Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 15 Desember 2008

Minggu, Tgl 26 Oktober 2008 Kotbah Romo YB Heru Prakosa, SJ

Tema ” Mencintai Allah dalam wujud menyayangi sesama.”
Bacaan Injil Yoh 3 : 13 - 37
Ekaristi Tgl 26 Oktober 2008

Ibu-bapak dan saudari-saudara yang terkasih. Seorang pemimpin dari India, Mahatma Gandhi pernah berkata demikian,”Jika semua orang Kristiani hidup sesuai dengan ajaran Kristus, maka tidak akan ada orang yang tidak menjadi pengikut Yesus di India. Pernyataan Gandhi ini menjadi tantangan bagi setiap pengikut Kristus, tidak hanya yang ada di India, tetapi juga yang ada di tempat lain. Hari ini kita mendengar ajaran Kristus yang utama yaitu: cinta kasih. Dan kita barang kali sudah begitu hapal, begitu akrab dengan ajaran itu. Ajaran itu sendiri di bahas dalam keempat injil, Matius, Markus, Luas dan Yohanes meskipun ada perbedaan sedikit dalam bentuk bagaimana itu dijelaskan. Apa yang kita dengar pada sore hari ini adalah rumusan singkat menurut Injil Matius. Kita dengar Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu adalah, ”Kasihilah sesamamu manusia, seperti diri sendiri.”
Kita dituntut untuk mengasihi sesama kita. Karena Allah sendiri telah mengasihi kita. Allah telah terlebih dahulu, mengasihi kita. Kalau kita membalik Injil Lukas. Kita akan menjumpai pesan yang sama. Tetapi dengan penjelasan lebih lanjut tentang siapakah yang dimaksud dengan sesama itu. Dan dalam hal ini Injil Lukas menampilkan kisah tentang orang samaria yang baik hati. Kita tahu bagaimana orang itu Samaria dan orang Yahudi tidak bersahabat. Orang Samaria dianggap tidak hanya sebagai musuh politik, tetapi dianggap sebagai manusia yang kelas dua. Mereka yang bahkan di katakan najis. Mereka sebenarnya sama-sama mengukti tradisi musa, tetapi kita tahu orang Yahudi berdoa di Yerusalem. Dan orang Samaria berdoa di Di gunung Kheresim di tempat yang berbeda. Yesus sendiri pernah tuduh sebagai orang Samaria yang kerasukan setan dan barang kali kita masih ingat bagaimana dua murid Yesus, Yohanes dan Yakubus pernah mengusulkan kepada Yesus, agar mengirim api untuk membinasakan desa orang Samaria. Samaria di identikan dengan sesuatu yang negatif, tetapi apa yang menarik untuk kita catat adalah bahwa Lukas sering menampilkan orang-orang Samaria sebagai orang yang dijadikan teladan oleh Yesus. Kita ingat kisah tentang sepuluh orang yang disembuhkan oleh Yesus. Orang-orang kusta dan dari sepuluh itu hanya satu yang tahu berterimaksih. Dan itu adalah orang Samaria.
Juga dalam kisah orang Samaria yang baik hati, ada tiga orang yang menjumpai seorang korban perampokan, seorang Imam, seorang Lewi orang terhormat, dan orang Samaria. Dan dari ke tiga orang ini, hanya orang samaria yang tahu bagaimana harus menolong dan membantuk korban perampokan itu. Lukas bukan orang Yahudi, dan justru dari situ Lukas mau mengangkat mereka-mereka yang sering dianggap sebagai orang-orang dari masyarakat kelas dua mereka yang sering dianggap dengan sebelah mata, itu justru mampu memberikan sesuatu dan kita bisa belajar dari mereka. Sekali lagi dalam kisah orang Samaria yang baik hati Lukas menampilkan justru dari orang Samaria ini kita bisa belajar bagaimana mengasihi sesama, orang Samari itu bagaimana berkorban, orang Samaria itu memberikan waktunya, tenaganya juga biyayanya. Untuk membantu korban perampokan ini. Dia memberikan dan mengalahkan kepentingan diri. Demi kebaikan pihak lain.
Ibu-ibu bapak-bapak dan sau-dara-saudari yang ter-kasih. Saya percaya ibu bapak mendengar kisah tentang dua orang bersaudara, yang sulung ber-keluarga dan yang bungsu memilih hidup sendiri. Dua orang ini, diakhir musim panen memutuskan untuk berbagi hasil panen dengan sama rata. Tetapi disadari setelah pembagian itu, si sulung berkata dalam hatinya begini, ”Adikku itu hidup sendiri, bagaimana dia bisa menjamin hari tuanya. Jumlah hasil panennya sama tetapi tentu saya lebih untung, sementara adikku akan mengalami kesulitan. Maka ia mempunyai niat mau menyumbang setiap malam sekarung beras untuk adiknya.
Sementara adik yang hidup membujang ini, bertanya dalam dirinya, ’Aku hidup sendiri, tidak ada tanggungan, kakakku mempunyai keluarga pasti kebutuhannya lebih banyak, maka tidak adil kalau saya menerima sama dengan kakaku dan dia juga mempunyai niat mau memberi sekarung beras setiap malam pada kakanya itu. Dan demikianlah setiap hari kedua orang bersaudara ini saling menyumbang, satu karung beras tanpa diketahui satu sama lain karena waktu mereka ketika menyumbang itu tidak bersamaan. Tetapi pada suatu hari mereka persis bertemu muka karena jatuh pada saat yang bersamaan. Mereka baru menyadari bahwa ternyata dua-duanya memiliki niat yang sama niat yang luhur. Akhirnya mereka saling berpelukan terharu satu sama lain.
Ibu – bapak dan saudara-saudara yang terkisah, tentang orang Samaria dan kisah tentang dua bersaudara ini mengingatkan kita kepada Kristus sendiri, Kristus yang bernai berkorban, Kristus yang berani mengalahkan kepentingan diri untuk kita semua manusia yang sebenarnya tidak layak menerima semua itu karena dosa-dosa kita. Dan Kristus mengajak kita, untuk juga ikut mau berbagi, mau mengalahkan kepentingan diri, bagi sesama ktia. Yesus mengajak kita untuk mengembankan kasih kita kepada sesama sampai tingkat yang paling tinggi serupa dengan kasih Allah sendiri yang menerbitkan Matahari dan menurunkan hujan baik untuk orang-orang benar maupun untuk orang-orang yang jahat. Dan kita dengar dari bacaan pertama tadi, bagaimana kasih kepada sesama itu dapat diwujudkan secara konkret. Kitab keluaran mengajak kita untuk memberi perhatian pada kaum janda dan orang-orang yatim. Kita juga diajak untuk melindungi orang-orang asing. Kita dilarang untuk mengambil bunga riba untuk kepentingan diri sendiri. Dan kita juga dilarang untuk mengambil milik orang lain. Secara sewenang-wenang. Kita menyadari bagaiman pesan itu tetapi relevan untuk kita jaman sekaran ini. Tentu sesuatu yang sangat berharga kalau kita mampu mewujudnyatakannya dalam hidup sehari-hari kita. Ditengah lingkungan dimana kita hidup dan berkarya.
Ibu-bapak, dan saudara-saudari yang terkasih. Beberapa waktu yang lalu saya sepulang dari berpergian kembali ke Pastoran saya, naik bus Trans Yogya jalur dua B. Saat itu Bus Penuh dan saya tidak mendapat tempat duduk, harus berdiri dan tempat di mana saya berdiri tidak jauh dari tempat duduk di mana seorang ibu yang kelihatan sederhana dan sepuh ada di situ. Di dalam perjalanan Ibu ini dengan simpatik mengajak berbicara, dan dia juga menyampaikan ke mana dia akan pergi. Saya tidak ingat tetapi jurusannya lebih jauh dari apa yang saya tuju.
Di sekitar gejayan itu ada seorang pemuda yang naik Bus dan dia adalah seorang yang difabel, bentuk kakinya tidak tumbuh sebagaimana mestinya. Dan si pemuda ini juga harus berdiri dan karena tidak ada tempat duduk. Apa yang menarik perhatian saya itu adalah ketika sampai di Halte depan UNY itu tiba-tiba si ibu itu keluar dari Bus. Saya tahu persis bahwa tujuan ibu itu belum sampai dan masih jauh saya mencoba menahan tepi ibu itu seperti tidak menggubris dan tetapi keluar. Akhirnya aya mengikuti ibu itu dengan sok pahlawan tetap memanggil tetapi ibu itu tetap tidak mau tahu, baru setelah bus lewat, ibu itu menoleh berhenti dan berkata kepada saya, ”Mas saya tahu bawha tujuan saya masih jauh tetapi Mas tadi lihat si pemuda itu dia harsu berdiri dan para penumpang yang mendapat tempat duduk itu seperti tidak mau tahu. Saya sebenarnya mau menawarkan tempat duduk saya tapi barangkali si Pemuda itu tidak akan menerimanya, dan mungkin malah dia akan merasa malu, merasa dipermalukan. Maka di tempat ini saya turun saja semoga di bisa mengambil tempat duduk saya, toh saya tidak tergesa-gesa, akan ada bus lain. Dan kalaupun nanti saya membayar lagi harganya juga tida seberapa.
Bagi saya kata-kata ibu ini membuat saya malu pada diri saya sendiri dan saya kagum bagaimaa ibu ini mampu mengalahkan kepentingan dirinya berbuat kebaikan bagi pihak lain secara konkret dalma kontesk semacam itu. Maka marilah kita mohon rahmat Tuhan agar kita juga mampu membuat tindakan-tindakan konkret sebagai wujud kasih kita kepada sesama di sekitar kita di lingkungan di mana kita hidup dan berkarya Amin.

1 komentar:

  1. Nyuwun pangapunten, menawi kepareng badhe koreksi ttng penulisan khotbah Romo Heru P itu, bos... Yg benar "Mahatma Gandhi", bukan "MahadMadgandi".. Mahatma berarti "Dia yg berjiwa besar".. Thank you. (Ari)

    BalasHapus