Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 19 Oktober 2009

Kotbah Romo Yohanes Yuliawan Maslim, SCJ

Ekaristi 19 Juli 2009
“ Kesengsaraan karena kurangnya rasa kasih.”
Injil Mrk 6 : 30 – 43

Saudara-saudari yang terkasih, anak-anak yang dicintai Tuhan. Dalam sebuah pertemuan orang muda, ada sebuah pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang yang ikut pertemuan itu. Ia mengatakan mengapa kita sebagai orang katolik, itu salib kita itu ada Korpusnya. Korpus itu ada tubuhnya ada Kristusnya. Bukankah Yesus itu sudah bangkit kok masih saja digantung disana. Mereka mencoba mencari jawaban tapi kiranya tidak mudah menemukan jawaban. Karena memang ditempat lain hanya salib palang saja.
Salah seorang menujuk jari untuk menjawab pertanyaan itu. Mungkin sebagai ungkapan kepercayaannya, mungkin juga untuk ya membuat temannya itu menjadi sedikit tenang dengan jawaban itu. Dia mengatakan, “Nah kalau seandainya Yesusnya tidak ada kita sulit membedakan, jangan-jangan itu salibnya sang penjahat yang di sebelah kiri atau sebelah kanan, nggak jelas. Nah kalau begini menjadi jelas itu Yesus dan diatas ada tulisan INRI, inilah Yesus dari Nazareth raja orang Yahudi. Nah jawaban itu tampaknya membuat yang bersangkutan menjadi sedikit tenang bahwa kalau salib dengan Kristus itu jelas, kalau salib tanpa Kristus itu kabur. Salibnya siapa nggak tahu.
Nah peristiwa ini bagi saya yang untuk menggangkatnya mau mengatakan kepada kita semua. Bahwa Kristus yang tersalib itu menjadi bagi kita orang Kristiani khususnya sebagai orang katolik menjadi sumber dan pusat hidup kita. Maka saudara sekalian perhatikanlah di rumah kita masing-masing kita memasang salib, berapa pernah hitung berapa banyak di kamar tamu, di kamar tidur, mungkin juga ada yang pasang di WC. Bisa jadi tapi pertanyaannya mengapa kita memasang itu dan untuk apa kita memasangnya? Saudara sekalian yang terkasih itulah tanda kehadiran Tuhan. Dimana Tuhan disitu hadir, disitulah dia menyertai kita. Maka saya pesan kepada bapak-ibu, anak-anak yang seandainya suatu ketika dalam rumah tangga itu terjadi ketegangan dan mau berantem berdoalah dulu dihadapan salib itu. Mohon restu kepada Yesus, kami mau berkelahi.
“Lho romo itu nanti nggak jadi”.
“Itulah memang sebaiknya tidak terjadi. Karena disitu Tuhan hadir.”
Tema yang hari ini diangkat adalah Allah peduli, Allah peduli berarti Allah memperhatikan. Injil yang baru saja kita dengarkan ini mengangkat dua kisah di dalamnya ada peristiwa penting yang dituliskan. Yang pertama, murid-murid pulang setelah mereka berkeliling. Nanti kalau anda pulang membaca injil ini sebelumnya ada kisah Yesus mengutus murid-muridnya. Dan mereka setelah melakukan pekerjaan itu mereka pulang dan mereka capai. Bahkan dikatakan sampai-sampai tidak makan. Dan Yesus melihat kelelahan mereka Dia berkata, “Marilah ketempat yang sunyi, supaya kita sendirian dan beristirahatlah seketika.” Yesus memperhatikan, Yesus peduli pada para murid-murid-Nya yang kelelahan. Maka Dia mengajak untuk beristirahat. Maka mereka naik perahu menyeberang. Untuk mencari tempat yang sunyi istirahat disana.
Tapi apa yang terjadi, orang-orang banyak itu melihat bahwa Yesus menuju ke seberang. Maka mereka mengambil jalan darat dan ternyata lebih cepat mungkin pakai lari-lari juga dan sampai duluan di tempat Yesus akan tiba. Nah peristiwa kedua terjadi, melihat sejumlah besar orang banyak, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Yesus tergerak hatinya oleh belas kasihan tidak tega melihat orang banyak itu, maka Yesus berhenti dari situ dikatakan, Dia mulai mengajar mereka. Yesus tidak jadi istirahat karena Dia melihat banyak orang yang datang mengharapkan sesuatu. Tetapi para murid tetap ia beri kesempatan istirahat dan Yesus mengambil alih tugas itu dan melakukan pengajaran kepada orang banyak itu.
Perhatikanlah dua peristiwa ini di mana Yesus sangat peduli dengan situasi konkret waktu itu. Dan kata-kata yang sungguh-sungguh bagi kita penting ketika dikatakan tergerak hatinya oleh belas kasih. Tergerak hatinya, bukan perasaannya tetapi hatinya kedalam diri Yesus itu tersentuh oleh situasi itu dan di melakukan pengajaran untuk mereka. Gerakkan hati itulah yang muncul dalam sebuah tindakan, itulah kepedulian. Kepedulian yang dibuat oleh Yesus.
Hal yang sama kita temukan dalam bacaan yang pertama tadi, dari kita nabi Yeremia. Tuhan bersabda, ada situasi yang tidak baik yang terjadi, dia mengatakan kepada para penggembala yang diberi tugas, “Kamu telah membiarkan kambing dombaku terserak dan terceraiberai, dan kamu tidak menjaganya.”
Gembala-gembala itu diberi tugas menjaga kambing dan domba tapi mereka tidak lakukan, yang mereka jaga mungkin ayam dan bebek. Kambing domba itu adalah gambaran bangsa Israel yang diberi kepercayaan oleh kepada orang-orang tertentu supaya dijaga, didampingi. Tetapi mereka tidak melakukan. Maka Tuhan mengatakan Aku akan mengangkat atas mereka gembala-gembala yang akan menggembalakan mereka, Aku akan menumbuhkan tunas adil bagi Daud. Tuhan menjanjikan sebuah perbaikan. Kepeduliaan Allah tampak dalam sebuah perubahan yang terjadi.
Dua bacaan hari ini menunjuk pada suatu point yaitu Allah yang peduli, Allah yang berbelaskasih, dan Allah yang memperhatikan kita. Saudara-saudari dan anak-anak yang terkasih kepedulian Tuhan itu tampak dari ungkapan yang saya katakan tadi tergerak hatinya oleh belas kasih. Hanya orang yang punya hati bisa tergerak dan orang yang punya kasih bisa bergelak. Kalau orang tidak punya hati tidak terjadi apa-apa. Kalau orang tidak punya kasih juga tidak terjadi apa-apa. Maka hati dan kasih itu menyatu. Di situ ada arca Hati Kudus Yesus. Hati itu adalah kasih dan kasih itu adalah Allah sendiri. Yang sungguh hadir sampai hari ini.
Paus Benediktus ke XVI menulis sebuah Ensiklik yaitu surat yang berjudul beberapa waktu lalu Deus Caritas est. Allah adalah kasih. Allah adalah kasih dan itu mau ditunjukan pada kita semua begitu Allah itu begitu dekat dengan kita. Itulah yang dibuat oleh Tuhan melalui para nabi dan akhirnya melalui Yesus. Menunjukkan kasih dan menjadi perpanjangan kasih itu. Kita bisa bertanya sekarang siapa yang meneruskan kepedulian Allah, meneruskan kasih Allah itu, siapa? Jawabannya adalah ini, semua orang anda semua yang hadir disini, termasuk saya. Yang mendapat perpanjangan tugas untuk menjadi dalam bahasa saya, nabi-nabi cinta kasih di jaman ini. Melanjutkan kepedulian Allah di jaman ini.
Saudara sekalian Ibu Theresa dari Kalkuta itu pernah menulis, dan mengatakan “Dunia kita sekarang ini banyak penderitaan, kesengsaraan, penyakit, kejahatan, seperti kemarin pagi kita mendengar bom meledak. Itu karena apa?” Dia mengatakan, ‘Karena kurangnya kasih. Kurangnya kasih, keluarga-keluarga retak. Mungkin yang ikut panggilan Tuhan tidak setia. Karena kasih itu belum menjadi milik. Allah belum menjadi bagian hidup kita. Maka sebenarnya Allah yang peduli itu harus kita sambut. Tidak kita diamkan, tetapi kita sambut. Bagaimana kita menyambutnya. Tuhan tidak minta yang besar-besar. Cukuplah kita membuka hati kita, menerima saluran kasih itu, dan kita hidup dalam jalur kasih itu.
Saudara sekalian ketika anda hari ini datang ke gereja merayakan Ekaristi itulah tanda bahwa anda sedang menyambut kasih Allah. Anda sedang menjawab kasih itu anda datang ke sini. Ini bukan sebuah kebiasaan, bukan sebuah kewajiban tapi sebuah kerinduan akan kasih Allah. Kembali Ibu Theresa dari Calcutta mengatakan kasih itu mulai dari rumah masing-masing maka saya tadi mengatakan salib di rumah itu tanda kehadiran Tuhan, tanda kasih Allah dan disitulah mulai kasih itu. Dan dari situlah kita membawanya kemana saja kita .
Saudara-saudari dan adik-adik yang terkasih Allah yang begitu peduli, begitu mengsihi kita sebagai gembala. Ia menggembalakan kita domba-dombanya baiklah kita sambut itu lewat hidup kita, lewat kasih kita kepada-Nya, lewat pemberiaan hidup kita Tuhan tidak minta yang besar tapi cukup yang kecil-kecil saja. Kita tidur malam hari, kita bangun pagi hari membuka mata apa yang kita buat itulah langkah pertama setiap hari. ketika kita membuka mata, kita mengatakan terimakasih Tuhan kasih kita ungkapkan.
Ya, untungkan masih bisa bangun. Coba kalau tadi kita tidak bangun, atau besok pagi kita tidak tahu mungkin kita bangun dan mungkin juga tidak bangun.” maka mari kita selalu menyambut kasih itu dengan kasih kembali kepadanya. Saudara-saudari yang terkasih hati Tuhan terbuka maka kita pun membuka hati kita baginya. Amin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar