Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 19 Oktober 2009

Kotbah Romo Joanes Hartono Budi, SJ

Ekaristi Tgl 12 Juli 2009
“Aku siap diutus.”
Injil Mrk 6 : 7 - 13

Bapak-ibu, saudara-saudariku terkasih, khususnya kaum muda selamat sore. Beberapa hari yang lalu 9 juli para romo dan bruder Jesuit merayakan kedatangannya di Indonesia ini yang 150. 9 juli tahun 1859 dua orang Jesuit, relative masih muda 30 an tahun romo Van Den Elzen dan romo Palinckx tiba di Tanjung Priok. Beberapa saat kemudian apa yang terjadi mereka datang ke bumi nusantara ini melihat ternyata orang-orang di Nusantara ini bicaranya bahasanya macam-macam. Saya mungkin membayangkan kalau ada tamu di paroki kita lalu ketemu dengan kita sekalian di sini segera sadar bahwa kita tidak berbicara satu bahasa, ada yang berbicara banyak macam yang berbahasa timur tengah dan juga barat bagian Indonesia ini, kita berbicara berbagai macam bahasa. Pada waktu itu mereka langsung merasa rindu membayangkan kalau bukan aku orang Belanda ini suatu saat harus ada orang setempat. Untuk apa saudara-saudariku terkasih, supaya sabda Allah ini diperdengarkan dalam bahasa setempat. Mereka langsung misionaris-misonaris Jesuit ini punya kerinduan. Ah alangkah bagusnya kalau sabda Allah di komunikasikan oleh orang yang mentalitas dan cara pikirnya kurang lebih sama dengan rekan-rekan pendengarnya. Cita-cita itu menurut hemat saya dicoba diemban sesudah 150 tahun oleh para Jesuit khususnya di paroki ini bagaimana kita diajak untuk bisa dengan kesaksian hidup dan kata-kata mewartakan sabda Allah, sabda kehidupan. Ketika mempersiapkan kotbah ini saya tanya kepada romo Wisnu ada kegiatan apa saja disini. Beliau menyebutkan misalnya, ada kursus Kitab Suci, romo Martin itu jagonya Kitab Suci. Ada disini lalu pembekalan tim Liturgi, pembekalan tim liturgi lingkungan, pembekalan para Katekis. Pembekalan para lektor baru. Dan juga prodiakon yang nanti di dalam woro-woro kita akan mendengar undangannya.
Untuk apa semuanya itu saudara-saudariku terkasih, kaum muda terkasih. Supaya orang-orang kita sendiri dengan kata dan kesaksian hidup menyampaikan pesan kehidupan sabda Tuhan ini. Yesus Kristus yang mencintai kehidupan supaya dikomunikasikan sampai kepada relung-relung hati kita orang-orang muda ini.
Romo Heru itu ahli Islam maka di paroki kita ini juga ada kelompok namanya PELITA. Memperhatikan hubungan antar agama. Kaum muda didampingi oleh Romo Heru ingin meningkatkan kesadaran sejak awal bahwa kita tidak hidup sendirian, tidak hidup di bawah isolasi. Kita hidup ditengah masyarakat nusantara ini. Dan paroki kita ini saya lihat seperti miniatur Indonesia. Aneka macam orang dari aneka macam suku bahasa hadir disini, tempat ini menjadi tempat jujukan. Maka memang penting sekali untuk memberikan waktu menyapa hati-hati, hati satu hati yang lain yang datang dari berbagai macam tempat ini. Saudara-saudariku lalu apa hubungannya dengan kedua bacaan yang kita dengar tadi. Bagiku kedua bacaan tadi memberikan dua pilar. Mereka yang mempunyai keperihatinan untuk diutus. Kaum-kaum muda yang mau memberikan waktu dan hidupnya untuk diutus, untuk mencintai sabda Tuhan yang sampai ke hati orang lain. Pertama syaratanya pasti mendengarkan sabda Allah itu, dan menanggapinya secara positif tidak tinggal diam saja.
Yang kedua diwakili oleh injil, kalau kita mau diutus ingat yang mengutus adalah Yesus. Bukan pertama-tama diri kita sendiri apalagi kita diam-diam mencari kepenuhan agenda pribadi. Marilah kita pelan-pelan memperhatikan kedua bacaan yang kita dengar tadi. Bacaan yang pertama tentang Amos. Dramanya demikian saudara-saudariku , Amos yang kita dengar sore hari ini menanggapi kritik, kritik dari siapa, dari nabi lain. Siapakah itu, nabi namanya Amasia, siapakah Amasia. Amasia adalah nabi kraton, nabi kerajaan, nabi dengan sertifikat, nabi dengan setempel. Nabi yang menyuarakan yang sejalan dengan hal-hal kekratonan, kerajaan. Amos dipanggil secara lain, Amos dikritk oleh Amasia, “Siapa kamu itu? Kamu bukan dari kami, kelompok para nabi tidak punya sertifikat tidak datang dari orang-orang yang terpilih dengan pembekalan seperti kami. Siapa kamu? Apa jawab Amos.
Mari kita dengar dia mengatakan demikian, “Aku ini bukan nabi, melainkan peternak dan pemungut buah Ara hutan. Dia adalah orang luar kerajaan. Orang pinggiran, orang petani, orang beternak. Tetapi kata Amos, “Tuhan mengambil aku dari pekerjaan mengiring kambing dan domba untuk pergi membawa sabda Allah. Kehebatan Amos adalah walaupun dia orang pinggiran dia orang yang tidak dikenal tetapi dia mendengarkan dalam hatinya sabda Allah itu dan menanggapinya dengan cinta. Menanggapinya dengan cara positif.
Saudara-saudariku terkasih aku ingat mazmur 139 ayat 9 yang mencerminkan pengalaman Amos itu. Siapapun Amos yang pertama dia adalah orang yang dekat dengan Tuhan. Hatinya hangat terhadap Allah. Mazmur itu mengatakan demikian “Jika aku terbang dengan sayap fajar, membuat kediaman di ujung laut. Disana tangan Mu menuntun aku tangan kananMu memegang aku. Mazmur ini menyuarakan pendoa orangnya Allah yang dekat dengan Allah dan mensyukuri panggilan Tuhan itu dalam hatinya.
Minggu-minggu ini saya ingat terpesona sekali dengan cerita seorang teman Pastor, bukan romo Pram. Orang lain dia menceritakan demikian, “ Ton ketika kecil aku pernah kelelep, tenggelam dalam sungai. Ton siapa yang orang yang bicara padamu saat ini? Aku ini yang pernah kelelep tetapi tetap hidup. Tuhan punya rencana sesuatu. Lalu ia jadi Pastor. Dia melanjutkan ceritanya, saudara-saudariku, Ton dua tahun yang lalu kamu sendiri tahu aku terkena serangan stroke, aku kelelahan bekerja mewartakan sabda di stasi-stasi, ke pelosok-pelosok sampai di Pastoran aku terserang stroke dengan separo tubuhku aku memasukkan mobil ke dalam garasi dan aku kolaps. Siapa yang berbicara denganmu sekarang ini. Aku yang dulu pernah kelelep yang pernah stroke, tidak mati masih hidup. Tuhan punya rencana sesuatu, aku masih mencari.
Yang mempesona dan menyentuh aku saudara-saudariku, dia mengatakan, “Kok saya sekarang ini punya dorongan untuk gampang minta maaf dengan teman-temanku sepekerjaan. Dengan umatku dengan kenalanku. Dan aku sendiri rasanya terdorong untuk bisa lebih memaafkan mereka semuanya itu seandainya punya kesalahan. Bagiku mazmur 116 ayat 8 mengatakan sesuatu yang tersimpan di dalam hati sahabatKu ini mazmurnya mengatakan demikian “Tuhan meluputkan jiwaku dari maut ia mengusap air mataku menguatkan kakiku, aku boleh menikmati hidup di dunia ini dihadapan wajah Allah.” Mazmur 116 ayat 8 ini bagiku mencerminkan siapakah utusan Tuhan itu. Utusan Tuhan pertama-tama orang yang bisa menikmati hidup. Utusan Tuhan petama-tama orang yang bisa mensyukuri kehidupan ini melihat kehidupan ini secara positif sedemikian rupa sehingga dia bisa membagikan kepada yang lain, kepada sesama, kepada teman kepada keluarga kepada masyarakat. Bukan orang yang rasanya haus kehidupan, semua-muanya untuk memenuhi dirinya sendiri. Rasaku dia belum hidup, utusan Tuhan adalah orang yang mengalami kehidupan dan mensyukurinya.
Mari kita sekarang melihat pada injil, injil adalah sekali lagi menunjukkan pilar panggilan utusan Tuhan yaitu bahwa kita diutus oleh Yesus.
Lihat drama injil Markus, pada awal injil Markus Yesus diceritakan penuh kesuksesan dikatakan Yesus meredakan angin ribut. Mengusir roh-roh jahat, menyembuhkan seorang perempuan, menghidupkan seorang anak Yairus. Belum selesai bab III sudah ada orang yang mau membunuh Yesus.
Minggu lalu kita mendengar Yesus juga punya kesulitan dengan orang-orang sekampungnya. Di Nazareth Yesus ditolak, maka Yesus berpikir sekarang, “Saya harus mengubah metode Saya, karena bagaimana pun juga sabda Allah harus sampai ke setiap hati yang Dicintai oleh Allah. Maka dia memanggil 12 rasul itu. Kira-kira mengapa saudara-saudariku Yesus mengutus 12 rasul.
Bagiku karena Yesus mengalami diriNya sendiri sebagai utusan. Yesus adalah utusan Bapa, orang Kristiani identitas dasariahnya adalah utusan, seorang utusan Yesus. Mari kita melihat kutipan yang lain. Yesus mengutus para murid siapakah para murid itu. Bab 4 ayat 9 dari injil Markus mengatakan demikian, Hai siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar. Ini adalah kritik terhadap para rasul itu. Para rasul seperti kita sekalian punya telinga jumlahnya dua tidak lebih tetapi tidak semua telinga ini bisa mendengar. Para rasul punya mata seperti kita ini, dua tidak lebih jumlahnya, tetapi tidak semua mata bisa melihat, melihat kebutuhan orang lain, melihat kebutuhan diriku akan sabda Allah. Tetapi sore hari ini injil mengetengahkan kepada kita bukan kritik tapi ajakan positif bagaimana pun juga Yesus mengundang kita mengutus para rasulnya untuk membawa kabar gembira. Kita lihat untuk apa saja? Yang pertama untuk mewartakan tobat, yang kedua mengusir setan, ketiga menyembuhkan orang sakit. Apa artinya saudara-saudariku. Bagiku mewartakan tobat mengusir setan kurang lebih sejalan, tobat berarti orang salah jalan, lalu membalikkannya kepada jalan yang lain. Mengusir setan siapakah setan?, setan adalah bukan demit-demit tetapi semua kekuatan diluar dan di dalam diri kita yang mau menjauhkan kita terhadap Allah dan terhadap sesama. Maka utusan Tuhan pertama-tama dengan kata dan tindakannya ingin membawa orang kembali kepada Allah. Allah yang memberikan kehidupan ini. Allah yang mencintai kehidupan ini. Menyembuhkan orang sakit artinya apa? Secara dasariah supaya, membantu orang supaya mudah hidupnya. Supaya hidupnya lebih menyenangkan, menggembirakan. Membahagiakan betapa sulitnya saudara-saudariku ketika kita mengalami sakit maka kita mensyukuri kehidupan ini kurang lebih.
Maka aku ingat Yohanes 10 ayat 10 mengatakan sabda Yesus, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dengan segala kelimpahannya.” Yesus datang bukan petama-tama untuk perintah ini perintah itu bukan, supaya hidup kita membahagiakan. Supaya hidup kita layak dihidupi dihadapan wajah Allah.
Paulus dalam surat Roma 14 ayat 17, mengatakan demikian kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman tetapi soal kebenaran. Damai sejahtera sukacita, dalam roh kudus. Kaum muda sekalian saudara-saudariku terkasih injil mengajak kita untuk berpikir lebih jauh dari wilayah sekitar paroki kita. Injil mengajak kita untuk membentuk pribadi yang punya cita, punya kerinduan yang lebih luas dari lingkungan kita, dari bangsa kita. Untuk dunia kita.
Maka sebagai penutup woro-woro 150 tahun Jesuit akan di rayakan mungkin cukup besar, tgl 19 dengan undangan terbatas karena tempat kami akan membuat resepsi, jendral Jesuit Romo Adolf Nikolas akan datang tgl 15. dan pada waktu itu beliau akan mengajak kami berpikir, bagaimana melayani dunia kita ini dengan lebih baik. Tanggal 20 kita akan mensyukuri, tidak hanya mensyukuri dalam Ekaristi biasa, tetapi kita akan mengenangkan bagaimana kami, kita sekalian bersama anda yang kenal dengan romo, bruder, Jesuit mengupayakan kehidupan di dunia ini kehidupan yang lebih layak. Semua ini akan dilaksanakan dikampus Sanatha Dharma, dikampus Paingan Sanatha Dharma. Memang undangannya terbatas. Tetapi sekali lagi kita semua diajak untuk berpikir, jendral kami sering mengatakan demikian, “Apakah engkau mencintai Kristus, apakah engkau mencintai manusia. Marilah kita bersama-sama memikirkan itu. Kehidupan yang mencintai Kristus, kehidupan yang mencintai manusia seperti kita sebagai keluarga dan teman-teman kita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar