Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Sabtu, 14 November 2009

Kotbah Romo R.M Wisnumurti, SJ

Romo R.M. Wisnumurti, SJ
“ Sabda Tuhan mempersatukan”
Ekaristi 26 September 2009
HUT Ke 83
Gereja St. Antonius Kotabaru.
Injil Mrk 9: 38-43.45-47-48

Ibu-bapak, saudari-saudara terkasih yang berbahagia, saya katakan berbahagia karena sebagaimana tadi disampaikan pada bagian pengantar oleh Romo Martin berkaitan dengan Hari Ulang Tahun Gereja St. Antonius Kotabaru. Seperti juga yang anda dapat baca dalam teks halaman sampulnya. Hari ulang tahun ke 83 gereja St. Antonius Kotabaru. Barangkali ada baiknya kalau kita lebih dahulu mencoba memahami apa atau mana yang dimaksud dengan ulang tahun gereja St. Antonius ini. Karena kalau anda mungkin nanti sempat menyimak membaca kembali baik pengantar maupun juga doa-doa menyebutkan bahwa Gereja yang dimaksud adalah jemaat orang beriman. Padahal yang kita peringati ulang tahunnya hari ini adalah gereja bangunan ini. Tidak termasuk yang sayap utara. Sayap utara itu baru di tempelkan ditambahkan kira-kira 23 tahun yang lalu. Dulu bangunannya ini.
Lalu kalau ulang tahun 83 berarti bangunannya ini. Tetapi kalau diingat tiga tahun yang lalu 2006 kan ada gempa di sana hampir runtuh, disitu juga hampir runtuh. Lalu terpaksa di restorasi. Jadi kalau mau memperingati ulang tahun gereja bisa juga mulai tahun 2006, baru 3 tahun. Tapi saya kira bukan peringatan yang terakhir itu. Tetapi memang kita memperingati ulang tahun gereja St. Antonius bangunan ini yang sudah berdiri 83 tahun. Sekurang-kurangnya dihitung pada saat peresmian di mana gereja ini diberkati.
Kalau kita merayakan ulang tahun gereja bangunan dimana jemaat beriman yaitu Gereja yang hidup berkumpul, memang layak untuk disyukuri. Karena lalu di dalam gereja dimana jemaat berkumpul kita bisa berdoa memuji, memuliakan Allah, mendengarkan sabda Tuhan dan diharapkan kalau anda memperhatikan selama bulan ini tema-tema lalu dikaitkan dengan sabda Tuhan sehubungan dengan bulan Kitab Suci pada bulan ini. Khususnya kalau pada peringatan ulang tahun Gereja ini diberi Tema Sabda Tuhan mempersatukan karena memang diharapakan bangunan ini dapat menjadi tempat persatuan berkumpulnya jemaat beriman, baik yang tinggal dilingkungan Paroki ini maupun juga mereka yang mau datang untuk beribadat berdoa, berkumpul sebagai jemaat beriman di tempat ini.
Namun kalau kita menyimak dari doa-doa yang hari ini dipanjatkan mungkin ada juga yang mempunyai bayangan seperti yang selama ini disampaikan di lingkungan Gereja St. Antonius Kotabaru selalu disebutkan Gereja St. Antonius Kotabaru dengan hurug G besar. Yang dimaksudkan memang Gereja sebagai jemaat. Nah kalau Gereja sebagai jemaat tentu bukan mulai 83 tahun yang lalu. Biasanya suatu paroki diresmikan sebagai paroki oleh keuskupan berkaitan dengan di Paroki tersebut mulai di catat buku Baptis, buku Perkawinan dan sebagainya. Seperti beberapa hari yang lalu saya kira minggu yang lalu Gereja Pangkalan di Adi Sucipto yang memakai Santo Pelindung, Santo Mikael diresmikan sebagai paroki mandiri bukan bangunan gereja St. Mikaelnya itu sudah ada sebelum Gereja paroki itu berdiri.
Nah Gereja St. Antonius Kotabaru ini kalau mau melihat saat penetapannya sebagai paroki tentunya ketika Gereja ini memisahkan diri dari induknya yang semula adalah gereja Kidul Loji itu terjadi pada tahun 1934. jadi kalau dihitung tahun ini sebetulnya sebagai jemaat yang resmi berdiri sebagai paroki baru 75 tahun.
Namun ada juga cara melihat yang lain, kalau tadi saya menyebut dimana mulai dicatat buku Baptis, buku Perkawinan. nah saya membolak-balik buku Baptis yang ada di gereja ini ternyata sudah lebih tua dicatat, sudah mempunyai buku Baptis sendiri. Sejak tahu 1922. jadi 4 tahun lebih tua dari gereja ini sendiri. Kenapa demikian karena semula gereja ini adalah kapel yang menjadi bagian dari Kolese St. Ignatius, dibelakang ini. Kapel yang semula dimaksudkan untuk penghuni Kolese Ignatius, para frater dan para dosennya merayakan Ekaristi. Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa mereka yang tinggal disekitar boleh merayakan Ekaristi bersama, Itu pada mulanya lalu karena semakin banyak orang yang mau ikut mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi di tempat ini maka lalu dipikirkan perlu tempat yang lebih luas. Karena itu lalu dicarikan dana. Dicarikan dana untuk membangun tempat yang lebih luas supaya lebih banyak umat bisa berkumpul beribadah. Maka lahirlah dibangunlah gereja ini yang diresmikan pada tahun 1926 pada tanggal 26 September, itu yang kita peringati pada hari ini dan memang pantas disyukur lebih-lebih kita umat diparoki St. Antonius Kotabaru. di syukuri karena apa? Kita sudah tidak repot-repot mencari tanah mengumpulkan dana, karena oleh Kolese St. Ignatius sejak resminya tahun 1967 diserahkan sepenuhnya pengelolaannya pada Paroki St. Antonius Kotabaru. karena semula yang menjadi pimpinan paroki adalah Rektor kolose St. Ignatius yang sesuai dengan jabatannya sekaligus merangkap sebagai pastor kepala di Gereja St. Ignatius kotabaru ini. Lalu itu secara beransur-angsur dalam perjalanan setidak-tidaknya mulai tahun 34 mulai melibatkan juga umat yang ada disekitar sampai setelah dibeli Pastoran yang terletak dijalan I Nyoman Oka no delapan belas itu maka lalu sepenuhnya mulai diurus dan di kelola oleh umat paroki di St. Antonius Kotabaru.
Hal yang menarik yang pantas untuk menjadi permenungan kita terkait juga dengan bacaan-bacaan – yang dipilih hari ini. Dalam bacaan Injil tadi dimulai dengan laporan dari Yohanes kepada Yesus. Guru kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu lalu kami cegah orang itu karena ia bukan pengikut kita.
Seringkali kita merasa bahwa kitalah yang istimewa. Saya pokonya hanya mau ke gereja Kotabaru, itu yang seringkali terdengar. Tetapi sebetulnya kalau kemudian Yesus menegur, “Jangan kamu larang dia, karena tidak ada orang yang dapat membuat mukjizat sekaligus juga melawan Yesus. Dengan itu Yesus mau mengajarkan kepada Yohanes dan kawan-kawannya. Untuk tidak hanya menekankan cara bepikir yang seragam yang sama. Tetapi juga melihat nilai-nilai keberagaman artinya keterbukaan. Dan itu memang sudah mulai jauh sejak gereja ini di dirikan, pelayanan yang di berikan melalui para Romo yang berkarya di Kolese melampaui wilayah yang sekarang menjadi paroki St. Antonius Kotabaru ini, bahkan sampai di Wonosari, Wates, sampai di wilayah disebelah utarapun juga mendapatkan pelayanan. Artinya sudah ada keterbukaan. dan itu rupa-rupanya terus berlanjut keterbukaan yang menjadi salah satu ciri dari Gereja ini yang terus dikembangkan dan ketika tahun 1986 dilihat bahwa semakin banyak umat yang datang. Maka pelayanan bukan lagi keluar tetapi banyak orang yang datang yang juga perlu mendapatkan pelayanan. Sehingga diperluas ruangan untuk tempat ibadah ditambahkan sayap utara gereja ini supaya bisa menampung lebih banyak umat. Tetapi semuanya dimaksudkan agar umat bersatu dalam iman yang sama untuk memuji dan memuliakan Allah. Tetap juga dalam kerangka keterbukaan lebih-lebih ajakan untuk mengimplemantaasikan apa yang diharapkan oleh Gereja semesta khususnya konsili vatikan ke II maka lalu juga banyaknya umat yang datang membuat perlunya melibatkan mereka yang mau terlibat keterbukaan juga menyediakan kesempatan bagi siapapun tidak terbatas bagi mereka yang berasal dari lingkungan paroki Kotabaru dan kemudian itu juga semakin dikembangkan lalu bukan hanya bahwa mereka yang datang mau beribadah yang diajak dilibatkan tetapi juga ada kurun waktu dimana siapapun dari lingkungan di sekitar bukannya hanya yang seiman yang mau diajak juga berkerjasama yang mempunyai niat baik untuk membantu dan itu juga dikembangkan tetapi juga dirasakan bahwa pengembangan keterbukaan yang sedemikian memang memerlukan juga kesediaan untuk memberi perhatian bagi yang di dalam.
Oleh karena itu pada peringatan ulang tahun yang ke 83 ini kalau Yesus mengingatkan kepada Yohanes supaya tidak hanya memikirkan merasa dirinya kelompoknya sendiri yang istimewa yang mau dibangun adalah sikap inklusif bukan sikap eksklusif yang mau mengecualikan mau mengistimewakan diri yang memang menjadi kecenderungan dari orang pada umumnya. Tetapi Yesus mengajak para murid untuk mau bersikap inklusif merangkul mengikutsertakan maka memang diharapkan dengan mengikutsertakan lalu semua semakin bersatu karena apa? Sama-sama mendengarkan sabda Tuhan yang dapat diimplementasikan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka lalu juga diharapkan semua mau terlibat mau berpartisipasi bukan hanya ikut serta menikmati karena misalnya di Gereja Kotabaru pelayanannya enak cepat dan sebagainya. Tetapi mereka yang datang di sini adalah juga sabagai saudara seiman yang diharapkan juga mau terlibat seperti yang diharapkan ketika membuka kesempatan, keterbukaan mengajak untuk semua terlibat karena apa? Ini adalah gereja kita, ini adalah juga jemaat yang ingin dibangun bersama agar bukan hanya untuk beribadah tetapi juga untuk supaya bisa beguna bermanfaat bagi masyarakat disekitar kita. Oleh karena itu pantas kalau kita mensyukuri bahwa kita mempunyai tempat ibadah namun juga bukan hanya supaya kita selalu bisa berkumpul tetapi setelah kita berkumpul kita bisa keluar membawa warta gembira membawa kabar sukacita pada sesama kita terlebih yang diharapkan untuk dikembangkan terutama ditahun-tahun terakhir di Keuskupan Agung Semarang juga memperhatikan mereka yang lemah miskin, tersingkir, dan terabaikan. Sehingga kehadiran Kristus, sungguh-sungguh akan dirasakan, sungguh membawa keselamatan kepada semua. Selamat merayakan Ulang Tahun gereja ini semoga peringatan ini juga menggugah kita untuk mau semakin melibatkan diri dalam segala usaha kegiatan yang dilakukan lewat Gereja ini bermanfaat bagi umat maupun bagi masyarakat. Amin.

Kotbah Romo Petrus Pramudyarkara W, SJ

“Amalkan Sabda Tuhan dalam Hidup kita.”
Ekaristi Tgl 12 September 2009
Injil Markus 8 : 27 – 35

Saudari-saudara yang terkasih semuanya, selamat malam dan berkah Dalem. Bagian yang kita renungkan sore hari ini dan juga sore hari kemarin sebagaimana ditulis sebagai tema kita Sabda Tuhan yang kita dengar sebagaimana berbuah dalam perbuatan-perbuatan yang konkret, kita amalkan berdasarkan surat Santo Yakobus yang kita dengar dalam bacaan pertama. Iman dan perbuatan. Bahkan harus dikatakan bahwa dari perbuatan itu akan kelihatan iman orang. Mungkin ini kritik bagi banyak dari kita mungkin yang biasa, lebih menampakkan kata-kata imannya tapi kurang dalam perbuatan konkret. Kita bisa mengatakan kita cinta pada Tuhan dan berdoa khusuk tapi mungkin kurang terlibat dalam kehidupan sehari-hari dengar orang lain selalu melihat diri kita sendiri. Kita disadarkan melalui tema dan bacaan-bacaan hari ini untuk mengkonkretkan apa yang kita yakini yang kita percayai iman kita dalam perbuatan-perbuatan nyata.
Saudari-saudara yang terkasih kita bisa memperhatikan bagaimana percakapan antara Yesus dan murid-muridNya. Bagian awal Yesus mengatakan, menanyakan kepada murid-muridNya. Murid-muridNya yang pertama lebih memakai sebutan yang biasanya dipakai orang. Yesus menurut banyak orang. Yang disebutkan Yesus sama seperti Yohanes Pembaptis, sama seperti Elia atau seperti nabi-nabi yang terakhir muncul kata Mesias.
Murid-murid membayangkan sebagai orang yang besar. Dan pasti murid-murid mempunyai kebanggaan menjadi pengikut atau murid dari orang besar, orang terkenal. Tetapi Yesus melarang kata Mesias di gunakan karena pada jaman itu kata Mesias dipahami sebagai orang yang mempunyai kekuatan dari atas secara luar biasa untuk menghancurkan atau menyelesaikan segala perkara dengan cepat. Orang bisa merubah kemalangan menjadi kesejahteraan dengan tiba-tiba. Gambaran Mesias seperti kalau orang jawa dan kebudayaan jawa memandang ratu adil. Itu sosok orang yang mempunyai kekuatan istimewa untuk meng-hancurkan musuh atau merubah keadaan secara tiba-tiba. Yesus melarang kata Mesias digunakan. Sebaliknya Yesus mengajak murid-muridNya untuk meperkenalkan diriNya kepada murid-muridNya dengan sebutan Anak Manusia. Yang dalam pengertian waktu itu seperti orang biasa. Sebut saja saya orang biasa dan orang biasa itu juga harus banyak mengalami penderitaan bahkan akan dibunuh. Murid-muridNya sekali lagi tidak mau terima. Petrus menarik Yesus dan menegur Dia. “Tidak mungkin guru saya akan mati”. Seperti itu.
Yesus memarahi sikap Petrus yang keliru. Karena Petrus dan mungkin juga mewakili kita semua. Kita berpikir bahwa tidak mungkin Allah akan menderita. Kita bergulat dalam diri kita sebetulnya antara pikiran-pikiran Allah dan pikiran-pikiran iblis. Pikiran-pikiran yang mendorong untuk memahami cinta Allah ataukah kita lebih mengutamakan pikiran-pikiran kita manusiawi yang lebih dilatarbelakangi oleh kepentingan diri atau si iblis itu. Apa yang dikehendaki Yesus pada murid-muridNya? Bisa berat, bisa sangat sederhana. Setiap orang yang mau mengikut Aku dia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Yesus. Orang yang berani menyangkal diri dan mengikuti Yesus dengan memanggul salib itu sebuah keberanian untuk kehilangan nyawanya. Tidak perlu harus mati, atau tidak perlu harus mewartakan agama kemana-mana dan di gantung di suatu jalan. Tidak perlu mungkin menjadi martir. Pada jaman ini yang kita perlukan adalah, yang bisa kita lakukan sebagai orang biasa mengungkapkan cinta yang kita alami dari Tuhan dalam perilaku sehari-hari. Mengendalikan diri, me-ngontrol emosi menata perbuatan-perbuatan kita, itu sudah sebuah penyangkalan diri. Atau sebagian dianugerahi atau katakanalah kalau tidak di anugerahi sedang mengalami salib, kesulitan, masalah, beban. Yesus mengajak kita untuk memikul salib itu. Mungkin kita tidak merasa keblekan, atau kejatuhan dan frustasi karena tidak bisa mengelakkan beban itu. Tetapi ketika kita mendengar Sabda ini mungkin kita, “Oke …. Ini Tuhan sedang memberi anugerah saya memikul salib. Dan mengikuti Yesus. Dan apa yang menjadi keyakinan kita, iman yang kita peroleh di dalam memikul salib. Tuhan mencintai saya, Tuhan menyertai saya, saya tidak sendirian ketika memikul salib. Saya tidak merasa sendiri ketika memanggul salib dan menyangkal diri.
Maka iman yang meresap atau keluar dalam diri kita, dalam perbuatan-perbuatan yang konkret, ungkapan penyangkalan diri. Banyak contoh saudara-saudari, bagian besar dari kita menjalankan hidup sehari-hari apa yang disebut membahagiakan, menggembirakan orang lain. Tidak sebaliknya membuat dirinya bahagia dengan memanfaatkan orang lain atau menjadikan orang lain korban.
Kalau kita memperhatikan membolak-balik, dan membaca singkat sebuah majalah utusan yang biasanya di maksudkan untuk bacaan para aktivis katolik tema bulan ini adalah kesabaran. Dan kesabaran diungkapkan dalam beberapa rubik yang di sajikan. Misalnya seorang ibu yang pekerjaannya membatik sudah 30 tahun profesi itu ditekuni sejak kelas empat SD dan akan ditekuni sampai buyuten tangannya ndak bisa tenang lagi. Setiap hari ia harus hidup bersimpuh tujuh jam atau bekerja sampai larut malam untuk membuat pola, dan pekerjaan membatik tidak bisa tergesa-gesa dan harus teliti, ketekunan, kesabaran, pengendalian diri merupakan dia hayati sebagai ungkapan kepasrahan kepada Tuhan dan cinta diungkapkan dalam pekerjaan membatik.
Seorang ibu yang sudah lanjut usia menghabiskan, menyisihkan waktu usia lanjut itu kembali ke kampung halaman memberikan tempat bagi anak-anak, mendirikan sanggar bacaan supaya anak-anak di desa itu bisa membaca menambah pengetahuan dan belajar banyak. Atau contoh lain yang disajikan bagaimana orang-orang muda atau banyak juga yang tua, yang dikota besar metropolitan setiap hari melalui jalan raya, sebagian besar hidupnya ada di atas jok sepeda motor. Jalanan yang seperti itu dirasakan sebagai tempat yang mudah memicu luapan emosi kemarahan ataupun hal-hal lain, yang tidak baik. Tetapi bagaimana banyak di tampilkan orang yang bisa mengendalikan diri mengontrol emosi sehingga tidak mudah marah dan bisa menyenangi pekerjaan nya itu karena demi hidupnya. Itu bentuk penyangkalan diri dan perbuatan-perbuatan itu sangat nyata. Dan tidak ada mukjizat dalam arti seluruh masalah hilang dalam waktu yang singkat.
Dan bagian akhir yang bisa kita renungkan adalah seperi yang ditulis oleh Romo Sindu sebagai pengantar awal dari tema kesabaran itu adalah sosok seorang seperti yang kita kenal seperti mbah Surip. Yang melejit dalam waktu yang singkat, dan hilang lagi dalam waktu yang singkat pula. Seperti meteor muncul, dinihari dan hilang di pagi hari. Ketenarannya begitu besar, dari lagu yang sederhana. Dan Romo Sindhu melukiskan lagu yang kita kenal “tak gendong kemana-mana” itu sebuah ungkapan dia didasar atas cinta untuk menggembirakan orang lain. Akhirnya ia mati kelelahan karena menggendong banyak orang itu kemana-mana. Mbah Surip mengungkapkan cintanya pada orang lain dengan lagu yang sederhana. Sama juga seperti dikatakaan oleh Romo Sindhu Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus yang usianya juga tidak panjang mengajarkan kepada kita, bahwa cinta Tuhan yang besar bisa terungkap melalui pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, kita tidak takut dengan keterbatasan kekurangan dan kelemahan-kelemahan kita. Karena Tuhan bisa menyempurnakan keterbatasan dan kekurangan itu dalam pekerjaan kita yang mengungkapkan cinta kita kepada Tuhan.
Dengan pekerjaan yang sederhana seperti mengepel lantai, menyapu halaman, mencuci pakaian, kalau bisa diberi kesempatan yang bagus, mengajar, lebih mulia mungkin menghitung uang. Mendapat pekerjaan yang bagus tapi semuanya itu kita terima sebagai itu penghayatan cinta, cinta kepada Tuhan dan kepada orang lain. Mungkin akan menjadi sumber kegembiraan bagi orang lain. Maka memikul Salib tidak harus menggendong orang kemana-mana, tetapi membuat orang yang bertemu dengan diri kita merasa gembira damai dan tenang itu sudah suatu menyangkal diri memikul salib dan mengikuti Yesus. Maka saudara-saudariku yang terkasih ketika membaca kembali surat santo Yakobus iman dilakukan, dijalankan dalam perbuatan kita. Iman yang dijalankan. Tapi perbuatan-perbuatan kita itu juga didasarkan atas keyakinan kita Tuhan mencintai kita. Perbuatan yang di imani. Membuka kita semakin disadarkan untuk menjadikan kehidupan kita yang biasa, perbuatan-perbuatan yang sehari-hari yang konkret menjadi saluran Tuhan, bagi kita dan orang lain. Amin.

Kotbah Romo Albertus Hartana, SJ

“Sabda Tuhan menjadikan segalanya Baik”
Injil Markus 7 : 31- 37
Ekaristi Tgl 6 September 2009

Serbat jahe berbuka puasa, makan apem dan roti, selamat sore saudara-saudara semua berkah Dalem Tuhan memberkati.
Stasiun Tugu ada kereta api beli belut, usus dan roti, hari minggu hari Kitab Suci ikut Yesus sampai mati. “Mau nggak ikut Yesus sampai mati, mau nggak?” Kalau mau mari kita dengarkan sabda Tuhan yang akan saya bantu coba olah.
Hari Minggu Kitab Suci Nasional hari ini, seperti yang dibacakan dalam Injil Yesus menyembuhkan orang yang tuli, orang yang gagap, orang yang bisu, agar supaya apa?, supaya mereka dapat mendengar dan mendengarkan sabda Tuhan mewartakan sabda Tuhan didalam kehidupan sehari-hari. Kisah penyembuhan oleh Yesus tidak semata-mata penyembuhan, ada sesuatu yang lebih dalam dan itu akan saya coba uraikan.
Sepuluh tahun yang lalu saya itu berkarya di gereja Santo Antonius Purbayan Solo. Romo Heru pernah disana juga. Memang seangkatan saya juga, tapi dia lebih pinter, lebih tinggi.
Beberapa hari kita didatangi, pada waktu itu bertiga kita, di Purbayan di Solo di datangi orang yang seorang wanita, setu legi, setengah tua lemu ginuk-ginuk. ( gerr…) Atau kalau saya mencoba membuat nama dia itu, nama dia itu supaya lebih keren nama dia itu Linda. Lilitan daging, karena gemuk. ( Gerr…) Sabda telah menjadi daging sungguh-sungguh. ah itu.
Dia itu setres, ditinggal oleh suaminya, suaminya itu namanya pak Umar. Untung masih ada rambutnya karena agak botak. Dua romo juga didatangi, dua romo juga saling bercerita caranya bagaimana. Pada suatu saat saya di datangi setelah bekerja di Kanisius Solo. Lalu dia minta berkat kepada saya. Romo saya minta berkat, … saya tumpangi tangannya dia jengkeng saya berkati. Atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Lha .. mungkin berkatnya orang-orang tua itu tidak mandi, mungkin berkatnya Romo Hartono mandi. Tapi terus.. “Lagi Romo”. “Eehh kalau lagi maka kamu harus berdoa di hadapan Bunda Maria.
Di halaman Pastoran Purbayan itu disamping Pastoran ada patung Bunda Maria berikut kolam, spontan saya juga tidak berpikir.., ”Lalu kamu berdoa, nanti kamu mencelupkan tanganmu lalu kamu ulaskan dibatukmu. Supaya tidak panas gitu.”
Pikiran dia, dia memang mencelupkan itu, tetapi karena masih panas lalu dia menceburkan diri di kolam itu. Sekarang yang terjadi, adalah dia mari setres, ikannya yang setres. (Ger….. ) di situ ada lele, ada nila, dan sebagainya. Setelah dia menceburkan diri lalu dia pulang, dia tidak berkata apapun juga dia pulang. Saya hanya gedhek-gedhek.. oh bener ini, kurang sak sintung. Lalu satpamnya ketempat saya lalu.. “Romo itu tadi ada apa Romo? Ndak dia itu membaptis dirinya sendiri di kolam. (gerr)
“Oh… romo… itu orang itu kurang sak sintung Romo”.
“Oo.. ya saya tahu. Oke.”
Beberapa hari lagi tidak kepastoran. Beberapa hari tidak ke gereja mungkin sembuh karena dipatel lele mungkin. (Ger..) . Ha sembuh, sembuh apa tidak saya ndak tahu tapi setelah itu ada rumor, kasuk-kasuk diantara beberapa umat, bahwa kolam di depan Bunda Maria di Purbayan itu sungguh menyembuhkan, bisa menyembuhkan. Ada orang bertanya, menyembuhkan ndak romo?
“Wah saya ndak tahu, yang jelas ini kolam ini memang bisa menghidupkan, menghidupkan ikan jelas.” (Gerr..) Nah kasak-kusuk seperti itu mulai orang antara percaya dan tidak kadang-kadang menyebarkan.
Anda ingat bahwa kadang-kadang kita ngopeni, kadang-kadang kita merawat, kadang-kadang kita percaya pada kasak-kusuk orang lain. Tanpa melihat makna yang ada di dalamnya. Anda ingat Ponari, kisah dimana batu yang kena samber geledhek itu bisa menyembuhkan. Pada waktu itu banyak orang berbondong-bondong, sekarang apakah berbondong-bondong apa tidak? Saya tidak tahu? Dan ini yang dialami oleh Yesus ketika Dia di Tirus dan Sidon. Kita perlu tahu kota Tirus dan Sidon adalah kota perdagangan dimana banyak orang sungguh-sungguh berkon-sentrasi hanya memikirkan mate-ri, kurang mem-perhatikan kehi-dupan Rohani.
Dikota Tirus dan Sidon itu banyak orang ada. Disini digambarkan ada banyak orang menghantar si bisu dan banyak orang mengetahui mendengar kasak-kusuk bahwa Yesus itu bisa menyembuhkan. Maka di bawalah si sakit, si tuli, si bisu supaya Yesus menumpangkan tangan. Yesus tidak pernah membuat sensasi, Yesus tidak pernah ingin terkenal. Maka Yesus mengajak si sakit ini sendirian. Orang lain tidak boleh ikut. Tidak boleh tahu. Dialah antara si sakit dan Yesus dan Yesus melakukan dia memasukkan jarinya ke telinganya, Dia meraba lidahnya, Dia meludah dan yang terakhir sebenarnya terjadi kesembuhan adalah Dia menengadah ke atas. kita tahu ketika Yesus menengadah ke atas bahwa Dia mohon kepada kekuasaan yang amat tinggi yaitu Allah Bapa, supaya menurunkan kekuatan-Nya, menurunkan mukjizat-Nya untuk orang ini. Kita ingat, ketika Yesus dibaptis maka langit terbuka lalu ada suara inilah Anakku yang terkasih kepada-Nyalah aku berkenan. Terjadi dialog antara Yesus dengan Dia, Yesus dengan si sakit terjadilah penyembuhan.
Dan ini yang tidak di olah. Lalu Yesus mengatakan jangan kamu bercerita tentang peristiwa ini, tetapi semakin dilarang semakin menceritakan. Orang tidak sabar, ketika ada suatu penyembuhan, ketika ada suatu berita yang baik, tidak sabar lalu memberitahukan kepada siapapun juga. Orang-orang yang menangkap itu, memang terjadi penyembuhan tetapi tidak pernah mencoba memahami bahwa sebelum terjadi penyembuhan ada suatu proses dimana ada hubungan pribadi antara Yesus dengan si sakit, dan Dia yang menguasai Yesus untuk memberikan penyembuhan.
Saudara-saudaraku yang terkasih proses penyembuhan, proses perjumpaan pribadi antara saya, antara si Bisu si tuli. Antara anda sebagai pribadi dengan Yesus pasti membawa sesuatu perubahan.
Omong kosong kalau anda mengatakan Romo saya bertemu dengan Yesus, saya.. sungguh seneng, saya sungguh-sungguh merasa dekat dengan Yesus tetapi didalam kehidupan sehari-hari anda tidak mencerminkan perubahan itu. Maka saya mengatakan biasanya dengan orang-orang seperti ini, ini katolik Tomat, tomat empukkan ya, lunak, artinya apa katolik Tomat itu, ke gereja anda tobat, keluar dari gereja kumat. Anda kan bertobat. Diantar oleh romo Heru tadi sebelum misa bertobat, mohon ampun kepada Tuhan atas segala dosa-dosa. Ingatkah anda sadarkah anda setelah nanti keluar dari gereja, anda di utus, mewartakan kebaikan, apakah anda mengungkapkan tobat itu di dalam kehidupan sehari-hari, itu yang paling penting.
Sebenarnya kalau keluar dari gereja tidak kumat lalu tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hati Allah. Bulan Kitab Suci atau hari minggu Kitab Suci Nasional menyadarkan kita semua bahwa membaca Kitab Suci adalah salah cara untuk mengasah hati saya, telinga hati saya, telinga rohani saya, lidah saya agar kita menangkap apa yang menjadi maksud Tuhan di dalam kitab Suci mengolah, merenungkan, dan pada akhirnya mewartakan dan bertindak untuk kebaikan orang lain.
Maka mari kita mohon rahmat kepada Tuhan agar kita sungguh menjadi orang katolik yang tidak tomat, tapi katolik yang sungguh-sungguh mau berusaha mengungkapkan tobat itu di dalam perkataan dan perbuatan. Yang baik untuk sesama. Kemuliaan kepada bapa dan Putra, dan Roh Kudus seperti pada permulaan sekarang selalu dan sepanjang segala masa. Amin.

Kotbah Romo R.M Wisnumurti, SJ

“Pendengar dan pelaksana sabda”
Injil Markus 7 : 18a.14-15.21-23
Ekaristi Tgl 30 Agustus 2009

Ibu-Bapak, saudari-saudara anak-anak yang terkasih. Ketika membaca kembali dan merenung-renungkan kutipan Injil dan bacaan hari ini, saya teringat dalam bebeberapa kejadian ada yang bertanya kepada saya.
“Mo,..Mo.” atau yang lain lagi “ Rom,.. rom…mau nanya nih..“ ada lagi yang menanyakan, “ Pas… kalau saya lagi ngejalani Novena lalu tidak bisa melaksanakan seperti yang sudah saya niati. Ada yang mengatakan saya itu punya niat setiap jam 12 doa novena ini. Ada lagi yang setiap jam tiga padahal saya sudah yang ke 6, saya sudah yang ke 7, yang lain lagi mengatakan saya yang ke 8. pas mestinya doa saya masih nyetir. Saya masih naik motor kan nggak bisa doa, apa novenanya batal ya? Apa novenanya nggak afdol apa mesti diulangi?
Sambil berkelakar saya menjawab. “Oaa wah… kalau begitu mesti diulangi karena itu tidak sesuai dengan rencana kan. Kalau nanti lima kali begitu lagi, ya ulangi lagi.” Wah yang tadi minta intensi karena masih jomblo kalau mengulang-ulang kapan mesti dapat jodohnya ya?”
Ada kejadian lain yang saya ingat sekitar 40 tahun yang lalu. Biasanya kalau sabtu sore kalau untuk orang-orang muda pada umumnya kan saat malam minggon, wakuncar. Tapi kalau di seminari di asrama itu sabtu sore setelah acara olahraga sebagian besar tidak cepet-cepet berbenah, mandi atau apa.. tapi masih duduk-duduk sambil ngobrol sana-sini, tapi tidak hanya sekedar duduk-duduk mereka menyemir sepatu. Ada juga yang menemani duduk sambil ngobrol. Ada yang lain juga nyuci, lalu ada sebagian yang nyetrika. Bukan karena malam minggon, karena yaitu tadi ndak ada acara malam minggon untuk para seminaris itu. Tetapi karena mereka akan memakai yang disemir itu pagi harinya waktu misa hari Minggu, mengapa demikian?
Nah biasanya mereka berpegang pada ketentuan seperti yang nampaknya sekarang itu banyak yang kurang begitu mengenal lagi, kurang begitu memperhatikan lagi. Selain ada sepuluh perintah Allah ada lagi lima perintah Gereja. Mungkin banyak yang muda tidak kenal lagi, di madah bakti saja sudah tidak ada, tapi di Puji Syukur untungnya masih ada.
Diperintah kedua dikatakan; “Ikutilah perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan jangan melakukan pekerjaan yang dilarang.” Nah karena itu biasanya diajarkan tafsirannya, “ pokoknya hari minggu tidak boleh kerja. Maka Tidak boleh nyemir, tidak boleh nyuci, tidak boleh nyetrika. Karena tidak boleh menurut lima perintah gereja tadi. Padahal sebetulnya yang dimaksud disanakan; “Jangan melakukan peker-jaan yang dilarang.” Pekerjaan yang dilarang itu tentunya mudah saya kira. Nyolong, ngrampok, membunuh itu kan jelas pekerjaan yang dilarang. Itu bukan hari minggu pun ya jangan dilakukan.
Nah pengalaman-pengalaman itu tadi. Memperlihatkan bahwa dalam menjalani hidup beragama mau ditumbuhkan dan dikembangkan sikap hidup rohani, yang mengarahkan orang kepada Tuhan. Dan itu dilakukan lewat lembaga. Dalam hal ini lembaga agama. Dengan hukum aturan, tata upacara, atau mungkin juga ditambah dengan pemahaman akan kisah-kisah suci seperti yang dapat kita baca dalam Kitab Suci itu sendiri. Jadi ada tujuan. Yaitu mengembangkan, menumbuhkan hidup rohani supaya orang semakin mengarahkan hidupnya kepada Allah dan ada sarananya. Yaitu kelembagaan dengan aturan hukum, tata upacara tadi. Tapi dalam kenyataan antara tujuan dan sarana saling tercampur bahkan tidak jarang sarana mendapatkan porsi perhatian jauh lebih banyak daripada tujuannya itu sendiri. Akibatnya orang hanya melihat pokoknya ada hal-hal yang harus dilakukan yang tidak boleh dilakukan, yang itu dilarang, yang itu tidak boleh dikerjakan.
Maka lalu sebetulnya perlu ada keseimbangan agar orang tidak mengesampingkan tujuan hanya demi melakukan hal-hal yang mengatur sarana yang membantu orang untuk melaksanakan usaha agar sampai ke tujuan.
Nah pembicaraan antara orang Farisi dan ahli Taurat yang di catat oleh Markus dengan Yesus tadi agaknya mau memperlihatkan hal seperti itu. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat ini adalah para pemuka agama yang berusaha melaksanakan hidup keagamaannya teru-tama dengan menga-jarkan dan menuntut mereka yang mau melaksanakan itu agar melakukan secara rinci secara detail. Memang menjalani hidup agama semacam itu jauh lebih mudah karena sudah ada aturan yang jelas. Ini boleh itu tidak boleh.
Misalnya ada yang berulang kali menanyakan baik lisan maupun juga kadang-kadang warta iman itu, boleh tidak komuni 2 kali? Pertanyaan itu sudah di jawab berkali-kali tetapi masih juga ditanyakan. Pokoknya aturannya boleh atau tidak, kalau tidak, tidak dilakukan. Orang tidak berpikir esensinya untuk apa hal itu.
Maka kalau Yesus kemudian memberikan tanggapan bahkan juga kritikan yang nadanya sangat keras. Terkait dengan pertanyaan yang dikemukakan tadi. Dengan mengutip apa yang dinubuatkan oleh Yesaya, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu hai orang-orang munafik sebab ada tertulis bangsa ini memuliakan aku dengan bibirnya padahal hatinya jauh daripada-Ku, percuma mereka beribadah kepada-Ku sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” Dengan memberikan teguran semacam itu sebetulnya Yesus mengingatkan supaya orang tidak hanya terpancang melakukan hal-hal lahiriah kadang-kadang yang kecil-kecil yang remeh temeh seperti itu yang seakan-akan itu yang pokok itu yang menjadi tujuan. Lalu orang lupa untuk mulai berpikir dan merenungkan sendiri dalam batinnya, karena merasa sudah cukup melakukan itu. Sudah mengerjakan yang boleh, yang tidak boleh dihindari. Orang tidak berpikir lebih jauh lagi, tidak mau mencari mana yang sebetulnya baik, mana tidak baik untuk dilakukan. Mana yang semestinya benar, mana yang tidak benar, yang tidak boleh dikerjakan. Maka kalau Yesus mengatakan mereka orang munafik karena mereka hanya mau memperlihatkan hal-hal lahiriah tadi. Padahal sebetulnya yang mereka tegurkan kepada Yesus bagi para murid-Nya itu mestinya bukan kebiasaan untuk hidup keberagaman yang pada waktu itu berlaku. Karena untuk mencuci tangan sebelum makan itu lebih-lebih cara kesalehan para imam atau mereka yang melakukan kegiatan ibadah.
Barang kali seperti kalau anda ikut dalam perayaan Ekaristi lalu melihat pada waktu persembahan sesudah putra Altar membawakan hosti, anggur, air lalu juga imam mencuci tangannya, memang untuk menggambarkan mempersiapkan supaya nanti tangan itu bersih pada waktu harus memegang Tubuh Kristus. Tetapi bagi mereka ini sebetulnya mereka hanya mau melihat hal lahiriah yang harus dikerjakan dengan demikian kalau Yesus menegur mereka sebagai orang munafik karena mereka seakan-akan bersandiwara pokoknya asal sudah melakukan apa yang sudah diwajibkan selesai. Seperti juga misalnya kewajiban untuk mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu. Pokoknya kalau sudah datang ke gereja. Duduk mungkin di belakang tiang atau mungkin entah dimana, datangnya kapan juga tidak jelas, mungkin waktu persembahan baru datang, mungkin pas Bapa Kami juga baru datang, waktunya ngantre ikut ngantre pokoknya sudah ikut perayaan Ekaristi, itu kan berarti tidak berusaha untuk mengembangkan iman yang seharusnya ditunjukkan dengan ibadat semacam itu. Karena orang lalu melupa-lupa bahwa ibadah yang dilakukan semacam itu semestinya mengajak orang untuk berpikir. Berpikir bahwa perayaan itu adalah ungkapan syukur atas karya penyelamatan Allah dalam hidupnya. Dengan demikian orang melupakan tujuan yang pokok hanya melihat pokoknya asal sudah melakukan hal-hal kecil semacam itu.
Maka lalu dengan tegurannya Yesus masih menambahkan, “ segala sesuatu yang dari luar masuk ke dalam orang tidak dapat menajiskan dia. Lalu menyebutkan deretan bermacam-macam kejahatan kalau anda hitung lagi nanti ada 13. dan itu nampaknya bukan hal yang biasa, Yesus menantang orang untuk berpikir lalu bertindak dengan cara yang sama sekali berbeda bukan hanya melakukan apa yang lahiriah tapi sungguh-sungguh mengembangkan dalam batin supaya tujuan beriman, tujuan beribadah, lalu sampai membawa orang kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang sepele hal-hal yang sebetulnya tambahan sarana untuk mencapai tujuan tadi.
Untuk itu ada pengalaman yang lain juga yang sering kali masih dialami. Beberapa kali orang datang lalu dengan sungguh-sungguh minta, “ Romo mohon ya sungguh ini kami mengharapkan romo bersedia untuk misa dalam rangka memperingati seribu hari orang tua kami. Yang lain lagi seribu hari saudara atau famili kami. Karena ini peringatan yang penting untuk kami. Puncak dari semua peringatan kami sesudah itu lalu tidak melanjutkan, karena kalau sudah 1000 hari orang tidak perlu memperingati lagi kan pasti, berpikir, .. wah tidak masih, tapi memang seakan puncaknya disana. Kemudian masih ditambahkan nanti, ya Romo sungguh-sungguh minta tanggal sekian, ketika dilihat, “lho.. itu kan hari Sabtu, .. lho tanggal itu kan hari Minggu”.
“ia .. tapi kan 1000 harinya jatuh pada itu maka harus.”
Orang menentukan hari itu dan menuntut seakan-akan itulah satu-satunya kesempatan untuk merayakan. Memperingati seribu hari. Padahal saya mencoba menjawab,
“Yang menghitung 1000 itu siapa to..? apa yang sudah meninggal masih ngetung?”
Yha tidak, karena bagi yang sudah meninggal, yang berada pada kebadian seminggu yang lalu, sebulan yang akan datang bahkan setahun yang akan datang pun sami mawon. Hidup dalam keabadian kan tidak lagi ada pembatasan waktu. Maka orang lupa intensi yang paling utama, tapi menekankan pokoknya itungan seribu tadi. Lalu juga dalam beberapa kesempatan saya menawarkan jalan keluar kalau begitu minta intensi karena jatuhnya pada hari sabtu, atau hari minggu, minta intensi digereja supaya diujubkan mohon kedamaian bagi orang tua, bagi keluarga yang meninggal tadi. Memangnya kalau doanya dirumah itu lebih afdol. “Yang datang berapa toh.. 500 ratus, ya..”
“Oh.. ndak sampai romo rumah kami tidak cukup.” Maka paling-paling 100. 150, 200. kalau di gereja, yang mendoakan berapa? Ini saja saya kira lebih dari 750 mungkin lebih dari 1000. sudah berlipat-lipat kan yang mendoakan lebih banyak. Kalau merasa belum mantap lagi, pulang nanti undanglah warga lingkungan, mari kita sembahyangan lagi, tambah akeh yang berdoa, maka juga tentu akan lebih berarti doa-doa itu. Sering kali hal semacam itu kurang menjadi bahan pemikiran kita bahwa tujuan yang mau dimaksud adalah mengenang, memperingati, mendoakan orang lebih berkutat tambahan tadi, sekian hari, sekian minggu dan sebagainya.
Maka melalui bacaan hari ini kita diajak untuk belajar beriman juga secara cerdas. Lalu seperti yang di anjurkan oleh Rasul Yakobus, dalam bacaan pertama, yang kemudian juga, dapat kita lihat, pada sampul teks Ekaristi kita hari ini supaya menjadi pendengar dan pelaksana sabda, “Terimalah dengan lemah lembut, firman yang tertanam dalam hatimu yang berkuasa menyelamatkan jiwamu, tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya, pendengar saja, supaya lalu sabda Tuhan itu sungguh menjadi dasar hidup kita, yang membantu kita hidup beriman secara benar secara baik yang membawa dan mengarahkan kita kepada Tuhan sehingga hidup firman itu sungguh akan membawa keselamatan. Amin.