Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Sabtu, 14 November 2009

Kotbah Romo Petrus Pramudyarkara W, SJ

“Amalkan Sabda Tuhan dalam Hidup kita.”
Ekaristi Tgl 12 September 2009
Injil Markus 8 : 27 – 35

Saudari-saudara yang terkasih semuanya, selamat malam dan berkah Dalem. Bagian yang kita renungkan sore hari ini dan juga sore hari kemarin sebagaimana ditulis sebagai tema kita Sabda Tuhan yang kita dengar sebagaimana berbuah dalam perbuatan-perbuatan yang konkret, kita amalkan berdasarkan surat Santo Yakobus yang kita dengar dalam bacaan pertama. Iman dan perbuatan. Bahkan harus dikatakan bahwa dari perbuatan itu akan kelihatan iman orang. Mungkin ini kritik bagi banyak dari kita mungkin yang biasa, lebih menampakkan kata-kata imannya tapi kurang dalam perbuatan konkret. Kita bisa mengatakan kita cinta pada Tuhan dan berdoa khusuk tapi mungkin kurang terlibat dalam kehidupan sehari-hari dengar orang lain selalu melihat diri kita sendiri. Kita disadarkan melalui tema dan bacaan-bacaan hari ini untuk mengkonkretkan apa yang kita yakini yang kita percayai iman kita dalam perbuatan-perbuatan nyata.
Saudari-saudara yang terkasih kita bisa memperhatikan bagaimana percakapan antara Yesus dan murid-muridNya. Bagian awal Yesus mengatakan, menanyakan kepada murid-muridNya. Murid-muridNya yang pertama lebih memakai sebutan yang biasanya dipakai orang. Yesus menurut banyak orang. Yang disebutkan Yesus sama seperti Yohanes Pembaptis, sama seperti Elia atau seperti nabi-nabi yang terakhir muncul kata Mesias.
Murid-murid membayangkan sebagai orang yang besar. Dan pasti murid-murid mempunyai kebanggaan menjadi pengikut atau murid dari orang besar, orang terkenal. Tetapi Yesus melarang kata Mesias di gunakan karena pada jaman itu kata Mesias dipahami sebagai orang yang mempunyai kekuatan dari atas secara luar biasa untuk menghancurkan atau menyelesaikan segala perkara dengan cepat. Orang bisa merubah kemalangan menjadi kesejahteraan dengan tiba-tiba. Gambaran Mesias seperti kalau orang jawa dan kebudayaan jawa memandang ratu adil. Itu sosok orang yang mempunyai kekuatan istimewa untuk meng-hancurkan musuh atau merubah keadaan secara tiba-tiba. Yesus melarang kata Mesias digunakan. Sebaliknya Yesus mengajak murid-muridNya untuk meperkenalkan diriNya kepada murid-muridNya dengan sebutan Anak Manusia. Yang dalam pengertian waktu itu seperti orang biasa. Sebut saja saya orang biasa dan orang biasa itu juga harus banyak mengalami penderitaan bahkan akan dibunuh. Murid-muridNya sekali lagi tidak mau terima. Petrus menarik Yesus dan menegur Dia. “Tidak mungkin guru saya akan mati”. Seperti itu.
Yesus memarahi sikap Petrus yang keliru. Karena Petrus dan mungkin juga mewakili kita semua. Kita berpikir bahwa tidak mungkin Allah akan menderita. Kita bergulat dalam diri kita sebetulnya antara pikiran-pikiran Allah dan pikiran-pikiran iblis. Pikiran-pikiran yang mendorong untuk memahami cinta Allah ataukah kita lebih mengutamakan pikiran-pikiran kita manusiawi yang lebih dilatarbelakangi oleh kepentingan diri atau si iblis itu. Apa yang dikehendaki Yesus pada murid-muridNya? Bisa berat, bisa sangat sederhana. Setiap orang yang mau mengikut Aku dia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Yesus. Orang yang berani menyangkal diri dan mengikuti Yesus dengan memanggul salib itu sebuah keberanian untuk kehilangan nyawanya. Tidak perlu harus mati, atau tidak perlu harus mewartakan agama kemana-mana dan di gantung di suatu jalan. Tidak perlu mungkin menjadi martir. Pada jaman ini yang kita perlukan adalah, yang bisa kita lakukan sebagai orang biasa mengungkapkan cinta yang kita alami dari Tuhan dalam perilaku sehari-hari. Mengendalikan diri, me-ngontrol emosi menata perbuatan-perbuatan kita, itu sudah sebuah penyangkalan diri. Atau sebagian dianugerahi atau katakanalah kalau tidak di anugerahi sedang mengalami salib, kesulitan, masalah, beban. Yesus mengajak kita untuk memikul salib itu. Mungkin kita tidak merasa keblekan, atau kejatuhan dan frustasi karena tidak bisa mengelakkan beban itu. Tetapi ketika kita mendengar Sabda ini mungkin kita, “Oke …. Ini Tuhan sedang memberi anugerah saya memikul salib. Dan mengikuti Yesus. Dan apa yang menjadi keyakinan kita, iman yang kita peroleh di dalam memikul salib. Tuhan mencintai saya, Tuhan menyertai saya, saya tidak sendirian ketika memikul salib. Saya tidak merasa sendiri ketika memanggul salib dan menyangkal diri.
Maka iman yang meresap atau keluar dalam diri kita, dalam perbuatan-perbuatan yang konkret, ungkapan penyangkalan diri. Banyak contoh saudara-saudari, bagian besar dari kita menjalankan hidup sehari-hari apa yang disebut membahagiakan, menggembirakan orang lain. Tidak sebaliknya membuat dirinya bahagia dengan memanfaatkan orang lain atau menjadikan orang lain korban.
Kalau kita memperhatikan membolak-balik, dan membaca singkat sebuah majalah utusan yang biasanya di maksudkan untuk bacaan para aktivis katolik tema bulan ini adalah kesabaran. Dan kesabaran diungkapkan dalam beberapa rubik yang di sajikan. Misalnya seorang ibu yang pekerjaannya membatik sudah 30 tahun profesi itu ditekuni sejak kelas empat SD dan akan ditekuni sampai buyuten tangannya ndak bisa tenang lagi. Setiap hari ia harus hidup bersimpuh tujuh jam atau bekerja sampai larut malam untuk membuat pola, dan pekerjaan membatik tidak bisa tergesa-gesa dan harus teliti, ketekunan, kesabaran, pengendalian diri merupakan dia hayati sebagai ungkapan kepasrahan kepada Tuhan dan cinta diungkapkan dalam pekerjaan membatik.
Seorang ibu yang sudah lanjut usia menghabiskan, menyisihkan waktu usia lanjut itu kembali ke kampung halaman memberikan tempat bagi anak-anak, mendirikan sanggar bacaan supaya anak-anak di desa itu bisa membaca menambah pengetahuan dan belajar banyak. Atau contoh lain yang disajikan bagaimana orang-orang muda atau banyak juga yang tua, yang dikota besar metropolitan setiap hari melalui jalan raya, sebagian besar hidupnya ada di atas jok sepeda motor. Jalanan yang seperti itu dirasakan sebagai tempat yang mudah memicu luapan emosi kemarahan ataupun hal-hal lain, yang tidak baik. Tetapi bagaimana banyak di tampilkan orang yang bisa mengendalikan diri mengontrol emosi sehingga tidak mudah marah dan bisa menyenangi pekerjaan nya itu karena demi hidupnya. Itu bentuk penyangkalan diri dan perbuatan-perbuatan itu sangat nyata. Dan tidak ada mukjizat dalam arti seluruh masalah hilang dalam waktu yang singkat.
Dan bagian akhir yang bisa kita renungkan adalah seperi yang ditulis oleh Romo Sindu sebagai pengantar awal dari tema kesabaran itu adalah sosok seorang seperti yang kita kenal seperti mbah Surip. Yang melejit dalam waktu yang singkat, dan hilang lagi dalam waktu yang singkat pula. Seperti meteor muncul, dinihari dan hilang di pagi hari. Ketenarannya begitu besar, dari lagu yang sederhana. Dan Romo Sindhu melukiskan lagu yang kita kenal “tak gendong kemana-mana” itu sebuah ungkapan dia didasar atas cinta untuk menggembirakan orang lain. Akhirnya ia mati kelelahan karena menggendong banyak orang itu kemana-mana. Mbah Surip mengungkapkan cintanya pada orang lain dengan lagu yang sederhana. Sama juga seperti dikatakaan oleh Romo Sindhu Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus yang usianya juga tidak panjang mengajarkan kepada kita, bahwa cinta Tuhan yang besar bisa terungkap melalui pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, kita tidak takut dengan keterbatasan kekurangan dan kelemahan-kelemahan kita. Karena Tuhan bisa menyempurnakan keterbatasan dan kekurangan itu dalam pekerjaan kita yang mengungkapkan cinta kita kepada Tuhan.
Dengan pekerjaan yang sederhana seperti mengepel lantai, menyapu halaman, mencuci pakaian, kalau bisa diberi kesempatan yang bagus, mengajar, lebih mulia mungkin menghitung uang. Mendapat pekerjaan yang bagus tapi semuanya itu kita terima sebagai itu penghayatan cinta, cinta kepada Tuhan dan kepada orang lain. Mungkin akan menjadi sumber kegembiraan bagi orang lain. Maka memikul Salib tidak harus menggendong orang kemana-mana, tetapi membuat orang yang bertemu dengan diri kita merasa gembira damai dan tenang itu sudah suatu menyangkal diri memikul salib dan mengikuti Yesus. Maka saudara-saudariku yang terkasih ketika membaca kembali surat santo Yakobus iman dilakukan, dijalankan dalam perbuatan kita. Iman yang dijalankan. Tapi perbuatan-perbuatan kita itu juga didasarkan atas keyakinan kita Tuhan mencintai kita. Perbuatan yang di imani. Membuka kita semakin disadarkan untuk menjadikan kehidupan kita yang biasa, perbuatan-perbuatan yang sehari-hari yang konkret menjadi saluran Tuhan, bagi kita dan orang lain. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar