Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 12 Januari 2009

Kotbah Fr Paulus Bambang Irawan, SJ

“Setia pada perkara kecil.”
Bacaan Injil Matius 25: 14-15.29
Ekaristi Tgl 16 November 2008

Bapak ibu, saudara-saudara sekalian selamat sore, kok saya membaca dan merenungkan injil yang kita dengar hari ini saya teringat dengan sebuah kisah kecil.
Kisahnya demikian. Sebutlah pak Tono. Pak Tono ini menjadi manajer di sebuah perusahaan. Dia diundang mengadakan perjamuan makan dengan owner perusahaan itu, pemilik perusahan itu. Dia senang sekali karena mungkin dari perjamuan ini akan ada tambahan kepercayaan bagi dia, mungkin ada bisnis baru yang dipercayakan kepada dia, dan dia senang sekali. Namun dia juga merasa sedih dan mungkin agak was-was, karena bosnya ini mengatakan demikian, “Mbok itu isteri dan anakmu itu diajak.”
Persis mengajak isteri dia senang sekali. Mengajak anaknya ini yang membuat dia bingung. Karena anaknya ini terkenal super bandel, nakal. Kalau tidak nakal sehari badannya gatel semua.
Maka supaya jamuan makan ini berjalan lancar dia kemudian memanggil anaknya ini mengatakan, sebutlah namanya Rendy.
”Ren...ini ada pesta perjamuan makan papa, ini penting, saya minta kamu jangan nakal yha. Nggak boleh nakal, nggak boleh usil. Nanti kalau kamu nakal uang sakumu saya potong, mau tidak saya potong”, .. tentu tidak mau.
”Santai bos, siap laksanakan”.
Ha ini memang anak nakal, ha.. ini semangat.
Sampailah pada saat dimana dia mengadakan jamuan itu. Dia sebenarnya agak nggak konsentrasi, karena anaknya ini, terkenal hiperaktif. Sampai lima menit masih baik anaknya, wajar, syukur, sepuluh menit, masih baik juga. Wah dia sudah berpikir jamuannya ini akan sukses. Masuk menit ke lima belas, mungkin karena anaknya itu sudah nggak tahan. Tiba-tiba sendok si Rendy ini jatuh.
Pak Tono ini mulai menduga, wah anak ini sudah mulai kambuh. Matanya sudah mulai melotot melihat si Rendy. Dan Rendy sudah sadar bahwa dia salah. Uang saku saya sudah akan dipotong. Dan dia semakin gemetar karena dilihat bapaknya itu. Dan dia berusaha untuk memperbaiki keadaan, dia ingin mengambil sendok itu namun karena tidak hati-ati dia nyampar gelasnya dan pyar. Jatuh.
Keadaanya menjadi semakin genting dan Pak Tono... wahhh sudah bubar acara makan malam saya ini. Semua kacau dan sianaknya cuma diam, sudah mulai akan menangis, dan keadaan menjadi tak terkendali lagi.
Namun ketika itu si bosnya justru mulai tertawa. Pertama hanya cekikian, kemudian lama-lama ketawa keras sekali dan karena bosnya tertawa si Pak Tono juga ikut tertawa, si Rendy tertawa, isterinya tertawa, semua tertawa, dan
akhirnya perjamuan makan malam ini berubah total dari ketegangan menjadi penuh tertetawaan, dengan santainya. Akhirnya seluruh pembicaraan berjalan engan lancar dan akhirnya Pak Tono diberi kepercayaan baru oleh bosnya ini. Dia mendapatkan tambahan kenaikan pangkat.
Saudara sekalian kisah, sebenarnya suatu refleksi atau suatu cermin bagi kita untuk meneliti bagaimana kadang-kadang konsep kita atau paham kita tentang kehidupan, tentang pergaulan itu begitu sempit. Sempit karena diwarnai begitu banyak ketakutan. Takut kalau saya gagal, takut kalau perjamuan saya itu nggak berhasil, takut kalau saya mengecewakan bos saya. Berbagai macam ketakutan. Dan ketakutan-ketakutan itu muncul juga karena ada unsurnya. kata ”harus” saya harus tampil baik, saya harus tampil sempurna, saya harus langsing, saya harus cantik, saya harus ganteng, pokoknya harus. Ketakutan dan keharusan itu campur bawur menjadi satu yang membuat kita menjadi tegang. Dan ketegangan itulah yang membuat akhirnya gelas jatuh, sendok jatuh, perjamuan makan yang hancur karena kita tegang dalam hidup kita. Keterbatasan cara pandang dalam kehidupan itu juga berpengaruh ketika kita berbicara tentang Tuhan. Allah yang kita pahami juga Allah yang terbatas. Semua ini wajar, kalau kita lihat saudara-saudara kita yang muslim, Aoeloh hoeakbar, Allah itu maha besar.
Kalau dalam teologi kita, atau pandangan orang kristen, Deus samper mayorr.. Allah itu selalu lebih besar dari apa yang kita pikirkan. Selalu lebih besar, hanya keterbatasan ini tidak membuat kita mandeg, Dan ini yang ingin disampaikan oleh Yesus dalam perumpamaan tentang Talenta itu. keterbatasan cara pandang kita tentang Allah, tidak boleh membuat kita mandeg. Kita harus terus berkembang dalam lingkaran kepercayaan sebab Allah juga memberikan kepercayaan kepada kita, itulah yang akan disampaikan oleh Yesus dalam perumpamaan.
Kita bukak halaman lima, kita bersama-sama membaca, ”Waktu itu sebenarnya ada semacam konsep demikian. Orang-orang itu menganggap Allah sebagai Allah yang menguhukm. Relasi antara Allah dan manusia adalah relasi antara tuan dan hamba dan tuan harus mengikuti hukum, hamba harus menghindar hukum dari tuannya. Maka yang ada adalah, ”Kalau kamu menjadi anakku kamu harus taat hukum.” Randy tadi menjadi anakku, kalau kamu harus tenang, anteng, tidak usil. Kalau usil itu bukan anakku. Nah tahap inilah yang ingin dilawan dan didobrak oleh Yesus, katanya demikian, ”Sebab hal kerajaan surga sama seperti orang yang mau berpegian keluar negeri. Ia memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Hamba ini mempercayakan hartanya, dan tentu sebagai orang yang punya harta, talenta itu suatu jumlah yang sangat besar. Tidak bisa terhitung pokoknya satu talenta itu jumlahnya besar sekali. Ini dipercayakan kepada hambanya. Tentu percaya ini suatu resiko. Yha kalau hambanya itu jujur, kalau dia lari. Yha kalau orang yang dia percaya itu bisa bertanggung jawab pada yang mempercayakan. Dan ini point pertama yang sangat menarik. Mempercayakan, kemudian hamba yang menerima lima talenta itu menanggapi kepercayaan ini. Dia mengembangkan talenta itu sebenarnya boleh dikatakan kalau hamba ini agak nakal.
Tuannya tidak mengatakan, ”Oke lima talenta ini kamu buat usaha apa saja, tidak mengatakan ini. ”Ini duit lima talenta”, hanya begitu saja, namun dia juga berani berputar dan berpikir tidak pasif begitu saja. Menanggapi kepercayaan itu untuk mengubah dan memutar duit ini. Dan ini penuh resiko yang kita tahu bahwa kalau bisnis itu tidak selalu untung. Kebetulan yang ditampilkan adalah hamba yang bisa mendapat untung. Bagaimana kalau gagal. Bagaimana kalau rugi. Dari lima talenta malah hilang, namun dia berani. Berani mengambil resiko menanggapi kepercayaan itu. Maka kepercayaan dari Allah dan kepercayaan dari manusia, sambung. Itulah yang diharapkan oleh Yesus. Supaya orang jangan berhenti secara sempit pada pemahaman bahwa Allah itu menghukum, Allah itu yang menuntut, sebab kamu ini berbuat ini, berbuat itu sesuai dengan hukummu, tidak. Allah adalah Allah yang memberi kepercayaan. Dan kita menanggapi kepercayaan itu.
Nah kalau terjadi klik tadi Allah yang memberi kepercayaan dan manusia menanggapi kepercayaan itu dengan penuh kreatifitas maka muncullah tanggung jawab. Dan tanggung jawab untuk memberikan apa yang sudah diberikan kepada kita sebagai talenta. Dan ini Saya kira tantangan bagi kita. Sebenarnya perumpamaan ini belum selesai, kenapa belum selesai, karena perumpaan ini tentang akhir zaman dan sekarang belum akhir zaman. Hidup kita masih hidup, kita masih bernafas, Maka pertanyaan adalah kalau Allah sudah memberikan kepercayaan kepada kita dengan keluarga, isteri, suami, anak, pekerjaan, apapun yang diberikan kepada kita. Kalau Allah sudah demikian apakah kita mau menggandeng, menanggapi itu sebagi suatu bentuk tanggung jawab. Bukan bertanya apa yang harus aku lakukan. Karena apa yang harus itu dari, harus itu kan suatu katagori hukum bahwa manusia harus. Tapi bertanya apa yang dapat saya lakukan? Sebagai suami apa yang dapat aku lakukan pada isteri saya, pada anak saya, sebagai anak apa yang dapat saya lakukan kepada orang tua kepada keluarga saya. Maka klik tadi antara Allah dan manusia, relasi saling percaya, yakni kita usahakan. Untuk itu saya mengajak kepada anda-anda sekalian, berdoa bersama lewat sebuah nyanyian, yang sudah sangat sering kita nyanyikan, tetapi dengan suatu semangat yang baru bahwa hidup yang dipercayakan kepada kita kembalikan sebagai suatu persembahan, persembahan kita secara bebas. Sebagai apa yang dapat kita lakukan kepada Allah. Mari kita bersama mendoakan dengan menyanyi ”Persembahan hidup”. ...melagukan lagu Persembahan hidup..... Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar