Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 19 Oktober 2009

Kotbah Romo Heru Prakosa, SJ

Ekaristi Tgl 26 Juli 2009
“ Yesus Solider dengan umat disekitar-Nya.”

Ibu-bapak, saudari-saudara yang terkasih, baru saja saya selama dua minggu tinggal dengan 18 Frater Yesuit dari Jakarta dan seorang Romo itu tinggal di pesantren. Kami hidup bersama, kami mengikuti kegiatan yang bisa dilakukan bersama dan pada awalnya di- situ tentu terasa berat. Pertanyaan yang muncul juga sederhana-sederhana saja yang informatife hanya darimana, bagaimana belajar ini dan itu. Tetapi hari kedua, hari ke-tiga diskusi menjadi semakin tidak mudah tetapi pertanyaannya, dan salah satu pertanyaan yang muncul adalah ini; pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang santri .. kepada frater. “Menurut frater apakah yang membuat frater tetap bertahan dengan iman Katolik, apa yang membuat frater tetap nyaman dengan iman itu? Dan fater ini menjawab demikian. “Saya merasa terkesan, merasa nyaman dengan iman saya karena di dalam iman saya saya dibawa pada kesadaran bahwa Allah sungguh peduli kepada manusia. Bahwa Allah tidak tinggal diam. Bahwa Allah mau ikut serta dalam perjuangan manusia, dalam jatuh bangun manusia. Dan itu menjadi nyata ketika Allah mewahyukan diri dalam diri Yesus yang mengalami semua yang dialami oleh manusia bahkan sampai mati. Keikutsertaan Allah, bela rasa Allah, solidaritas Allah, menjadi nyata dalam diri Yesus. Keikutsertaan yang memang mau ikut dan terlibat dalam segala pergulatan manusia. Allah hadir di tengah manusia dan karena itu menurut St. Igantius dari Loyola, wajahnya juga dapat ditemukan dalam berbagai hal dalam berbagai pengalaman yang ada yang kita cintai dalam hidup sehari-hari kita.
Saudari-saudara yang terkasih, tadi ibu – bapak sebelum Ekaristi menyaksikan tayangan gereja menyapa tentang Serikat Yesus yang tahun ini merayakan 150 tahun kehadirannya di Indonesia. Mengapa ini dirayakan menjadi sesuatu yang sangat bermakna, berharga bagi kami, tetapi lebih dari itu adalah karena juga pada tgl 31Juli nanti adalah pesta Ignatius dari Loyola, dan kami para romo terlebih saya mau ikut berbagi pengalaman, berbagi tentang semangat St. Ignatius pelindung kami pendiri kami kepada ibu-bapak dan saudari-saudara yang terkasih. Berbagi tentang kesadaran bahwa Allah memang hadir di tengah kita. Dan wajahnya dapat kita jumpai, dapat kita temukan dalam berbagai pengalaman keseharian kita.
Barang kali ibu – bapak masih ingat tahun lalu kami mencoba untuk menyemak semangat Ignasian ini di dalam Ekaristi lingkungan hidup. Dengan dekorasi serba penuh dengan taman, binatang melukiskan bahwa Allah hadir dalam ciptaan, di dalam alam semesta. Di dalam lingkungan hidup di sekitar kita. Dan tahun ini bersamaan dengan tahun kaum muda yang dica-nangkan oleh Keuskupan Agung Semarang, Gereja Kotabaru mencoba menawarkan gagasan kaum muda yang kebanyakan dijumpai di tengah kota, di tengah metropolitan. Bahan yang bisa kita renungkan adalah apakah di tengah hiruk-pikuk keramaian kota metropolitan, Allah juga hadir? Allah juga dapat kita jumpai kehadirannya. Wajahnya, penyertaannya bagi kita? Kota metropolitan biasanya di identikan dengan hal-hal yang negatife. Di sana tertulis Pasar Kembang yang ada di Yogyakarta. Tempat lain selalu ada dalam berbagai bentuk Pasar Kembang, di Paris banyak Pasar Kembang. Tetapi yang menarik adalah di tengah metropolitan semacam Paris juga ada biara yang seperti Rowoseneng, para Rahib yang hidup di tengah kota, bekerja di tengah segala persoalan kota dan membuka perayaan liturgi untuk umat secara luas bahkan juga kaum muda yang tertarik. Dan di situ kaum muda merasakan, menemukan bahwa di tengah-tengah kota Allah tidak menyembunyikan diri. Persoalannya adalah bukan Allah itu hadir atau tidak, tetapi seberapa jauh kita sungguh peka akan kehadirannya, seberapa jauh kita sungguh membuka hati kita untuk penyertaan dan keterlibatan Allah ditengah kita.
Ibu bapak, dan saudara-saudara yang terkasih, kita dengar tadi dari bacaan pertama bacaan dari St. Paulus kepada umatnya di kota Ebetus. Kota Ebetus adalah kota yang sekarang termasuk kota di negara Turki. Kotanya tidak terlalu besar. Ketika saya kesana bandingannya tidak sebesar di Yogykarta ini. Tetapi kita dengar tadi bagaimana persoalan umat yang ada di kota Efesus jaman itu. Rupa-rupanya tidak sulit untuk ditebak. Suasana kota mem-buat orang cende-rung mau memusat-kan diri pada kepentingannya se-ndiri. Maka kita dengar tadi ajakan St. Paulus, ajakan untuk mau berbagi, ajakan untuk mau saling membantu dan kiranya itu juga sesuai dengan bacaan Injil yang kita dengar tadi. Kisah tentang para murid yang mengikuti Yesus di mana hadir banyak orang mendengarkan ajaran-Nya. Sampai larut dan orang-orang ini belum makan. Yesus mencoba bertanya; mengajak mereka untuk berpikir tentang makanan bagi orang-orang ini dan para murid seolah-olah tidak mau tahu. Biarkan mereka cari sendiri bukan urusan kami. Dan bagaimana Yesus mendidik para murid ini. Seolah-olah Yesus mau mengatakan pointnya bukan ada makanan atau tidak, pointnya adalah apakah mau berusaha, mau mencoba melakukan sesuatu upaya-upaya yang menunjukkan bahwa saya sungguh terlibat dan mau tahu dengan kepentingan orang lain.
Saudari-saudara yang terkasih ada sesuatu yang menarik dari teks yang kita miliki. Silahkan ibu dan bapak membuka halaman 27. di sana ada hasil angket yang dibuat oleh rekan-rekan muda EKM tahun lalu sesuatu yang menarik di bagian tengah tentang keperihatinan kaum muda. Saya sendiri begitu terkejut ketika menjumpai bagaimana kaum muda di kota Yogyakarta ini merasa bahwa salah satu keprihatinan yang perlu harus ditangani adalah tentang persoalan-persoalan Sosial persoalan-persoalan kemanusiaan. Rupa-rupanya di tengah budaya kota orang sering lupa bahwa ia hidup tidak sendirian. Dan kiranya ini juga sesuai dengan ajakan Yesus, ajakan Kristus supaya kita mau memberi perhatian bagi pihak lain. Berbagi, berbelarasa, solidaritas karena Allah sendiri solider dengan kita, karena Allah sendiri berbelarasa dengan segala pergolatan hidup. Tetapi barangkali persoalan itu tidak semudah yang kita bayangkan, kita juga perlu ingat akan hal-hal yang sederhana yang kita jumpai di tengah hidup menggereja kita. Di Kotabaru ini, ibu-bapak masih ingat dua tiga bulan yang lalu di ilustrasi-ilustrasi teks warta iman di belakang, ada ilustrasi yang mengelitik hati kita sekruang-kurangnya bagi saya. Yang pertama lukiskan tentang anak-anak Patemon mereka yang bekerja keras untuk menampilkan tayangan gambar tadi ibu-bapak yang terlebih yang ada di luar, mereka kebanyakan putri-putri agak lansing, kurus, kecil. Agak kerepotan mengangkat televisi kerja keras dan di dalam ilustrasi dikatakan, ditampakkan ketika mereka terlalu berat mengakat itu umat yang lain hanya menonton saja. Atau lukiskan lain ketika petugas tatalaksana mengumpulkan kotak-kotak kolekte, bahkan satu orang harus membawa banyak tidak tahu jalannya karena matanya tertutup dengan kota-kotak itu yang lain juga hanya diam saja. Barang kali ilustrasi-ilustrasi sederhana itu mengajak kita untuk juga mau peduli dan mau tahu dengan lingkungan sekitar kita. Ajakan untuk sekali lagi memberi perhatian yang tidak terpusat kepada diri sendiri, tetapi kepada pihak lain lebih bagi mereka yang membutuhkan.
Saudari-saudara terkasih, dekorasi yang dapat ibu bapak nikmati ini dikerjakan dengan begitu keras oleh teman-teman dekorasi kita harus ngelembur beberapa malam. Dan kota yang biasanya dibangun dengan banyak biaya kadang-kadang negara juga ha-rus hutang ini juga belum terlu-nasi semuanya. Tetapi yang pen-ting adalah bah-wa di tengah kesibukan, di tengah hiruk pikuk ini ada taman, ada air ada hijau kesegaran. Pertanyaan yang bisa kita renungkan ditengah kehidupan, di tengah kota penuh dengan persoalan hiruk pikuk itu mampukah kita menampilkan diri sebagai air yang menyegarkan bunga dan tanaman yang membawa kesejukan. Bukan pertama-tama dengan penampilan tetapi terlebih dengan keberanian kita untuk memberikan diri, keberaninan kita untuk membantu, keberanian kita untuk berbelarasa dengan saudari-saudara di sekeliling kita. Dan tentu saja salah satu tantangan dalam budaya kota adalah tentang keluarga betapa tidak mudah harus membangun keluarga di tengah hiruk pikuk susana kota. Maka kita perlu besyukur kalau ada banyak pasangan yang masih membangun kesetiaan. Marila kita bersama-sama pasangan-pasangan keluarga yang pada bulan ini merayakan ulang tahun pernikahannya kita juga mohon rahmat Tuhan agar kita boleh dan semakin mampu mengikuti teladan Kristus yang mau berbelarasa, mau membangun kesetiaan. Saling membantu dengan orang-orang dekat di sekeliling kita.Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar