Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 15 Desember 2008

Kotbah Romo P. Sunu Hardiyanta, SJ

Tema ” Mendengar, menghayati, dan melaksanakan Sabda!”
Bacaan Injil Mat 21: 28 - 32
Ekaristi Tgl 28 September 2008
Bapak - ibu, adik-adik dan teman-teman yang terkasih minggu yang lalu kita mendapat perumpamamaan tentang pemilik kebun anggur yang mengundang siapa saja yang di jalan untuk bekerja. Ada yang datang pagi hari, ada yang datang agak siang, tengah hari dan sore hari. Dan ada yang datang ketika mata hari menjelang terbenam dan mereka semua mendapat upah yang sama.
Hari ini kita mendapat perumpamaan yang lain, seorang bapak minta kedua anaknya untuk pergi ke kebun anggur dan bekerja di sana. Anak yang pertama mengatakan ya bapa, tetapi tidak pergi, anak yang kedua mengatakan nggak mau tetapi akhirnya pergi.
Bapak – ibu, adik- adik dan teman-teman sekalian. Saya ingin bertanya selama ini, kalau yang sudah beristri menurut anda, istri anda itu lebih sering menjadi anak pertama atau anak kedua. Bagi yang sudah bersuami, juga melihat saja sebentar sebenarnya suamiku itu lebih sering menjadi anak pertama, atau kedua? Bagi yang sudah pacaran, bagi yang sore hari ini bersama-sama kegereja dengan pacarnya. Coba melihat sejenak pacarku itu lebih sering menjadi anak pertama, atau anak yang kedua? Bagi suster dan romo nggak usah mikir lain-lain dan bruder juga biasanya suster, romo, romo Paroki, itu lebih sering menjadi anak pertama, atau anak kedua.
Teman-teman anak pertama mengatakan ya tapi tidak pergi. Atau dalam bahasa jawa nggéh, nggéh ning mboten kepanggéh. Anak yang kedua, mengatakan tidak mau tetapi dia pergi. Ceritanya bagaimana? Kok bisa anak pertama bilang nggéh, tapi kok nggak pergi. Dan anak kedua bilang, ”Tidak mau.” jawabnya ada di bacaan hari ini.
Yesus mengatakan “Aku berkata kepadamu sesungguhnya pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk dalam kerajaan Allah. Mengapa?
Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu dan kamu tidak percaya kepadanya tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan sundal percaya kepadanya.
Saya diajari oleh Romo Gianto itu ahlinya Kitab Suci yang sore hari ini sedang di Deresan sana, Ngudari kitab Suci itu kalau anda ke Deresan sekarang akan bertemu beliau, beliau mengatakan begini.
”Untuk memahami bacaan sore hari ini kita perlu melihat latar belakangnya”. Latarbelakangnya itu ada dalam ayat-ayat sebelum bacaan hari ini yaitu dari Matius ayat 23 sampai 27 waktu itu Yesus di tanyai oleh tua-tua bangsa yahudi dan imam kepala. Mereka bertanya begini, pasti anda hapal semua.
”Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu.” Karena Yesus melakukan banyak mukjizat. ”Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepadaMu.”
Jawab Yesus kepada mereka, ”Aku juga akan mengajukan suatu pertanyaan kepadamu dan jikalau kalau kamu memberi jawabnya kepadaKu, Aku mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.”
Ingat to perikop ini. ” Yesus ditanya dari mana kuasa itu, Yesus balik bertanya, ”Coba katakan, dari manakah baptisan Yohanes, dari sorga atau dari manusia?” Maka tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala memperbincangkan diantara mereka dan berkata. Jikalau kita katakan dari sorga Dia akan berkata kepada kita, “kalau begitu mengapa kamu tidak percaya kepadanya? Jadi kalau orang-orang menjawab, Baptisan Yohanes dari sorga, Yesus akan mengatakan, ’Kenapa kamu nggak percaya bahwa yang sekarang berdiri Yesus itu adalah anak Allah.’ Tetapi jikalau kita katakan dari manusia, ini jawabnya, kita takut kepada orang banyak, sebab semua orang menganggap Yohanes itu nabi.
Teman-teman anak pertama mengatakan ya tetapi tidak pergi. Anak kedua mengatakan tidak mau, karena apa? Takut. Anak pertama takut kalau tidak menyenangkan bapaknya, anak kedua takut juga, takut apa? Kerja.
Bekerja itu engak nggak to? Ibu-ibu ini perlu saya tanya? Ibu-ibu itu kalau bangun pagi itu jam lima khan.
Untuk apa ibu-ibu bangun setengah lima, atau jam lima. Bangun pagi itu enak apa enggak? Tadi ada yang menjawab enak, ada yang menjawab tidak.
Enak apa nggak bu? Tidak tahu…
Bangun pagi itu tidak enak, tapi kalau ibu tidak bangun pagi berarti apa yang terjadi tidak ada sarapan. Kalau anak-anak tidak sarapan mereka akan pergi ke sekolah bisa jadi apa? Sampai di sekolahan, baru sampai pelajaran kedua sudah pingsan.
Lalu ditanya ini anaké sopo to iki? Sekolah waé kok semaput. Lalu apa? tidak enak. Apalagi kalau anaknya harus masuk rumah sakit Panti Rapih. Enak apa tidak?
Satu mbayarnya tidak enak. Kedua menunggui anak sakit itu sama sekali tidak enak. Oleh karena itu lebih baik apa? Bangun pagi supaya apa? Supaya semuanya menjadi enak.
Teman-teman, saya punya teman namanya Bruder Triono. Ini orangnya baik sekali. Dia pernah bertugas menjadi kepala sekolah di SMP Kanisius Jakarta, dia suka memberi motifasi kepada anak-anak supaya rajin sekolah dan rajin belajar.
Suatu hari Bruder ini masuk kelas lalu bilang pada anak-anak. ”Anak-anak saya saat ini pingin mengundang anda untuk diam sejenak. Menimbang-nimbang sejenak sebenarnya apakah kamu itu pingin sekolah atau tidak?”
Jadi ditanya sebenarnya kamu itu pingin sekolah atau tidak? Setelah diam beberapa saat ada satu anak angkat tangan. ”Gimana”.
“Saya tidak pingin sekolah Bruder.” Ternyata jawabannya mengejutkan yaitu apa? Tidak pingin sekolah. Nah anak itu mengatakan tidak pingin sekolah.
Lalu Bruder mengejar, ”Kalau tidak pingin sekolah, mengapa sekolah?
Anak itu menjawab, ”Begini bruder, kalau saya tidak sekolah, saya tidak mendapat uang saku.” Jelas kan tidak sekolah tidak mendapat uang saku.”
Oke, tidak mendapat uang saku. ”Kalau tidak mendapat uang saku, lalu apa?”
”Kalau tidak mendapat uang saku Bruder, saya tidak bisa main-main di Mall, atau saya tidak bisa membeli mainan kesukaan saya.”
”Kalau tidak bisa jalan-jalan di Mal, atau tidak bisa membeli mainan kesukaan lalu kenapa?”
”Tidak enak bruder.” Kalau tidak bisa main-main kan nggak enak.
”Nah sekarang jadi daripada tidak enak lebih baik apa?”
”Yha lebih baik sekolah.” Daripada tidak enak lebih apa? Sekolah.”
Lalu anak itu bilang, begini. ”Memang kalau berdebat dengan orang tua itu kita selalu kalah.”
Baik teman-teman sumber daripada anak pertama yang mengatakan mau, tetapi tidak pergi, itu adalah takut. Sumber dari anak kedua yang mengatakan tidak mau itu juga takut. Takut sakit, takut tidak enak.
Saya Sunu rupa-rupanya sering juga menjadi anak pertama dan pernah menjadi anak kedua. Baik teman-teman saya punya cerita.
”Delapan tahun yang lalu, tahun 2000 saya baru saja, baru mendapat liburan dari belajar teologi di Melbern pulang lalu pergi ke Kolsani belakang gereja ini. Baru turun masuk Kolsani, ketemu dengan teman saya yang namanya Romo Edi Mulyono. Dari kejauhan dia sudah melambai-lambaikan tangan.
”Sun”, karena nama saya Rm Sunu dipanggilnya “ Sun.
”Sun, kamu pergi ke timor-timor.” Jadi timur-timur habis perang. Romo Edy itu berteriak dengan lantang, ”Kamu pergi ke timor-timor.”
”Lho ada apa.”
”Saya sakit, jadi kamu harus menggantikan saya.”
”Baik. Kalau begitu gampang Ed, kamu telpon provinsial, kalau provinsial menyuruh saya, mengutus saya ke timor-timor. Saya langsung berangkat.”
”Dia langsung pegang telpon puter nomer semarang menghubungi provinsial romo Wiryono, di omong Sebentar lalu di bilang apa?
”Nu.. sudah saya telpon provinsial setuju kamu pergi ke timor-timor.”
” Edan ini,” baru pulang mau liburan di suruh ke Timor-Timor.”
Teman-teman, saya lalu bilang kepada adik saya. Siwi namanya, ”Wi, aku mau berangkat ke Timor-Timor minggu depan.”
Rupa-rupanya dia cerita kepada bapak. Maka ketika saya pulang di rumah sampai di rumah belum sampai apa-apa bapak sudah bilang begini. “Arep neng timor-timor golek apa?” Jadi bapak saya bilang kepada saya ke timor-timor mau cari apa.
Saya tau bapak saya takut. Kalau anaknya yang satu ini, yang anak laki-laki ini mati di Timor-Timor, maka di bilang “Ning timor-timor arep golèk apa?”
Teman-teman apa yang dikatakan bapak. Itu adalah apa yang sesungguhnya ada di dalam hati saya. Saya pun diam-diam bertanya, mau buat apa di Timor-Timor.
Lalu saya menjawab ”Pak kalau saya tidak berangkat, yang berangkat siapa?” ”nèk aku ora mangkat, nèk Sunu ora mangkat, sing arep mangkat sapa?”
Bapak diam sebentar lalu mengatakan ”Oo. Yo wis nèk ngono mangkato.”
Teman-teman jawaban bapak saya sesungguhnya adalah sesuatu yang ada di dalam diri saya. Saya mencoba dengan kepala menjawab, ”Kalau bukan saya, lalu siapa yang harus berangkat ke timor-timor.” Lalu bapak mengatakan ”Kalau begitu berangkat.” Teman-teman ini adalah suatu contoh kecil dari pergumulan saya menjadi anak pertama dan juga menjadi anak kedua.
Saya berangkat ke Timor-Timor menarik sekali, ketemu Fretelin di jaga oleh mereka semalam dan tidak dicelakai.
Teman-teman sebelum saya melanjutkan, saya pingin mengajak anda melihat teks misa kita
Melihat halaman covernya, di dalam cover itu ada tulisan ”Mendengar menghayati dan melaksanakan sabda.” Biasanya itu kan kita mendengar. Lalu apa melaksanakan dulu, lalu apa? Baru menghayati pelan-pelan baik nanti direnungkan saja di rumah sebagai PR, sebenarnya sabda itu diapakan, dilaksanakan lalu dihayati. dihayati dulu setelah setahun gitu baru dilaksanakan?
Tetapi saya lebih tertarik bukan dengan kata-katanya, dengan gambarnya itu lho ini gambarnya romo Drajdat, atau Rm Wisnu, jelas bukan to.. atau Rm Heru, ada kacamatanya tetapi kacamata Rm Heru tidak seperti ini atau gambarnya rm Martin, yang gundul itu. Tampaknya juga bukan karena masih ada rambutnya dua. Rm Martin tidak ada rambutnya lagi. Atau kalau ada rambutnya nggak dua.
Teman-teman yang jelas ini menggambarkan seseorang yang berangkali ada di penjara. Saya punya kisah mengenai Nelson Mandela.
Teman-teman tentu masih ingat Nelson Mandela seorang pejuang kemerdekaan Negro Afrika Selatan. Pada tahun 84 Nelson Mandela yang sedang dipenjara menuliskan sebuah surat dari penjara dialamatkan kepada uskup Stifen Nido yang ada di Afrika Selatan.
Dalam suratnya ia mengungkapkan rasa terimakasihnya atas kunjungan seorang imam katolik di penjara.
Pada waktu itu orang Afrika Selatan tidak boleh memasang gambar Nelson Mandela. Bahkan kalau ada orang menyimpan gambarnya atau menyimpan tulisannya dan ketahuan mereka bisa di jebloskan ke dalam penjara juga. Ketika di bebaskan pada tahun 94 Nelson Mandela diundang untuk mengikuti misa akbar di Captown. Misa seperti ini dan umatnya jauh lebih banyak, dan dalam kesempatan misa itu Nelson Mandela membacakan suratnya. Dia mengatakan begini. Gereja sangat penting di dalam kehidupan kita sehari-hari. Tetapi kalian perlu berada di penjara Afrika selatan untuk dapat merasakan dan menghargai peran krusial Gereja dalam usahanya meringankan penderitaan yang di sebabkan oleh kesemena-menaan dan kegelapan regim pemerintahan nasional, yaitu permerintahan Apartehit. Nelson Mandela merasa bersyukur, karena apa? karena selama dia dipenjara ada seorang imam yang berani mengunjungi dia.
Teman-teman pertemuan Nelson Mandela dengan imam yang mengunjunginya itu adalah pertemuan anak nomer dua.
Kalau ditanya apakah Nelson Mandela dipenjara itu tidak mau. Tentu tidak mau. ”Kenapa dia mau dipenjara, karena dia mau membawa kemerdekaan bagi sesama. Kalau di tanya romo yang mengunjungi tadi, mau mengunjungi?, seandainya ditanya, dia pasti tidak mau tetapi tetap mengunjungi.
Teman-teman kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Mandela. Untuk menjadi seperti imam itu melakukan hal-hal kecil, yang sesungguhnya membawa kemerdekaan bagi keluarga kita. Bagi teman-teman di tempat kerja kita. Oleh karena itu kita mohon rahmat supaya kita boleh mulai hari ini membawa kemerdekaan di rumah kita. Membawa kegembiraan di rumah kita. Membawa kerja yang sejati, kerendahan hati yang sejati di keluarga kita dan di tempat kita bekerja Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar