Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Selasa, 16 Februari 2010

Kotbah Romo Redemptus Hardoputranto, SJ

“Masyarakat kita ‘ Sakit ‘.”
Ekaristi Tgl 6 Desember 2009
Injil Lukas 3 : 1 - 6

Ibu-bapak, saudari-saudara, adven adalah masa harapan. Seperti kita baca dalam bacaan yang pertama dari Barukh dan bacaan Injil tadi.
Saudara-saudari terkasih saya akan memberi suatu ilustrasi dari suatu cerita Adven yang mungkin anda sudah pernah dengar, jadi ini sedikit di daurulang lagi. Ada seorang ibu muda yang sedang mengandung tetapi ia kedapatan terserang penyakit kanker yang serius. Beberapa kali ia menjalani operasi tetapi tetap tidak berhasil. Kondisinya dari hari ke hari berubah dari buruk menjadi lebih buruk lagi. Dokter-dokter mengangkat tangan dan berkata “Tak ada harapan. Anda takkan hidup lama lagi.”
Pada waktu itu ia dan suaminya itu berpikir-pikir, mengapa? Lalu mereka mengambil keputusan untuk mencari jalan alternatif. Pindah hidup di suatu tempat yang jauh dari dunia. Jauh dari mana-mana. Karena dunia sudah menvonis isterinya ini tidak akan hidup lama lagi, tidak ada harapan lagi.
Pasangan ini percaya bahwa pada setiap orang itu tersimpan sesuatu kekuatan untuk menyembuhkan diri dan daya kekuatan untuk hidup. Mereka mau mencoba membina daya kekuatan diri, menggunakan untuk penyembuhan sang isteri. Tetapi lebih dari itu mereka yakin sedalam-dalamnya bahwa Tuhan itu tetap maha baik. Penyelengaraannya tidak akan meninggalkan mereka. Di kehidupan mereka mengasingkan diri mereka hidup di sekitar tanah pertanian yang cukup luas. Mereka hanya berbicara saban hari mengenai lingkungan alam yang bersih, mengenai Allah yang baik, mengenai cinta kasih, mengenai pengampunan, dan mengenai kesehatan. Mereka berdoa dan tetap bekerja, setiap kali mengembangkan sikap positif satu terhadap yang lain, saling menyemangati dan membicarakan kebaikan-kebaikan yang mereka terima dalam hidup ini dari Tuhan. Begitu mereka jalankan siang dan malam. Hari demi hari minggu demi minggu, apa yang terjadi? Pada akhir bulan yang keempat sang isteri merasakan ada perbaikan dalam kesehatannya. Sesuatu yang aneh mulai dirasakan ia mulai sembuh, dan kesembuhannya ini sungguh bagi dia diluar dugaan mereka sendiri, menakjubkan. Disembuhkan dalam suatu kesadaran dan suatu dunia yang mereka buat bersama. Suatu dunia di mana sang isteri tidak lagi divonis untuk mati tetapi senantiasa diberi pengharapan.
Saudara-saudara yang terkasih kita semua mengetahui betapa dunia dan masyarakat kita ini juga menderita sakit. Banyak penyakit, orang diam, dia merasakan tipisnya harapan, bahwa masyarakat ini dan dunia kini akan bisa menjadi lebih baik. Orang meng-alami sistim yang meng-hasilkan tidak bisa lurus lagi. Berliku-liku harus ditempuh orang untuk bisa menghasilkan sesuatu. Standar atau patokan hidup juga tidak jelas, tidak menentu. Akibat perilaku, terutama perilaku dalam hidup bermasyarakat. Tatanan sosial dan hukum tidak jauh berbeda. Dan kita di negeri yang berkembang ini merasakan juga begitu banyak masalah. Yang satu belum selesai, belum diselesaikan yang lain sudah muncul lagi. Kadang orang menjadi pesimis apa bisa menjadi lebih baik. Mengeluh saja sudah tidak ada gunanya karena segala sesuatu yang baik sering kali diputar balikkan. Sehingga tidak ada harapan akan penyelesaian.
Tapi saudara-saudara terkasih seperti ibu dalam ilustrasi cerita tadi yang punya sakit kanker yang divonis tak tersembuhkan, kita dapat mengusahakan suatu kemungkinan lain, suatu kehidupan atau nasib yang lain, yang baru. Dalam injil tadi Yohanes pembaptis, menyiapkan suatu pesan, pesan yang radikal, “Kami tidak terbelenggu mati oleh duniamu sekarang ini.” Masih ada harapan masih ada kehidupan yang baru yang dapat kamu bangun. Ada daya kekuatan yang dapat membedakan kamu dari dunia. Yang membelenggumu sekarang ini.
Secara simbolik Yohanes Pemandi atau Yohanes Pembaptis menunjukkan cara hidup baru ini ketika dia meninggalkan lingkungan hidupnya yang mapan, yang nyaman. Ia pergi ke padang pasir, tempat tinggal, pakaian, dan makanannya, terik matahari di siang hari, dingin di malam hari, ancaman binatang buas menunjukkan radikalitas atau protes terhadap kehidupan masyarakat jaman itu. Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis, Allah akan menghampirimu siap-kanlah jalan bagi Tuhan.
Pewartaan dan seruannya menjadi lebih kuat lagi dan penuh wibawa karena didukung oleh cara hidupnya yang keras. Cara hidupnya dan pribadinya yang berani tidak takut kepada siapapun. Yohanes yang sungguh menggantungkan dimana namanya menjadi tenar tetapi dia selalu rendah hati.
Saudara-saudara terkasih, adven merupakan masa pertobatan seperti yang diserukan oleh Yohanes tadi. Adven memberi kesempatan baru bagi kita untuk mencoba kemungkinan lain yaitu merubah hidup dan memperbaharui hidup kita. Tetapi bagaimana caranya. Bertobat itu tidak hanya rasa sesal, rasa sedih, rasa getun, rasa tidak enak. Seperti yang saya dengar di kamar pengakuan. Saya tidak enak karena melukai hati temanku. Saya tidak enak karena janji tidak aku tepati dan sebagainya. Tetapi bertobat terutama adalah mengakui keadaan kita. Situasi kita terutama kedosaan kita, kerapuhan kita. Bertobat berarti berani membuka lembaran hidup yang baru. Mengambil haluan baru. Menuju kealam beralih dari segala yang membawa ketidak selamatan.
Kita manusia sudah dirusak oleh dosa. Kita menderita luka-luka. Menjadi rapuh, menjadi bobrok. Masyarakat kita juga, punya mata tidak bisa melihat. Punya telinga tidak bisa mendengar. Punya hati tidak mampu mencintai lagi. Dan masih banyak sekali orang yang selalu merasa prihatin. Gamang dan perihatin karena tidakpastian pekerjaan. Karena hidup sendiri. Karena tak mampu bergaul. Tak bisa menopang keluarga. Cemas kalau melihat masa depannya. Karena masyarakatnya sering tidak perduli, bahkan tidak jarang itu meninggalkan kita.
Saudara-saudara terkasih Adven adalah masa untuk berubah. Dan untuk memperbaharui hidup kita sendiri maupun bersama-sama. Karena setiap hidup kita pribadi selalu mempunyai dimensi atau segi sosialnya. Keterkaitan dan saling bergantung pada orang lain, pada masyarakat dan pada dunia kita. Kita ingat akan anjuran sidang agung Gereja Katolik Indonesia di tahun 2005 tentang Habitus baru yang harus kita bangun dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Kita tahu bahwa kita lebih baik mulai dari kita sendiri keluarga kita dan umat dalam gereja kita. Kita mesti berubah mempunyai pola dan cara pikir yang baru. Merasakan secara baru tetapi lebih-lebih kebiasaan yang berperilaku yang baik. Meninggalkan perilaku yang lama terutama sikap-sikap yang lama. Habitus baru harus terus menerus diperjuangkan tentu tidak hanya dalam lingkungan kita sendiri tetapi harus bersama-sama orang-orang lain di masyarkat kita. Kita sudah mulai mencanangkan perubahan ini empat tahun lamanya. Dan sudahkah kita mencapai hasil akhir itu, apa hasilnya sudah memuaskan? Saya kira kita harus mengakui bahwa sama sekali belum. Maka dengan masa adven ini gerakan menciptakan Habitus baru ini kita doakan untuk mendapat dorongan yang baru lagi.
Saudara terkasih dalam seruanya dipadang gurun Yohanes pemandi mengakhiri seruan, suara yang berseru-seru dipadang gurun ini dengan ucapan yang memberi harapan semua orang akan melihat keselamatan yang datang dari Tuhan. Waktunya sudah genap Allah datang mengerjakan keselamatan, agar Allah memberi ketetapan baru pada waktu Yohanes dahulu. Tetapi terutama juga pada jaman kita sekarang ini secara baru.
Saudara terkasih Allah dalam PuteraNya Yesus Kristus tidak hanya 2000 tahun yang lalu, tetapi sekarang pun pada setiap waktu, pada berbagai peristiwa dalam diri orang-orang lain Dia selalu ingin memperbaharui hidup kita. Marilah kita mohonkan ini semua dalam doa-doa kita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar