Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 06 Juli 2009

Kotbah Romo Heru Prakosa, SJ

“Ya Tuhanku dan Allahku?”
Ekaristi Tgl 26 April 2009

Ibu-bapak dan Saudara-saudari yang terkasih, Minggu kedua Paskah juga dijadikan sebagai Minggu Kerahiman. Latarbelakangnya adalah terkait dengan Santa Faustina seorang suster yang berasal dari Polandia. Meninggal muda dalam usia 33 tahun. Ia berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana. Pendidikan formalnya juga tidak tinggi tetapi dalam kesahajaan, kesederhanaan itu ia memperoleh penampakan yang akhirnya mewujud dalam doa Koronka, doa untuk menghormati dan juga di yakini akan Kerahiman Allah.
Pertanyaan pertama yang barangkali bisa renungkan adalah, “Apa yang di maksud Kerahiman disini?”
Dan barang kali kita bisa mengkaitkan dengan bacaan Injil yang kita dengar pada sore hari ini. Dikisahkan para murid yang sedang ketakutan. Saya membayangkan para murid yang juga barangkali merasa bersalah karena membiarkan Yesus menderita sendiri sampai mati dikayu salib. Para murid yang mengalami perasaan tidak nyaman berkumpul bersama dan mereka menerima kunjungan istimewa menerima sapaan dari Yesus. Yesus yang mengatakan, “Damai sejahtera bagimu.”
Di dalam salah satu versi Injil terjemahan bahasa Arab. Ditulis disini, “Salam ala ikum, salam; Damai sejahtera bagi kalian.”
Itulah yang dikatakan Yesus didepan para murid. Dan itu meneguhkan para murid. Secara khusus Thomas, menerima rahmat istimewa karena Thomas yang dikenal sebagai murid yang maju-mundur. Saya katakan maju karena suatu saat ia pernah mengatakan, “Mari kita mati bersama Yesus.” Tetapi pada saat yang sama, ia juga sempat ragu-ragu. Apa yang kita dengar pada sore hari ini menunjukkan hal itu. Ia mengatakan, “ Kalau jariku belum mencucukan, pada bekas lukanya, aku tidak percaya.” Dan dalam keragu-raguan itu Yesus memberi kekuatan, menyapa, menampakkan diri yang akhirnya Thomas mengalami keteguhan iman sampai pada pengakuan yang sangat mendalam tentang Yesus. “Ya Tuhanku dan Allahku. “
Saudara-saudara yang terkasih dalam terang bacaan Injil saya akan mengatakan bahwa Kerahiman Ilahi memiliki makna yang luas. Kerahiman Ilahi tidak terbatas dalam pengertian peng-ampunan dosa. Tetapi sebagaimana yang dikatakan juga oleh Yohanes Paulus kedua, dalam salah satu peringatan Santa Faustina, dikatakan “Bahwa, kerahiman disini berarti belas kasih Allah. Segala wujud campur tangan Allah, kepedulian Allah yang mau memberi peneguhan bagi umatnya.”
Maka bisa dikatakan juga Kerahiman Ilahi adalah sebuah sapaan dari Allah bagi umat Manusia. Sapaan yang memberi peneguhan, sapaan yang menguatkan iman. Saudari-saudara yang terkasih. Yesus membuat banyak tanda didepan para murid itu pulalah yang akan kita dengar dalam masa Paskah ini. Bacaan- bacaan yang melukiskan bagaimana Yesus menyapa para murid. Dana sapaan-sapaan itu dilakukan dalam peristiwa-peristiwa yang terasa sehari-hari. Konkret dan nyata, di dalam kisah perjalanan Emaus misalnya. Para murid disapa ketika mereka ada di dalam perjalanan dan mereka mendapat peneguhan ketika makan bersama. Juga ketika para murid sedang bersama-sama, mencari ikan Yesus menampakkan diri dan ketika mempersiapkan sarapan pagi Yesus memberi peneguhan tentang iman para murid. Yesus begitu peduli, Yesus menampakkan diri untuk memberikan kekuatan dan juga peneguhan iman bagi para murid dan penampakan Yesus terus berjalan, bahkan setelah jaman para murid. Dan penampakkan itu dirasakan oleh beberapa orang sebagai sebuah, sebagai wujud yang hadir dalam hidup konkret. Dalam hidup keseharian.
Maka kita pernah mendengar kisah tentang Ibu Theresa yang merasa disapa justru lewat orang-orang miskin atau Yongfinie seorang dari Perancis yang merasa disapa melalui orang cacat mental. Santa Faustina sendiri, ketika saya membaca riwayat hidupnya merasakan sapaan Allah melalui keindahan Allah. Ia begitu senang, Ia begitu gembira me-nyaksikan peman-dangan, karena dia merasa disitulah Allah menyapa, disitulah dia menyadari kebesaran dan keagungan Allah sang pencipta bagi manusia.
Saudari-saudara yang terkasih, di Pastoran itu ada anjing kecil. Salah seorang dari rekan Patemon, itu menamainya Andes. Katanya singkatan dari anjing ndesa. Dan suatu saat saya melihat ada dua anak kecil bermain-main dengan si Andes ini dan saya mendengar salah seorang anak suatu sore itu mengatakan begini, “Tuhan itu pinter ya.” Sebuah pernyataan yang sederhana, tetapi bagi saya melukiskan bagaimana dimata anak ini, mahluk kecil ini, mahluk ndesa ini, menampilkan karya kebesaran keagungan Tuhan Sang pencipta.
Pengalaman serupa saya jumpai dua tahun yang lalu ketika saya selama satu bulan di Kalimantan Timur, di Segah, sebuah wilayah yang medannya sangat sulit, semuanya serba air. Transportasi juga melalui air. Apa-apa harus dilakukan di air. Mandi dan kebutuhan yang lainnya, maka saya juga melakukan semacam itu. Saya juga harus masuk hutan bersama dengan saudara-saudari dari Dayak yang dikatakan Dayak Punan. Mereka yang nomaden tetapi di tengah hutan. Dan suatu saat ketika kami bersama masuk hutan, lalu dipinggiran hutan sambil istirahat seorang bapak itu. Mengatakan, “Bapak Pastor.” mereka kalau menyebut romo, bapak Pastor. Kalau menyebut, suter; Ibu Suster. Menurut saya sesuatu yang normal. Karena bagi uskup, bapak uskup. Kardinal, Bapak Kardinal. Nah… bapak ini mengatakan “Bapak Pastor, lihat keindahan tanaman dan binatang di tengah hutan ini.”
Saya heran mengapa, masih banyak orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Pernyataannya tidak jelas ditujukan kepada siapa tetapi bagi saya yang menarik adalah, Bapak ini mengkaitkan keindahan dengan iman bagi bapak ini alam menjadi tanda, menjadi sarana, bagaimana Allah menyapa manusia. Manusia terus berdosa, tetapi Allah terus melimpahkan belaskasihnya dan alam menjadi tanda, bagaimana Allah terus peduli, terus menyapa, terus menyertai manusia. Alam menjadi sarana bagi Allah meneguhkan manusia. Mengajak kembali kepada Dia.
Pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana sikap kita, kalau Allah terus berkarya, kalau Allah terus menyapa kita. Bacaan pertama yang dia dengar tadi salah satu tekanananya adalah mengajak kita untuk membuat tindakan. Maka dihadapan Tuhan yang senantiasa berkarya kepada kita. Dalam segala upaya kita, upaya doa, novena dan segala macam kita juga diingatkan, bahwa kita perlu melakukan upaya-upaya manusiawi yang konkret. Saya percaya kalau misalnya besok senin, adik-adik kita mengikuti ujian mereka tidak hanya sibuk melakukan Novena, tetapi mereka juga belajar. Upaya-upaya manusiawi, menjadi wujud yang konkret, sekaligus juga wujud keterlibatan kita. Bagi Allah yang juga terus berkarya di dalam diri kita.
Sikap kedua yang barang kali bisa kita bangun adalah kesadaran bahwa Allah-lah penentu yang terakhir. Kalau kita berdoa novena, kita berdoa misalnya dalam Ekaristi, jumat per-tama, dan dikatakan bahwa doa-doa kita akan dikabulkan setelah memanjat-kannya sekian kali berturut-turut kira-nya kita tetap ingat bahwa Allahlah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Deus etn imon.. meo kata Santo Agustinus. Artinya Allah lebih dekat kepada kita dari pada kedekatan kita pada diri kita. Allah lebih dekat pada diri kita, maka Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan dan kiranya tidak bijaksana. Kalau kita lalu mendikte Tuhan sebagaimana godaan yang kita rasakaan seperti yang dialami Thomas. kita mau, memahami Allah dan menuntut Allah untuk mengabulkan apa yang kita mohon sesuai dengan harapan kita. Kita sering lupa bahwa wujud pengabulan doa – doa kita tidak selalu sama dengan yang kita mohon. Karena sekali lagi Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan apa yang paling baik bagi kita.
Suadari-saudara yang terkasih, belas kasih dan sapaan Allah ada ditengah peristiwa keseharian kita. Marilah kita memohon rahmat Tuhan, semoga semakin hari kita semakin peka akan kehadiranNya Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar