Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Selasa, 02 Juni 2009

Kotbah Romo Petrus Pramudyarkara W, SJ

Ekaristi Tgl 29 Maret 2009
Kotbah Romo Petrus Pramudyarkara W, SJ
”Ditarik dalam kemuliaan Tuhan.”
Injil Yohanes 12 : 20-33

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, bacaan Injil yang kita dengar malam hari ini, dari tulisan St. Yohanes menjelaskan bagaimana arti penderitaan dan kematian Yesus. Seperti dalam kalimat terakhir dari Injil, ini dikatakanNya, untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. Dan kematianNya itu bagi Yesus diumpamakan atau digambarkan seperti sebutir biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati supaya tumbuh tanaman atau tunas baru dan nantinya menghasilkan banyak butir gandum.
Kematian Yesus, salib dan penderitaanNya menghasilkan buah banyak. Dan itu juga seperti yang Ia katakan dan ditulis dalam lembar halaman depan sabda Yesus, “Apabila Aku ditinggikan dari bumi Aku akan menarik semua orang datang. kepadaKu. Ditinggikan dalam bahasa Injil Yohanes sering kali ditafsirkan saat Dia di atas salib itu. Ditinggikan dinaikkan di atas salib dan saat itu Dia akan menarik semua orang ke dalam Dia. Tapi mungkin juga ditinggikan pada hari kebangkitan karena Ia ditempatkan di tempat yang paling tinggi melebih semua mahluk lain.
Penderitaan sampai pada salib bagi Yesus adalah jalan untuk menmbuhkan buah atau kehidupan baru. Dan itu sangat Dia sadari sangat Dia yakini. Karena penderitaan atau dalam kata-kata saat, atau waktu di mana Dia harus menerima penderitaan itu sebagai jalan untuk melaksanakan kehendak BapaNya. Yang menentukan waktu kapan Dia harus menderita atau kapan Dia harus mati, atau kapan di harus turun bumi, adalah Bapanya karena sangat disadari bahwa “Aku datang ke dalam saat ini. Untuk menjalankan kehendak Bapa. Bukan Dia sendiri menginginkan tapi dia menerima apa yang digariskan BapaNya bagi Dia. Maka kematianNya, penderitaanNya atau salibNya atau saat ditinggikan adalah bukti ketaatan Dia, penyerahan Dia kepada Bapa.
Saudari-saudara yang terkasih, kalau Yesus bisa mengartikan itu, kita semua tidak seperti Yesus dan tidak ada yang seperti guruNya, mungkin mendekati. Bagi kita penderitaan malapetaka. Tidak ada yang dari kita yang ingin menjadikan dirinya menderita. Kecuali agak nggak normal, pengin menyiksa diri. Kita semua ingin bebas dari penderitaan itu. Tetapi kadang dan tidak kita inginkan datanglah penderitaan itu. Kecil atau besar dan bagaimana kita menyikapi, atau memaknai penderitaan yang terlempar kedalam kita bukan yang kita inginkan. Kita akan menjadi dan belajar menjadi taat seperti Yesus. Inikah saat di mana aku harus masuk yang ditentukan Bapa untukku atau saya minta waktu lain. Atau saya, janganlah pas saat saya senang janganlah menderita, Tuhan besok saja waktu ketika saya sudah tua bolehlah saya menderita. Jangan masih muda. Apakah kita bisa bargaining negoisasi dengan Tuhan seperti itu, mungkin bisa mungkin tidak. Tetapi ketika Tuhan menganugerahkan, atau kalau bagi kita umumnya ketika Tuhan mencobai kita apakah kita juga bisa belajar taat seperti Yesus. Kita wajar saja bahwa biasanya kita menolak dan menyangkal, tidak berani menghadapi tantangan atau penderitaan itu. Dan berusaha untuk menghindarinya.
Tapi mungkin kita kena pinalti karena penyangkalan karena penolakan itu. Di sebuah klinik dokter gigi. Yang dokter tinggi tidak usah tersinggung tidak menyangkut hal buruk para dokter gigi. Pada suatu hari ada seorang pemuda datang ke klinik dokter gigi. Itu karena ditulis di papan klinik itu. Periksa gigi atau dokter gigi murah. Satu gigi lima puluh ribu, murah meriah, kalau mencabut 10 gigi ya lima ratus ribu.
Mahasiswa yang suka mencari yang murah-murah suatu hari datang ke klinik itu, dan mau mencabut giginya. Lalu sesudah dia datang juga pasien lain yang menunggu. Ketika mahasiswa ini sampai gilirannya dan mulai dicabut. Tiga gigi dicabut, lalu bayar.
“Berapa mbayarnya dok.”
“ 200 ribu.”
“Lho itu taripnya satu gigi 50 ribu kok, bayar tiga gigi 150 ribu.”
“Ya karena tiga gigi dicabut, empat pasien saya lari ketakutan karena teriakanmu. Anda mbayar karena membuat yang lain lari.”
Ia kena pinalti, karena membuat orang lain ketakutan, karena dia sendiri tidak bisa menahan ketakutan itu. Mungkin kita juga belajar bagaimana menghadapi penderitaan kita masing-masing. Yang mungkin berbeda ukurannya. Ada yang mampu diberi besar dan tahan dengan penderitaan yang besar, bertahun-tahun lumpuh dan hanya bisa tidur ditempat tidur dan tergantung pada anggota keluarga untuk segala sesuatunya. Apakah itu juga penderitaan yang tidak ringan. Mungkin juga ada orang yang dalam saat yang kecil. Tidak punya uang sudah menderita dan tidak bisa apa-apa. Apakah kita mungkin lebih menginginkan yang enak tetapi berat untuk menghadapi kesulitan dan tantangannya. Mungkin begitu tetapi teman saya pernah ditawari, dia D3, lulusan D3 mesin. Ditawari pekerjaan.
“Pekerjaan mu apa?”
“Nganggur.”
“Oke mau kerja di tempat saya.”
“Boleh, gajinya berapa?”
“Satu juta perhari?”
“Wah, mau dhong?”
”Mau.., jadi latihan untuk ajar titis untuk nembak.”
Berani nggak dengan resikonya, jadi latihan tembak, satu juta perhari.
Mungkin menyenangkan hadiahnya tetapi berat untuk konsekwensi atau resikonya.
Ketika Yesus, mengatakan bahwa saatNya telah tiba dan Dia tidak bisa mengelak, atau tidak mau menawar lagi ditunda waktunya. Apakah Dia akan mengatakan “Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini.” Atau pada saat dia berdoa secara sungguh-sungguh dan mencoba menawar yang terakhir kalinya, “Jika sekiranya mungkin piala ini berlalu dari padaKu, Tapi bukan yang Kukehendaki yang harus terjadi, apa yang Bapa kehendaki yang harus terjadi. Bagi Yesus Dia menjalani, mentaati atau menyerahkan Dirinya kepada kehendak BapaNya. Sehingga Dia tidak bisa lagi mengatur waktu menentukan semuanya sendiri. Meskipun Dia dalam hidupnya masih bisa mengatakan, “Hai kamu orang sakit, orang lumpuh, orang tuli, orang apa? Sembuh semua.” Atau orang mati bangkit, pada dirinya sebetulnya ada kekuatan ada kemampuan itu tetapi Dia tetap pada misi hidupnya bukan untuk kemuliaanKu tapi untuk mejalankan tugas BapaKu. Maka ketika Dia dicobai dan dimasukkan dalam suatu penderitaan yang luar biasa. Dan Dia ingin sebetulnya menghindari dari saat yang pahit dalam penderitaan itu, bukan karena kehendakKu, tapi kalau itu harus dijalani kehendak Bapa. Saya menerima itu yang dikatakan bahwa bagaimana caranya Ia mati. kematianNya adalah wujud ketaatan dan penyerahan kepada Bapa.
Saudara-saudari yang terkasih, barang kali tidak harus dalam arti untuk kita sekarang akan mati di salib tetapi bagi kita yang mengalami penderitaan dan persoalan mungkin juga mencoba belajar menjadi seperti Yesus dan para muridNya itu belajar menemukan apakah yang Allah kehendaki dalam penderitaan itu. Kalaupun tidak menderita dalam arti orang-orang muda biasanya yang masih punya semangat dan daya juang tinggi. Apakah bisa mengalami perjuangan atau ditarik dari dunianya sendiri kepada dunia orang yang lain yang penuh tantangan. Ataukah dia lebih suka, atau mereka lebih suka mencari hal-hal yang menyenangkan dirinya tetapi tidak pernah membuat dirinya berjuang dengan penuh kegigihan. Tidak harus menderita dalam arti sakit fisik ataupun tidak bisa apa-apa tetapi mungkin juga pahitnya perjuangan, sakitnya dikritik atau direndahkan, susah payahnya belajar yang sungguh-sungguh dan melakukan berbagai kegiatan di luar dirinya sehingga menghasilkan buah yang berguna. Di depan tempat tinggal saya di Wisma Mahasiswa jalan Wahidin 54 itu ada sepasang laki dan perempuan. Pak Hadi yang usinya itu mungkin sudah 70 puluhan lebih. Dan Bu Hadi nya menjelang sekitarnya 70 an lebih. Dua sejoli itu hampir tiap hari, mulai jam 5 sore sampai kadang-kadang jam 12.00 malam, jam satu dini hari. Mereka menjual gorengan angkringan, klepon, dan lain-lain itu. Pada usia yang sangat senja dan kalau harus membawa dorongannya itu karena rumah-rumahnya, besi-besinya atau payung yang dilipat dan bisa di bawa, sehingga mendorong gerobaknya itu. Bolak-balik karena nanti setelah mendorong gerobaknya lalu menjemputnya isterinya kembali ke rumahnya.
Berdua pada usia yang senja itu masih bisa mengisi hidupnya dengan pekerjaan lepas dari berapa lakunya, berapa untungnya bisnis itu, besar atau tidak bukan buah dari apa yang dilakukan tetapi bagaimana dia menghayati, mereka menghayati hidup ini sebagai sesuatu yang menghasilkan buah. Maka tantangan bagi kita yang masih muda. Masih punya kekuatan otot dan otaknya, apakah kita juga bisa mengisi waktu, mengisi saat-saat itu. Bukan seperti yang saya inginkan yang menyenangkan saya, tetapi apa yang Tuhan kehendaki pada masa muda saya. Saya bisa ditarik ke dalam kemuliaan Tuhan dengan susah payah tetapi akan menghasilkan buah banyak di kemudian hari. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar