”Ia, saya sudah beli tiketnya. Saya beli tiga.”
”Kok tiga.”
”Satu untuk ayahmu, satu untuk ibumu, satu untuk adikmu. Kita di rumah saja seru.” ( gerr... ger...).
Saudara-saudara, kalau caranya kata-kata begitu ya lama-lama orang lalu menjadi waahh ini hanya kepentingannya sendiri saja kalau ini dipakai.
Maka saudara-saudara kita harus berani jujur mengatakan. Kemampuan kita untuk menumbuhkan rasa kepercayaan kepada teman kita itu suatu latihan. Itu bukan sesuatu kalau saya ingin, saya bisa, tidak. Karena kemampuan memilih kata-kata yang menghibur dan memberi rasa kepercayaan itu adalah sesuatu yang harus kita latih setiap hari. Jangan seperti seorang dokter ini. Suatu hari, ada pasien yang datang; ”Dokter, semenjak saya kena diabetes ini saya sering mudah lupa dokter, kalau sudah parkir mau balik cari mobil saya, saya itu lupa. Mau ngantar anak saya itu, kesekolah saya itu lupa sekolahnya dimana? Saya itu pernah mengantar isteri belanja pulangnya saya sendiri, isteri saya tinggal. saya lupa kalau mengantar isteri saya, kenapa ya dok, apa saran dokter”
Dokternya langsung menjawab, ”Ahh... mumpung masih ingat, bayar dulu uang periksanya ya.” Ger... ger...
Saudara-saudara kalau selalu hanya kepentingan kita yang kita cari keuntungan, kata-katapun juga akan selalu mencurigakan dan tidak memberikan suatu rasa aman. Maka saudara-saudara kalau tema kali ini adalah tema kita untuk orang muda memberdayakan orang muda dalam hubungan lintas iman. Sebetulnya menjadi menarik apa artinya kalau kita menjadi Bait Allah menjadi korban rohani bagi yang lain. Hubungan dengan saudara-saudara kita yang beragama lain itu adalah hubungan bukan hanya suatu bentuk bahwa ini supaya hidupnya nyaman, tidak. Tetapi itu sungguh-sungguh suatu panggilan hidup. Kalau saya mau menggunakan istilah, bahwa kalau kita dipanggil menjadi Bait Allah itu artinya, kita dipanggil menjadi karya seni. Sebagai orang beriman kita dipanggil menjadi karya seni. Mengapa karya seni. Karya seni itu siapapun orangnya akan menghargai. Tidak pernah ada sekat-sekat di dalam karya seni. Dengan demikian kita justru menjadi orang yang beriman, yang bersunguh-sungguh kalau kita mendalami iman kita secara otentik, kalau kita mau terbuka bagi mereka yang beragama lain. Karena itu berarti saya tetap berakar pada iman saya, tetapi saya terbuka bagi banyak orang. Tetapi kalau kita berpikir berjumpa dengan agama-agama lain janganlah berpikir teologi pertama-tama, justru tidak.
Seorang pemikir bernama Riceur mengakatan; ”Gunakanlah, apa yang disebut analogi permainan. Di dalam analogi permainan itu apa? Kalau orang bermain, orang tidak terlalu serius, orang tidak terikat oleh hirarki sosial. Orang tidak takut pada sanksi sosial. Sehingga ada kebebasan, ada kreativitas. Saya memberi contoh sederhana. Kalau misalnya suatu ketika ada Die Natalis di Universtias, lalu kita bermain ada pertandingan sepak bola antara dosen dan mahasiswa. Kalau mahasiswanya waktu itu main melawan dosen sedang bawa bola, lihat dosennya yang killer.., nggak bisa dong, bolanya di bawa; ”Pak silahkan kalau mau masukkan?”
Ya namanya tidak bermain. Kalau bermain adalah saya sungguh-sungguh lepas dari ketakutan akan sanksi sosial, ketakutan akan hirarki sosial dan kita keluar dari formalitas dan hidup lebih bebas. Dan di dalam kebebasan kreatifitas itu menjadi lebih hidup. Maka saudara-saudara kalau kita ingin menjalin hubungan dengan orang yang beragama lain mulailah analagi permainan. Yang sederhana, main musik bersama, bertanding sepak bola. Kemping bersama, berjumpa secara informal, makan sate bersama, dan sebagainya. Itu yang akan mencairkan hubungan itu.
Saya sudah 12 tahun mengajar di UIN Sunan Kalijaga. Hubungan saya dengan dosen-dosen di sana sangat baik. Dan saya sering diminta bantuan untuk mereka membantu mengajar dan sering-sering ikut menjadi pembimbing dari mereka. Tetapi karena apa? Karena kita tidak membawa bahasa yang Eklusif, bahasa kita membuka, bahasa kita memberikan kemungkinan orang lain merasa nyaman bahwa kita bukan orang fanatik. Maka saudara-saudara kita diundang dengan demikian supaya kita juga mejadi karya seni. Semakin dalam iman kita semakin terbuka kita kepada sesama kita Amin.

Kotbah R.M Wisnumurti, SJ

Ekaristi Tgl 8 Maret 2009
Kotbah: R.M. Wisnumurti, SJ
”Komitment pada Yesus”
Injil Mrk 9 : 2 – 10

Ibu bapak, saudari-saudara terkasih dalam Tuhan. Kita telah memasuki minggu II dalam masa Prapaskah. Kalau sebelum ini dan juga dalam Minggu pertama kita mulai diajak untuk mengusahakan pertobatan dengan laku mati raga, puasa, pantang, karya amal kasih. Supaya yang kita kerjakan itu dapat menjadi persiapan menyosong perayaan Paskah. Maka semestinya memasuki minggu ke dua apa yang sudah diserukan dan juga mungkin beberapa contoh beberapa pedoman mestinya sudah mulai dilaksanakan. Maka ketika kita mendengar bacaan-bacaan hari ini rasanya kalau kita perhatikan kok ada yang janggal? Dalam masa Prapaskah apalagi baru memasuki pekan ke II kok injilnya malah cerita tentang Yesus yang menampakkan kemuliaanNya. Bukankah itu seharusnya masih nanti kalau sudah Paskah. Dan memang kalau orang dapat merasakan dapat ikut menikmati kemuliaan Kristus yang telah bangkit tentu merupakan sesuatu yang tidak ternilai membuat semua yang lain akan kehilangan artinya, seperti reaksi yang ditunjukkan oleh Petrus yang begitu tercengang tapi juga dikatakan karena takut lalu pokoknya asal bunyi, asal komentar.
“Tuhan bagaimana kalau kami dirikan tiga kemah.” Itu mungkin karena dia tidak tahu apa yang mestinya dikomentari. Mungkin kita mempunyai ungkapan “kamitenggengen”. Itu karena merasa begitu bahagia, begitu nyaman tinggal di sana sulit untuk melukiskan. Kalau orang dapat ikut serta ambil bagian dalam kemuliaan Tuhan Yesus Kristus tentu itulah yang menjadi arah perjuangan dan cita-cita setiap orang Kristen.
Maka dengan menampilkan kemuliaan yang disaksikan oleh ketiga murid mau menunjukkan arah yang sudah jelas. Kendati demikian orang tetap harus berjuang dengan segenap daya dan kemampuan untuk bisa mencapainya. Karena memang Markus mencatat, menceritakan peristiwa ini tentu ingin menunjukkan pada kemuliaan kebangkitan Kristus. Namun harus disadari bahwa peristiwa itu tidak terlepas dari seluruh peristiwa hidup yang harus dijalani oleh Yesus. Bahwa Dia harus mengalami penderitaan sengsara, wafat di salib. Karena itu memang merupakan rangkaian pelaksanaan karya keselamatan yang harus dijalaninya. Maka sebetulnya perikopa yang dibacakan hari ini tidak terlepas dari bagian yang sebelumnya, sayangnya kebiasaan mengutip salah satu perikopa karena seakan-akan memulai yang baru, sering kali dipakai pada suatu ketika itu yang tertera dalam teks kita hari ini. Padahal kalau kita membaca dalam teks Injil disebutkan enam hari kemudian berarti ada peristiwa yang mendahului sehingga peristiwa itu diungkapkan. Peristiwa mana yang mendahului? Peristiwa pengakuan Petrus, ketika ditanya, “Menurut kata orang siapakah Aku ini?” lalu para murid menyebutkan ada yang mengatakan Elia, ada yang mengatakan Yeremia, “Tetapi menurut katamu siapakah Aku ini? Lalu Petrus mewakili teman-temannya menyatakan; “Engkaulah Mesias Putera Allah.” Pernyataan itu membuat Yesus mengatakan kepada Petrus, “Berbahagialah engkau Simon, anak Yohanes karena bukan darah dagingmu yang mewahyukan itu tetapi Bapa.” Namun sesudah Petrus membuat pengakuan itu, disusul Yesus yang mengatakan “Anak manusia harus menderita, dibunuh, disalib oleh para tua-tua dan pemuka-pemuka rakyat.” Nah atas pernyataan itu Petrus yang baru saja mengungkapkan bahwa Yesus adalah Mesias. Tidak biasa terima tidak mungkin itu terjadi. Namun Yesus dengan sangat tegas menyampaikan teguranNya, “Minggir kamu.” Bahkan dikatakan, “Itu adalah kuasa roh jahat.” Petrus tidak bisa menerima bahwa Mesias harus mati menderita dan disalib.
Maka sudah pernyataan itu enam hari kemudian setelah ada jeda waktu untuk memulai merenungkan mencoba meresapkan dan menangkap maksud Yesus itu. Lalu Yesus mengajak tiga orang murid yang memang sering kali diajak untuk ikut serta lebih dekat dengan hidup Yesus menyaksikan penampakan kemuilaanNya. Penampakan kemuliaan itu untuk menunjuk hari depan. Sesudah Yesus mengalami, sengsara dan wafat di salib di akan dibangkitan, dimuliakan. Karena itu hadirnya dua tokoh besar yang ditampilkan dua tokoh umat Israel yaitu Musa dan Elia dari perjanjian lama. Justru menjadi argumen yang menguatkan dan menggaris bawahi bahwa Mesias memang harus mengalami semua itu. Musa menjadi jaminan hukum kita ingat lewat Musa, umat Israel dan kita menerima Dekalog 10 perintah Allah. Sedangkan Elia menjadi jaminan kenabian, maka kalau Musa mewakili Nasionalisme, Elia mewakili segi keagamaan. Keduanya bergabung menjadi tanda yang kuat dan meyakinkan, bahwa janji Mesianis itu terpenuhi. Dalam diri Yesus, dari Nazareth, lalu masih ditegaskan lagi. Pemakluman yang keluar dari Bapa ketika Yesus menampakkan, kemuliaanNya, lalu dari awan terdengar suara, “Inilah Putera yang Kukasihi dengarkanlah Dia.” Pemakluman itu berarti merupakan pemakluman kedua ketika Yesus, dibaptis, Bapa juga memaklumkan hal yang sama, maka pemakluman itu semakin menegaskan, bahwa Dialah memang yang diutus, untuk melaksanakan karya penyelamatan. Namun Mesias itu adalah Mesias yang harus menderita, Mesias yang harus wafat disalib karena taat kepada Bapa. Namun kemudian karena ketaatanNya itu, Dia pun dimuliakan dengan kebangkitanNya. Karena itu kemuliaan, kebangkitan tidak bisa tidak, harus dicapai melalui penderitaan dan wafatNya. Tidak dapat dilepaskan sebagai bagian yang berdiri sendiri karena itu kalau orang mau ikut serta dalam kemuliaan kebangkitanNya. Ia pun juga harus menempuh jalan yang sama, sebagai mana dilalui oleh Yesus. Itulah sebetulnya yang menjadi komitmen kita saat kita dibaptis, ketika kita dibaptis kita menyatakan Ya, saya mau ikut Kristus, Ya saya mau menggabungkan hidup saya menyerupakan hidup saya dengan hidup Kristus. Kalau itu yang terjadi dan kita juga menghayati menjalani dengan penuh ketaatan maka apa yang tadi disampaikan oleh rasul Paulus, kendati berupa pertanyaan, namun itu sekaligus menjadi suatu penegasan bahkan Allah sendiri rela menyerahkan PuteraNya, Dia tidak menyayangkan PuteraNya sendiri tetapi menyerahkan bagi kita semua kalau kita membangun sikap hidup seperti Sang Putera maka kitapun juga akan ikut serta mendapatkan anugerah kemuliaan yang diterimaNya.
Masa Prapaskah menjadi masa yang paling tepat untuk mengembangkan semangat mau mengikuti Kristus tadi, mau membaharui, mau menegaskan kembali komitmen yang pernah kita nyatakan. Hal-hal itu dapat terwujud bila kita selalu mengarahkan hidup kita iman kita, kepada Tuhan. Caranya dalam masa Prapaskah ditawarkan kepada kita, melalui hal-hal yang kita jalani kita alami dalam hidup kita sehari-hari.
Tawarannya antara lain lewat, mati raga dengan puasa dan pantang, maksudnya apa? Supaya kita lalu lebih mengarahkan hidup kita bukan kepada yang lain-lain tetapi kepada Kristus, kepada Allah. Dengan ajakan untuk meningkatkan ibadah, dan amal kasih supaya kita tidak hanya memberi perhatian kepada diri kita sendiri tetapi terutama kepada Tuhan dan juga kepada sesama.
Maka sekedar contoh kecil, kita mengawali masa Prapaskah lalu disiapkan kota-kotak yang memang bagus seperti kotak yang kadang-kadang dipakai, kalau anak-anak ulang tahun dibagikan kepada teman-teman maka karena melihat kotak yang bagus yang ditawarkan kepada anda yang mengambilnya, ada yang tanya, “Ini bayar beberapa.” Jadi seakan-akan kota itu dibeli untuk hiasan. Padahal kotak itu disediakan, supaya kita lalu bisa mengisinya, karena bukankah tawaran puasa dan pantang itu bukan berarti kita mengurangi atau menyisihkan apa yang kita punya kita punya untuk di tabung supaya nanti kalau sudah terkumpul selama 40 hari kita dapat lebih banyak uang saku? Bukan. Kita masukkan apa yang kita sisihkan, saat kita berpantang, mengurangi ini dan itu, demi memikirkan orang lain. Maka juga tindakan karya amal kasih menjadi wujud nyata kesediaan kita untuk bertobat. Sebagaimana Kristus yang taat bukan hanya memikirkan kepentingannya sendiri tetapi rela berkorban bagi kita semua. Oleh karena itu kalau dalam masa Prapaskah kita diajak untuk membaharui hidup lewat tindakan-tindakan konkret yang nyata tadi, itu menjadi sarana untuk membangun sikap supaya semakin menyerupai Kristus, sehingga pada saatnya kita pun boleh ikut di dalam kemuliaan kebangkitannya memperoleh keselamatan. Ibarat kendaran yang perlu diservis supaya jangan nanti mogok di jalan, begitu pula hidup rohani kita, hidup iman kita selama masa Prapaskah perlu di servis supaya menjadi semakin peka, semakin mampu menangkap sapaan dan kehadiran Tuhan di dalam hidup kita. Amin.