Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 19 Oktober 2009

Kotbah Romo Andre Suhono, CSsR

Ekaristi Tgl 23 Agustus 2009
“ Awas Krisis Imam”
Injil Yohanes 6 : 60 - 69

Ibu – bapak, saudara-saudariku yang terkasih dalam Kristus, bacaan-bacaan yang dipilih hari ini disebut sebagai cerita mengenai pengalaman akan kasih Allah. Dalam perjanjian lama pengalaman kasih Allah terungkapkan dalam ujud perjanjian. Perjanjian antara Allah dengan Abaraham, perjanjian antara Allah dengan keturunan Abraham, sampai juga Allah dengan seluruh bangsa Israel. Kalau mereka mengadakan Evaulasi dari waktu ke waktu tampak menunjukkan bahwa Allah selalu setia akan janjinya sedangkan bangsa pilihan kurang setia atau ingkar janji. Oleh karena itu perlu ada pembaharuan janji kembali sebagaimana dilakukan oleh Yesua dengan mengumpulkan perwakilan suku-suku Israel di Fikem sebagaimana kita dengar dalam bacaan yang pertama tadi. Dalam bacaan injil terutama injil Yohanes, Yesus mau menegaskan diri sebagai pernyataan kasih Allah. Sejak minggu biasa ke 17 yang lalu dimulai dengan peristiwa penggandaan roti, Yesus ingin menampilkan diri spesifikasi Allah yang memberi. Kasih Allah yang mencukupi kasih Allah yang memenuhi, kasih Allah yang melimpahi. Kemudian dilanjutkan ke minggu-minggu berikutnya sampai hari ini. Dengan menyinggung tentang mana? Pada jaman Musa sebagai makanan yang istimewa. Yesus menegaskan dirinya sebagai roti hidup yang turun dari surga, ia menempatkan diri bahkan tubuh dan darahNya sendiri sebagai yang lebih bermutu. Dan lebih bergisi dari mana waktu itu bagi perjuangan hidup manusia. Demikianlah dari waktu ke waktu yang kita renungkan sejak minggu ke 17 sebenarnya Yesus membawa ziarah batin kita, ziarah batin pendengarnya dari tanda-tanda yang kasat mata, atau yang bisa ditangkap dengan indera kita. Kemudian memasukkan para pendengarnya lebih dalam lagi kepada suatu misteri Ilahi, bagaikan kita dimasukkan dalam samudera yang luas. Terbentang tak terbatas.
Saudara-saudariku yang terkasih, perjanjian lama maupun perjanjian baru kasih Allah itu tetap menjadi suatu misteri. Suatu yang misteri yang tak cukup di tangkap atau dipahami dengan panca indera kita. Yang tak akan tergapai hanya dengan mengandalkan pikiran atau kehendak kita yang kuat saja. Oleh karena itu agar kita tidak jatuh dalam sikap bersungut-sungut seperti bangsa pilihan Allah tadi. Atau jatuh dalam situasi putus asa menolak bahkan melarikan diri dari Yesus sendiri seperti dalam bacaan injil hari ini, maka misteri kasih Allah hendaknya kita pahami kita tanggapi mestinya dengan mata hati dengan kepenuhan jiwa kita bahkan dalam kebodohan kita namun tetap percaya Yesus dalam kuasa rohNya memimpin kita. Ibu bapak, saudara-saudariku yang terkasih mengenai misteri Allah ini, terutama misteri Allah yang hadir di altar Tuhan dalam Ekaristi bagaimana cara menanggapinya. Saya punya pengalaman tentang ini. Suatu ketika dalam perayaan Ekaristi dan adorasi di mana saya boleh memimpinnya ada seorang peserta merasa mendapatkan semacam visien kemudian mensharingkan lewat sms yang dikirim ke HP saya. Cukup panjang visionnya itu, saya boleh bacakan beberapa penggal saja yang cocok untuk saya. Demikianlah yang muncul di HP saya “ Yesus bersabda romo Andre tidak mengerti Ekaristi ….. romo Andre tidak meninggal dalam penderitaan karena semasa hidupnya telah mewartakan Ekaristi . itu visionenya orang ini lepas dari benar tidaknya itu urusan orang itu dengan Tuhan bukan saya. Terhadap ini kemudian saya berkomentar demikian lewat sms juga, “Terimakasih ku yakin Ekaristi kehadiran keagungan dan kemuliaan kasih Allah yang tak terbatas. Begitu agung dan muliaanya Dia sang Ekaristi itu sehingga Ekaristi sendiri tetapi misteri bagiku dan mungkin bagimu. Demikian juga yang diajarkan oleh Santo Alfonsus guru dan saudaraku dalam Sang Penebus walaupun dia misteri namun peran dan daya gunanya dalam hidup kualami secara nyata. Kumerasa dipanggil untuk mewartakan misterinya sejauh pengertian yang dihasilkan dari olah keterbatasan dan kebodohanku. Kemudian saya sambung dalam sms dalam bentuk doa , “ Tuhan Yesus yang hadir dalam misteri kasih Sakramen Maha Kudus. Biarkan aku tetap merasa bodoh supaya aku tetap mencariMu biarkan Engkau tetap tersembunyi dalam misteriMu itu supaya aku tetap merindukan Engkau pakailah aku yang bodoh dan serba tak mengerti ini sebagai alatMu supaya Engkau tetap menjadi kekuatan pewartaanku dan aku tidak mewartakan diriku sendiri. Aku yakin dalam kebodohanku ini aku kasih penebusanNya semakin nampak berlimah-limpah. Kemudian saya tutup dengan kata amin tiga kali.
Saudara-saudariku yang terkasih apa pendapat dan doaku ini benar? Terserah anda itu yang bisa saya katakan dalam kebodohan dan ketidak mengertian tadi. Semoga dari kebodohanku ini juga sekarang ini tetap bodoh. Imanmu akan Yesus roti kehidupan diteguhkan. Semoga yang merasa bodoh-bodoh semacam saya tidak kemudian bersungut-sungut tidak kemudian putus asa tidak menolak kemudian meninggalkan Ekaristi melainkan justru dalam kebodohan kita menemukan kasih Allah dan tetap setiap di di dalamNya. Dalam kebodohan kita ini marilah kita menjadikan Ekaristi pusat hidupku, pusat hidup kita masing-masing, pusat hidup keluarga, pusat hidup komunitas-komunitas, pusat hidup seluruh kegiatan kita. Sehingga kita berani seperti St. Petrus “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal . Semoga demikian, Amin.

Kotbah Romo Martin Suhartono, SJ

Ekaristi Tgl 16 Agustus 2009
“Bertindak sebagai orang Merdeka.”
Injil Matius 22 : 15 – 22

Saudari-saudara terkasih selamat sore, “Merdeka!” disahut, “Merdeka.” Uih lebih seru dari saya, hebat sekali. Saudara-saudari terkasih saya pernah kotbah tentang bilangan sempurna menurut tradisi Yahudi. Masih ingat berapa itu? Tujuh betul. Pinter sekali. Kalau menurut tradisi Tiong Hoa, angka berapa? Sembilan, kita tentu masih ingat, Qiu, qiu. Ya main kartu. Nah kalau tradisi Jawa angka berapa? Angka delapan. Wolu, maka kita punya… teh wolu.
Saudari-saudara terkasih mengapa ulang tahun yang ke delapan itu kita sebut tumbuk warsa? Karena justru pada hari ulang tahun ke delapan itu hari weton menurut kalender Jawa itu tumbukan dengan hari kelahiran menurut kalender internasional. Tumbuk warsa, ulang tahun ke delapan. Dan kalau delapan kali delapan sempurna kali itu yaitu ulang tahun ke 64 disebut apa? Tumbuk ageng, lho anda yang jawab masih kalah dengan saya yang Tiong Hoa, ya toh. Tumbuk Ageng namanya. Yaitu bertumbukan secara besar, secara agung yaitu delapan kali delapan. Saudara-saudari terkasih maka usia ke 64 negara Indonesia ini sungguh menujukkan suatu usia kesempurnaan 64 tahun. Tapi kita bertanya apakah benar dalam usia yang sempurna itu negara kita sudah mencapai kesempurna-an, mencapai cita-cita Indonesia Merdeka. sebagaimana diungkap-kan dalam Mukadimah UUD 1945 yang sudah kita hafalkan dari SD. Sudahkah, kalau anda mengamati dengan mata pengalaman kita sendiri. Anda baca hari-hari ini di koran para pengamat sosila politik akan mengatakan keadaan negara kita ini jauh belum mencapai apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa kita itu.
Kita memang sudah bebas merdeka dari penjajah asing, tapi kita masih belum bebas lepas dari kejahatan di dalam diri kita, maupun diluar diri kita. Lebih lagi kita masih belum bebas.. dari segala macam ketakutan. Takut ditolak, takut gagal, takut hidup susah, takut putus cinta, takut tidak mendapat pekerjaan dan berbagai macam ketakutan. Paling belakang adalah takut teror. Takut bom saya kemarin ada teror bom di Stece… sehingga sekolah dipulangkan. Mungkin ada yang cowok iseng, atau cintanya tidak dibalas anak Stece, jadi iseng itu yha.
Kalau anda baca Kompas hari ini ada kartun Om Pasikom juga mengatakan bahwa menu sepesial restoran di Indonesia ini adalah teror, teror pindang, teror dadar, teror ceplok mata sapi atau bakwan, ada martabak teror, ada tahu teror, ada kerak teror, minumannya-pun STMJ, Susu teror madu jahe.
Saudari-saudara terkasih teror begitu menakutkan kita. Di Indonesia tidak terasa tapi kalau anda hidup di luar negeri, ketika berbagai kerusuhan terutama penjarahan dan pemerkosan Mei 1998 ditayangkan di media-media luar negeri, orang Indonesia malu menjadi bangsa Indonesia. Kalau ketahuan mereka purak-purak, Oh saya tidak tahu di mana negera itu. Malu menjadi Negara Indonesia.
Saudari-saudara terkasih beredar di-antara kita juga, hu-mor-humor yang mere-ndahkan bangsa kita sendiri. Misalnya suatu hari ada pertemuan Super Hero Inter-nasional berbagai negara di-kumpulkan, mengadakan musyawarah diatas panggung berdatangan para super hero itu. Wakil dari Amerika, terbang melayang-layang breg mendarat dengan gagahnya diatas panggung, dan berkata sambil menepuk dada “Iam Super Man.” Ada datang lagi sambil merayap tembok “ I am Spiderman.” Datang wakil dari Inggris, mak jegagik, lompat di atas panggung menujukkan panahnya, “ I am Robin hood.” Datang macam-macam pahlawan berbagai negara. Sampai giliran Indonesia. Wakil dari indonesia , datang pakai seragam Gatotkaca, datang tingak tinguk, mundak-munduk ya, tangan ngapu rancang ya, dua tangan di depan kemaluan begitu, lalu berkata, “ I am, I am…sory.” Itulah bangsa ditampilkan dalam bangsa yang minder. Tidak punya Idealisme. Punya prinsip lebih baik satu burung di tangan dari pada seribu burung di udara. Maka ngapu rancang saudara-saudari terkasih.
Saudara itulah gambaran kita. Tentang Iam sory ini ada juga kejadian dalam arti itu. Kalau orang Amerika itu buang angin, mereka bialang, “Pardon me.” Orang inggris buang angin dia bilang apa? “Excuse me.” dengan gentleman. Kalau orang jepang, “ Pashi me.” Saudara-saudara kalau orang Indonesia, ngopi, ngopi, ngopi. Kenapa karena Indonesia takut mengaku salah. Sering lebih menyalahkan orang lain. Maka saudara-saudari terkasih pada hari ulang tahun RI tumbuk ageng ini marilah jangan menuding, menunjuk kesalahan orang lain. Jangan menyalahkan orang lain. Jangan kita menyalahkan pemerintah, jangan menyalahkan militer, jangan menyalahkan teroris. Mari kita mawas diri, sebagai umat katolik betanya-tanya sendiri. Apa yang sudah kita lakukan sebagai bangsa dan negara kita. Dan apakah yang akan kita lakukan sebagai bangsa dan negara kita. Kita umat Katolik sering kali di tunjuk atau kita sendiri punya prinsip, oh hidup saya ini sebagai orang katolik ini sudah harus benar, sungguh-sungguh seratus persen tapi hidup pengabdian kepada masyarakat kepada negara itu tidak masuk dalam hitungan kita. Antara hidup iman kita ini berdiri sendiri terpisah dari kehidupan bermasyarakat. Lebih-lebih kita seringkali menyitir ucapan Yesus tadi, “Berikan kepada kaisar yang menjadi hak kaisar. Berikan kepada Allah yang menjadi hak Allah. Seakan-akan ada wilayah kiazar ini, wilayah kaisar, wilayah pemerintah, wilayah negara dan ini wilayah Tuhan, wilayah agama. Dan kita beranggapan wilayah itu terpisah. Maka kita bisa hidup soleh sebagai umat beragama tetapi ketika di dalam masyarakat kita melupakan segala prinsip-prinsip keagamaan kita. Dan yakin dalam berbagai kejahatan. Apakah benar pemisahan seperti itu, sebagaimana dimaksudkan oleh Yesus. Kalau anda kembali kepada Injil kita lihat, jaman Israel dulu masih diperintah oleh penjajah Romawi. Dan biasa dalam penjajahan ada golongan yang pro penjajah, dan ada golongan yang anti penjajah. Orang Farisi anti penjajah, mereka tidak suka bayar pajak menuruti hukum kaisar. Sebaliknya kelompok Herodian pengikut raja Herodes mereka pro pemerintahan Romawi. Maka Yesus ingin di coba dijebak. Boleh nggak bayar pajak ke pada kaisar? Kalau dijawab ya, orang Farisi akan marah. Bangsa Yahudi akan marah. Kalau dibilang tidak perlu bayar pajak. Kaum Herodian akan marah, para pemerintah Romawi juga akan menganggap Dia menghasut pembrontak. Sebab salah jawab ya salah, jawab tidak salah. Tapi Yesus mengetahui kebusukan hati mereka. Dan malah menunjukkan kemunafikan mereka.
Yesus bertanya, coba tunjukan mata uang pajak tadi. Rupa-nya Yesus tidak punya dikantong mata uang pajak itu. Ayo tunjukkan dan ternyata kedua golongan itu punya mata uang itu. Itu berarti apa? Mereka sendiri mema-kai uang di dalam daga-ngan. Mereka meng-ambil keuntungan dari sistem perdagangan romawi. Maka Yesus berkata, “ Kalian itu munafik, Cuma mau enaknya mengambil untung dari sistem perdagangan Romawi tapi bayar pajak kok tidak mau. Anda memakai mata uang kaisar maka berarti mengakui otoritas dan kekuasaan kaisar. Maka sebetulnya membayar pajak itu urusan sepele sekali. Konsekuensi dari pilihan anda, tetapi ada yang lebih penting lagi, dengan kata lain kalau orang Yahudi di tanya ini gambar siapa mata uang ini? Gambar kaisar. Pertanyaan lebih lanjut, Yesus bertanya menunjuk kepada Allah. Kalau kalian ini gambar siapakah?dalam hati mereka akan mengatakan, “Kami semua ini gambar citra Allah sendiri. Bahkan kaisar pun adalah manusia gambar citra Allah. Kaisar bukan Allah bukan Tuhan maka sebenarnya semuanya itu adalah di bawah kekuasaan Allah. Tidak ada wilayah kaisar yang lepas dari kekuasaan Allah. Sebagaimana ada baca dalam kitab Sirakh tadi. Tuhan-lah yang memerintah atas seluruh dunia. Dia yang mengangkat para penguasa pada waktunya. Kaisar tidak punya kuasa selain yang diberikan Allah sendiri. Maka sebenarnya iman kepada kita dan pengabadian di dalam masyarakat, pengabdian kepada bangsa dan negara, bukan dua hal yang terpisah melainkan pengabdian dalam masyarakat, pengabdian kepada bangsa dan negara sebenarnya ungkapan perwujudan konkret iman kita sebagai orang Kristiani. Maka Santo Petrus berkata dalam bacaan kedua “Demi Yesus hendaknya kalian taat pada semua orang yang memegang kuasa, hendaklah takwa kepada Allah dan hormatilah kepala negara. Tentu ada pengandaian bahwa mereka semua tidak bertindak sewenang-wenang dengan menentang hukum Allah dengan berbuat dosa dan menindas rakyatnya.
Saudari-saudara terkasih pada perayaan Tumbuk Ageng bagi negara kita ini marilah kita mengiatkan kembali semangat kita untuk mengungkapkan iman Kristiani kita dengan mengabdi bangsa dan negara kita membangun bersama semua golongan tanpa lepas tanpa memandang Agama, Ras, Aliran politik dan bermacam-macam kesukan kita sama-sama membangun negara kita. Semoga semangat dan roh kebangkita Kristus menguatkan kita juga untuk membangkitkan bangsa dan negara kita, Amin.

Kotbah Romo Joanes Haryatmoko, SJ

Ekaristi Tgl 9 Agustus 2009
“Magnificat Animamea Dominum”
Injil Lukas 1 : 39 - 56

Saudara-saudara yang terkasih, perjumpaan Maria dan Elisabeth menandai bahwa janji keselamatan mulai terwujud mengapa kita bisa mengatakan bahawa janji itu mulai terwujud karena di sini ada 3 peristiwa di dalam perjanjian lama yang menghubungkan akan terwujudnya Janji itu. Yang pertama adalah nama Elisabeth. Elisabeth itu artinya Tuhanku adalah janji. Yang bersama Elisabeth sejarah keselamatan diantar memasuki saat yang menentukan karena apa, karena Elisabeth mengandung Yohanes Pembaptis pendahulu Yesus.
Yang kedua Elisabet berdiam diri merenungkan rahmat Allah yang akan membebaskan bangsa Israel. Persis sama peristiwa di dalam kitab Kejadian ketika Rachel menunggu kelahiran Yusuf yang membebaskan saudara-saudaranya dari kelaparan dan mereka mengungsi ke Mesir. Dan disini Elisabeth melihat rasa akhir dari rasa malunya karena akhirnya janji Tuhan itu terlaksana, Elisabeth yang sudah tua mengandung Yohanes Pembaptis.
Peristiwa yang ketiga yaitu ketika Elisabeth menyambut kedatangan Maria dikatakan diberkatilah Engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Hal yang sama dikatakan oleh malaikat Gabriel waktu memberitakan kabar gembira kepada Maria dan hal yang sama dikatakan juga malaikat Gabriel kepada Daniel ketika Gabriel mengabarkan tentang akhir jaman di dalam kitab Daniel 8. Jadi kabar dari Gabriel sebagai akhir jaman kepada Daniel adalah awal keselamatan bagi kita.
Jadi sejarah keselamatan sudah dimulai dan akan mulai terpenuhi. Namun yang terpenting dari semua itu apa? Bahwa ya dari Maria adalah menjadi harapan dan keselamatan itu menjadi nyata. Dan disitulah sukacita Maria disampaikan di dalam Magnificat. Kalau kita melihat Magnificat itu sebetulnya apa? Magnificat adalah ungkapan perasaan syukur pengalaman pribadi perjumpaan dengan Tuhan, ungkapan syukur karena yang lemah ditinggikan, yang sering dicerca akhirnya dipuji. Mengapa Maria menyanyikan Magnificat ini. Karena biasanya sejak kecil anak-anak Yahudi hafal Magnificat. Magnificat ini adalah nyanyian yang dinyanyikan, dikidungkan oleh Hanna. Mengapa Hanna menyanyikan lagu Magnificat? Karena Hanna kalau anda cari nanti dalam kitab Samuel yang pertama bab II anda melihat karena Hanna direndahkan oleh madunya jadi Elkana mempunyai isteri dua. Penina dan Hanna. Penina mempunyai anak-anak, Hanna tidak mempunyai anak. Penina sering mengejek dan merendahkan Hanna karena tidak mempunyai anak. Hingga suatu ketika Hanna berdoa di bait Allah dan di situ Eli imam bait Allah itu melihatnya Hanna menangis lalu ditanya mengapa? dia mengatakan saya dihina, saya direndahkan karena tidak mempunyai anak. Maka saya berdoa supaya Tuhan memberikan itu. Dan bila memberikan anak akan saya persembahkan kepada Tuhan. Dan benar akhirnya lahirlah Samuel yang dipersembahkan oleh Hanna ke Bait Allah. Dan waktu mempersembahkan di Bait Allah itulah Hanna mengidungkan yang kemudian di modifikasi menjadi Magnificat di dalam Maria itu. Apa isi Magnificat itu? Isi Magnificat itu setidak-tidaknya ada empat. Yang pertama bahwa Tuhan mewahyukan menunjukkan belaskasihnya kepada semua orang, berkat siapa? Berkat kesediaan Maria. Dan yang kedua pujian itu tidak terfokus kepada Putera yang akan dilahirkan tetapi terfokus kepada belas kasih Allah kepada Maria dan Elisabeth dan terhadap seluruh umat manusia. Yang ketiga Maria menyanyikan pujian untuk mengangkat semua orang yang rendah hati. Semua orang yang direndahkan, nyanyian itu bukan untuk memuji dirinya sendiri. Dan yang keempat terakhir dalam Magnificat itu identitas Yesus menjadi nyata karena apa? Disampaikan dalam salam Maria, diungkapan rahmat Tuhan dikatakan “ Karena Allah Juru Selamatku. “
Lalu kita belajar apa dari Magnificat ini.
Saya mencatat setidak-tidaknya ada empat hal kita belajar dari Injil ini. Yang pertama bahwa apa yang namanya belas kasih Allah itu sungguh konkret nyata. Karena apa? Karena telah membebaskan Elisabeth dari rasa malu. Dengan melahirkan dengan mengandung Yohanes Pembaptis dia dibebaskan dari rasa malu, karena pada masa tuanya akhirnya dia bisa melahirkan dan belas kasih itu membuat Maria bersyukur, mengapa karena yang kecil yang direndahkan akhirnya diangkat. Dengan kata lain belas kasih Allah membebaskan, belas kasih Allah membawa sukacita. Lalu bicara apa dengan kita, artinya pertolongan harus diukur dari yang ditolong, bukan dari kepuasan penolongnya. Bukan dari niat baik penolongnya. Tetapi apakah yang saya tolong sungguh-sungguh terbantu. Maria menangkap kehendak Allah sehingga kita tertolong dan diselamatkan, dia menangkap semua itu.
Suatu hari ada seorang isteri yang berulang tahun ke 40. Pagi-pagi waktu bangun sedang sarapan cerita curhat sama suaminya.
“Pak tadi malam saya kok mimpi aneh ya”.
“Mimipi apa?”
“Saya mimpi di ulang tahun saya ini diberikan kalung Ivani.” Ya tentu saja mahal. Suaminya menjawab;
“Oh kamu nanti tahu apa makna mimpi itu kalau saya pulang dari kantor.”
Isterinya berbunga-bunga, merasa bahwa suaminya menangkap yang dia maksudkan. Maka hari itu sambil bekerja selalu bernyanyi. Sampai akhirnya menunggu jam kok lama sekali, sampai sore, akhirnya sampai jam empat, belum pulang, biasanya jam empat sudah sampai di rumah bukannya sedih tapi senang karena...apa? Wah ini pasti ke toko. Sampai jam lima belum pulang, akhirnya jam enam pulang.
Dan disambut dengan gembira dan tertawa, benar juga suaminya lalu mengeluarkan dari tasnya bungkusan. Dia senang menyambutnya. Dibuka isinya apa? Buku judulnya menafsirkan mimpi. ( gerr….)
Saudara-saudara kalau kita ingin menolong orang yang dipikir jangan diri kita sendiri jangan hanya kepuasan kita, jangan merasa kita tahu apa kebutuhan orang lain. Kalau ingin tahu tanyakan juga apa kebutuhan orang lain. Kita belajar menangkap apa sebetulnya yang menjadi harapan orang lain. Jangan hanya karena saya ingin tampil, saya ingin berjasa. Tetapi orang yang ditolong menjadi ukuran.
Yang kedua dalam Magnificat ini menjadi nyata bahwa keselamatan terlaksana memenuhi orang orang yang berperan dan orang itu tetapi rendah hati. Elisabeth, Maria adalah orang yang berjuang tanpa nama, tanpa mau tampil. Dan Magnificat ini bukan pujian bagi ibu Tuhan tetapi kita melihat untuk mengangkat yang rendah hati. Dan kita hanya bisa menjadi alat keselamatan Tuhan bila kita tidak mengutamakan kepentingan diri kita sendiri. Tapi kita mau belajar dan mau melatih diri “membaca” apa yang menjadi harapan orang lain. Apa yang sebetulnya yang bisa dibantu. Maka salah satu tanda kalau kita itu sebetulnya hanya menonjolkan diri sendiri apa? Biasanya persaingan, biasanya orang lain merasa menjadi mengancam, kita selalu merasa bersaing. Di situ kita bisa bertanya apakah kita sungguh-sungguh membantu.
Suatu hari ada dua orang ibu yang saling menyombongkan punya anjing yang hebat. Seorang ibu cerita pada temannya,
“Tau nggak anjing saya itu hebat, pintar sekali. Setiap pagi selalu di depan pintu menunggu tukang Koran. Begitu tukang koran datang, korannya diambil dibawa ke saya.”
Ibu yang satu tidak mau kalah, “ huh… saya tahu.”
“Tahu dari mana?”
“Anjing saya yang cerita.” ( gerr.. )
Saya hanya mau mengatakan apa? Hati-hati ketika kita itu dipicu oleh rasa persaingan, rasa terancam kita bisa melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Seperti ibu itu, mana mungkin anjing bisa cerita. Kita bisa melakukan hal-hal yang tidak masuk akal hanya karena persaingan, orang lain punya ini saya ingin padahal uang tidak cukup. Kebutuhan sering dipicu karena persaingan. Kalau kita ingin melihat bahwa keselamatan dalam arti konkret saya tidak terbawa pada arus persaingan, saya membuka diri, saya lebih menjadi rendah hati. Karena persaingan adalah datang dari kesombongan.
Yang ketiga kita bisa belajar dari Magnificat ini bahwa Tuhan selalu tepat janji. Tepat janji menumbuhkan kepercayaan dan harapan. Bahkan boleh dikatakan identitas seseorang diwarnai apakah dia tepat janji atau tidak. Dan tepat janji memberi rasa aman bagi orang lain. kita dipanggil oleh Tuhan seperti Maria membuka diri dan bersedia menjadi alat Tuhan, karena Tuhan tepat janji dan Maria juga menepati janji.
Tepat janji itu adalah latihan itu pendidikan bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Disinilah nyata kalau orang tepat janji orang akan memberikan rasa aman bagi orang lain, orang bisa dipercaya, orang bisa diandalkan. Janganlah kita menjadi orang yang mengancam orang lain, yang menakutkan bagi orang lain.
Pernah itu pemilik salon kalau ada pelanggannya yang datang itu bukannya malah dipuji-puji supaya senang datang ke situ tapi malah suka mencela pelanggannya. Suatu hari pelanggannya itu bercerita mobil Alfansa, e bukannya dipuji tapi malah bilang, “ eh mobil alvansa itu kalau untuk keluar kota nggak enak goncang”. Eee yang mau cerita nggak jadi.
Tadinya mau bangga nggak jadi bangga.
Suatu hari cerita lagi, “Saya baru saja belil rumah.”
“Ah tempat kamu beli rumah itu sering banjir, jauh dari pasar, jauh dari toko lagi.” E mau cerita mau bangga nggak jadi.
Jengkel dia ingin membalas, suatu hari karena ia mau keliling Eropa cerita sama yang punya salon. “ Saya mua keliling Eropa, saya mau ke Roma.”
“Ngapain ke Roma, di Roma mau melihat tumpukan batu –bata jaman kuno?”
“Enggak saya mau ketemu Paus,“
“ Ah nggak mungkin ketemu Paus paling hanya melihat. Saya berani taruhan seribu dolar kalau kamu pulang kalau kamu sampai bisa ketemu Paus.”
E benar sebulan kemudian ia datang,
“Saya ketemu Paus mana uang seribu dolar.”
“Ah nggak percaya. Coba kalau ketemu Paus, Paus bilang apa kepada kamu?”
“ Ah.. Paus cuma tanya saya, kamu potong rambutnya di mana kok jelek sekali.” (Ger…)
Saudara-saudara saya mau mengatakan apa, Panggilan untuk menjadi alat keselamatan Allah itu konkret. Jadilah pendengar yang baik, belajarlah menghargai orang lain, jangan mencela orang lain. Belajarlah bahwa kita bisa mendengarkan bahwa orang lain mempunyai sesuatu dan ingin di dengarkan. Tidak berat tetapi itu perlu latihan dan tidak semua orang bisa karena semua orang ingin bercerita tentang dirinya sendiri. Jadi nyata bagi kita apakah kita, saya mendengarkan, apakah yang disebut bisa tepat janji, kalau saya sungguh-sungguh mendengarkan dan rendah hati.
Yang keempat dan yang terakhir adalah belas kasih Allah itu disampaikan melalui tangan-tangan manusia. Melalui Maria, melalui kemurahan hati Maria, kesediaan Maria tapi juga kesediaan dan kemurahan hati kita untuk menolong orang lain membantu orang lain dan ini menjadi nyata.
Suatu hari ada seorang yang mau berkunjung ke desa bawa mobil dan di desa ternyata jalannya berlumpur sehingga terperosok tidak bisa keluar. Melihat ada petani yang membawa kuda orang itu lalu minta tolong supaya menarik dengan kudanya, menarik mobil keluar dari lumpur. Petani itu dengan banga menjawab, “ O .. bisa. “
Kuda saya ini sangat kuat maka saya beri nama goliat. Benar lalu dipasang di talikan kudanya di mobilnya. Lalu dia beteriak apa?,
“ Samson tarik,” ya tentu saja kudanya diam saja. “Sombi tarik, Hero tarik.” Kudanya diam saja akhirnya, dia bilang “ Goliat tarik,”
Dan kudanya menarik keluar yang punya mobil terheran- heran, “ Lho bapak kok tahu namanya goliat kok selalu bilang Samson, Sombi, Hero. “
“ Tahu nggak ha…. kuda saya itu buta, kalau tahu dia kerja sendiri tidak mau maka saya panggil yang lainnya.”
Saya hanya mau mengatakan apa saudara-saudari, kalau anda aktif, kalau anda melakukan sesuatu lalu melihat orang lain tidak bekerja, kita biasanya bilang ngapain kita kerja, yang lain toh senaknya, ya khan.. Disinilah arti panggilan itu bahwa Tuhan membantu orang lain dengan tangan kita berarti kita harus berani kesepian bekerja sendiri. Kadang-kadang yang lain seenaknya tapi panggilan kita adalah untuk serius, untuk sungguh-sungguh melakukan sesuatu dan kalau kita sungguh-sungguh dan membuka diri seperti Maria membuka diri kepada Tuhan Tuhan akan melipatgandakan kekuatan kita. Tuhan akan menemani kita, kita tidak merasa sendiri lagi, seperti Maria. Amin.

Kotbah Romo Heru Prakosa, SJ

Ekaristi Tgl 26 Juli 2009
“ Yesus Solider dengan umat disekitar-Nya.”

Ibu-bapak, saudari-saudara yang terkasih, baru saja saya selama dua minggu tinggal dengan 18 Frater Yesuit dari Jakarta dan seorang Romo itu tinggal di pesantren. Kami hidup bersama, kami mengikuti kegiatan yang bisa dilakukan bersama dan pada awalnya di- situ tentu terasa berat. Pertanyaan yang muncul juga sederhana-sederhana saja yang informatife hanya darimana, bagaimana belajar ini dan itu. Tetapi hari kedua, hari ke-tiga diskusi menjadi semakin tidak mudah tetapi pertanyaannya, dan salah satu pertanyaan yang muncul adalah ini; pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang santri .. kepada frater. “Menurut frater apakah yang membuat frater tetap bertahan dengan iman Katolik, apa yang membuat frater tetap nyaman dengan iman itu? Dan fater ini menjawab demikian. “Saya merasa terkesan, merasa nyaman dengan iman saya karena di dalam iman saya saya dibawa pada kesadaran bahwa Allah sungguh peduli kepada manusia. Bahwa Allah tidak tinggal diam. Bahwa Allah mau ikut serta dalam perjuangan manusia, dalam jatuh bangun manusia. Dan itu menjadi nyata ketika Allah mewahyukan diri dalam diri Yesus yang mengalami semua yang dialami oleh manusia bahkan sampai mati. Keikutsertaan Allah, bela rasa Allah, solidaritas Allah, menjadi nyata dalam diri Yesus. Keikutsertaan yang memang mau ikut dan terlibat dalam segala pergulatan manusia. Allah hadir di tengah manusia dan karena itu menurut St. Igantius dari Loyola, wajahnya juga dapat ditemukan dalam berbagai hal dalam berbagai pengalaman yang ada yang kita cintai dalam hidup sehari-hari kita.
Saudari-saudara yang terkasih, tadi ibu – bapak sebelum Ekaristi menyaksikan tayangan gereja menyapa tentang Serikat Yesus yang tahun ini merayakan 150 tahun kehadirannya di Indonesia. Mengapa ini dirayakan menjadi sesuatu yang sangat bermakna, berharga bagi kami, tetapi lebih dari itu adalah karena juga pada tgl 31Juli nanti adalah pesta Ignatius dari Loyola, dan kami para romo terlebih saya mau ikut berbagi pengalaman, berbagi tentang semangat St. Ignatius pelindung kami pendiri kami kepada ibu-bapak dan saudari-saudara yang terkasih. Berbagi tentang kesadaran bahwa Allah memang hadir di tengah kita. Dan wajahnya dapat kita jumpai, dapat kita temukan dalam berbagai pengalaman keseharian kita.
Barang kali ibu – bapak masih ingat tahun lalu kami mencoba untuk menyemak semangat Ignasian ini di dalam Ekaristi lingkungan hidup. Dengan dekorasi serba penuh dengan taman, binatang melukiskan bahwa Allah hadir dalam ciptaan, di dalam alam semesta. Di dalam lingkungan hidup di sekitar kita. Dan tahun ini bersamaan dengan tahun kaum muda yang dica-nangkan oleh Keuskupan Agung Semarang, Gereja Kotabaru mencoba menawarkan gagasan kaum muda yang kebanyakan dijumpai di tengah kota, di tengah metropolitan. Bahan yang bisa kita renungkan adalah apakah di tengah hiruk-pikuk keramaian kota metropolitan, Allah juga hadir? Allah juga dapat kita jumpai kehadirannya. Wajahnya, penyertaannya bagi kita? Kota metropolitan biasanya di identikan dengan hal-hal yang negatife. Di sana tertulis Pasar Kembang yang ada di Yogyakarta. Tempat lain selalu ada dalam berbagai bentuk Pasar Kembang, di Paris banyak Pasar Kembang. Tetapi yang menarik adalah di tengah metropolitan semacam Paris juga ada biara yang seperti Rowoseneng, para Rahib yang hidup di tengah kota, bekerja di tengah segala persoalan kota dan membuka perayaan liturgi untuk umat secara luas bahkan juga kaum muda yang tertarik. Dan di situ kaum muda merasakan, menemukan bahwa di tengah-tengah kota Allah tidak menyembunyikan diri. Persoalannya adalah bukan Allah itu hadir atau tidak, tetapi seberapa jauh kita sungguh peka akan kehadirannya, seberapa jauh kita sungguh membuka hati kita untuk penyertaan dan keterlibatan Allah ditengah kita.
Ibu bapak, dan saudara-saudara yang terkasih, kita dengar tadi dari bacaan pertama bacaan dari St. Paulus kepada umatnya di kota Ebetus. Kota Ebetus adalah kota yang sekarang termasuk kota di negara Turki. Kotanya tidak terlalu besar. Ketika saya kesana bandingannya tidak sebesar di Yogykarta ini. Tetapi kita dengar tadi bagaimana persoalan umat yang ada di kota Efesus jaman itu. Rupa-rupanya tidak sulit untuk ditebak. Suasana kota mem-buat orang cende-rung mau memusat-kan diri pada kepentingannya se-ndiri. Maka kita dengar tadi ajakan St. Paulus, ajakan untuk mau berbagi, ajakan untuk mau saling membantu dan kiranya itu juga sesuai dengan bacaan Injil yang kita dengar tadi. Kisah tentang para murid yang mengikuti Yesus di mana hadir banyak orang mendengarkan ajaran-Nya. Sampai larut dan orang-orang ini belum makan. Yesus mencoba bertanya; mengajak mereka untuk berpikir tentang makanan bagi orang-orang ini dan para murid seolah-olah tidak mau tahu. Biarkan mereka cari sendiri bukan urusan kami. Dan bagaimana Yesus mendidik para murid ini. Seolah-olah Yesus mau mengatakan pointnya bukan ada makanan atau tidak, pointnya adalah apakah mau berusaha, mau mencoba melakukan sesuatu upaya-upaya yang menunjukkan bahwa saya sungguh terlibat dan mau tahu dengan kepentingan orang lain.
Saudari-saudara yang terkasih ada sesuatu yang menarik dari teks yang kita miliki. Silahkan ibu dan bapak membuka halaman 27. di sana ada hasil angket yang dibuat oleh rekan-rekan muda EKM tahun lalu sesuatu yang menarik di bagian tengah tentang keperihatinan kaum muda. Saya sendiri begitu terkejut ketika menjumpai bagaimana kaum muda di kota Yogyakarta ini merasa bahwa salah satu keprihatinan yang perlu harus ditangani adalah tentang persoalan-persoalan Sosial persoalan-persoalan kemanusiaan. Rupa-rupanya di tengah budaya kota orang sering lupa bahwa ia hidup tidak sendirian. Dan kiranya ini juga sesuai dengan ajakan Yesus, ajakan Kristus supaya kita mau memberi perhatian bagi pihak lain. Berbagi, berbelarasa, solidaritas karena Allah sendiri solider dengan kita, karena Allah sendiri berbelarasa dengan segala pergolatan hidup. Tetapi barangkali persoalan itu tidak semudah yang kita bayangkan, kita juga perlu ingat akan hal-hal yang sederhana yang kita jumpai di tengah hidup menggereja kita. Di Kotabaru ini, ibu-bapak masih ingat dua tiga bulan yang lalu di ilustrasi-ilustrasi teks warta iman di belakang, ada ilustrasi yang mengelitik hati kita sekruang-kurangnya bagi saya. Yang pertama lukiskan tentang anak-anak Patemon mereka yang bekerja keras untuk menampilkan tayangan gambar tadi ibu-bapak yang terlebih yang ada di luar, mereka kebanyakan putri-putri agak lansing, kurus, kecil. Agak kerepotan mengangkat televisi kerja keras dan di dalam ilustrasi dikatakan, ditampakkan ketika mereka terlalu berat mengakat itu umat yang lain hanya menonton saja. Atau lukiskan lain ketika petugas tatalaksana mengumpulkan kotak-kotak kolekte, bahkan satu orang harus membawa banyak tidak tahu jalannya karena matanya tertutup dengan kota-kotak itu yang lain juga hanya diam saja. Barang kali ilustrasi-ilustrasi sederhana itu mengajak kita untuk juga mau peduli dan mau tahu dengan lingkungan sekitar kita. Ajakan untuk sekali lagi memberi perhatian yang tidak terpusat kepada diri sendiri, tetapi kepada pihak lain lebih bagi mereka yang membutuhkan.
Saudari-saudara terkasih, dekorasi yang dapat ibu bapak nikmati ini dikerjakan dengan begitu keras oleh teman-teman dekorasi kita harus ngelembur beberapa malam. Dan kota yang biasanya dibangun dengan banyak biaya kadang-kadang negara juga ha-rus hutang ini juga belum terlu-nasi semuanya. Tetapi yang pen-ting adalah bah-wa di tengah kesibukan, di tengah hiruk pikuk ini ada taman, ada air ada hijau kesegaran. Pertanyaan yang bisa kita renungkan ditengah kehidupan, di tengah kota penuh dengan persoalan hiruk pikuk itu mampukah kita menampilkan diri sebagai air yang menyegarkan bunga dan tanaman yang membawa kesejukan. Bukan pertama-tama dengan penampilan tetapi terlebih dengan keberanian kita untuk memberikan diri, keberaninan kita untuk membantu, keberanian kita untuk berbelarasa dengan saudari-saudara di sekeliling kita. Dan tentu saja salah satu tantangan dalam budaya kota adalah tentang keluarga betapa tidak mudah harus membangun keluarga di tengah hiruk pikuk susana kota. Maka kita perlu besyukur kalau ada banyak pasangan yang masih membangun kesetiaan. Marila kita bersama-sama pasangan-pasangan keluarga yang pada bulan ini merayakan ulang tahun pernikahannya kita juga mohon rahmat Tuhan agar kita boleh dan semakin mampu mengikuti teladan Kristus yang mau berbelarasa, mau membangun kesetiaan. Saling membantu dengan orang-orang dekat di sekeliling kita.Amin.

Kotbah Romo Yohanes Yuliawan Maslim, SCJ

Ekaristi 19 Juli 2009
“ Kesengsaraan karena kurangnya rasa kasih.”
Injil Mrk 6 : 30 – 43

Saudara-saudari yang terkasih, anak-anak yang dicintai Tuhan. Dalam sebuah pertemuan orang muda, ada sebuah pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang yang ikut pertemuan itu. Ia mengatakan mengapa kita sebagai orang katolik, itu salib kita itu ada Korpusnya. Korpus itu ada tubuhnya ada Kristusnya. Bukankah Yesus itu sudah bangkit kok masih saja digantung disana. Mereka mencoba mencari jawaban tapi kiranya tidak mudah menemukan jawaban. Karena memang ditempat lain hanya salib palang saja.
Salah seorang menujuk jari untuk menjawab pertanyaan itu. Mungkin sebagai ungkapan kepercayaannya, mungkin juga untuk ya membuat temannya itu menjadi sedikit tenang dengan jawaban itu. Dia mengatakan, “Nah kalau seandainya Yesusnya tidak ada kita sulit membedakan, jangan-jangan itu salibnya sang penjahat yang di sebelah kiri atau sebelah kanan, nggak jelas. Nah kalau begini menjadi jelas itu Yesus dan diatas ada tulisan INRI, inilah Yesus dari Nazareth raja orang Yahudi. Nah jawaban itu tampaknya membuat yang bersangkutan menjadi sedikit tenang bahwa kalau salib dengan Kristus itu jelas, kalau salib tanpa Kristus itu kabur. Salibnya siapa nggak tahu.
Nah peristiwa ini bagi saya yang untuk menggangkatnya mau mengatakan kepada kita semua. Bahwa Kristus yang tersalib itu menjadi bagi kita orang Kristiani khususnya sebagai orang katolik menjadi sumber dan pusat hidup kita. Maka saudara sekalian perhatikanlah di rumah kita masing-masing kita memasang salib, berapa pernah hitung berapa banyak di kamar tamu, di kamar tidur, mungkin juga ada yang pasang di WC. Bisa jadi tapi pertanyaannya mengapa kita memasang itu dan untuk apa kita memasangnya? Saudara sekalian yang terkasih itulah tanda kehadiran Tuhan. Dimana Tuhan disitu hadir, disitulah dia menyertai kita. Maka saya pesan kepada bapak-ibu, anak-anak yang seandainya suatu ketika dalam rumah tangga itu terjadi ketegangan dan mau berantem berdoalah dulu dihadapan salib itu. Mohon restu kepada Yesus, kami mau berkelahi.
“Lho romo itu nanti nggak jadi”.
“Itulah memang sebaiknya tidak terjadi. Karena disitu Tuhan hadir.”
Tema yang hari ini diangkat adalah Allah peduli, Allah peduli berarti Allah memperhatikan. Injil yang baru saja kita dengarkan ini mengangkat dua kisah di dalamnya ada peristiwa penting yang dituliskan. Yang pertama, murid-murid pulang setelah mereka berkeliling. Nanti kalau anda pulang membaca injil ini sebelumnya ada kisah Yesus mengutus murid-muridnya. Dan mereka setelah melakukan pekerjaan itu mereka pulang dan mereka capai. Bahkan dikatakan sampai-sampai tidak makan. Dan Yesus melihat kelelahan mereka Dia berkata, “Marilah ketempat yang sunyi, supaya kita sendirian dan beristirahatlah seketika.” Yesus memperhatikan, Yesus peduli pada para murid-murid-Nya yang kelelahan. Maka Dia mengajak untuk beristirahat. Maka mereka naik perahu menyeberang. Untuk mencari tempat yang sunyi istirahat disana.
Tapi apa yang terjadi, orang-orang banyak itu melihat bahwa Yesus menuju ke seberang. Maka mereka mengambil jalan darat dan ternyata lebih cepat mungkin pakai lari-lari juga dan sampai duluan di tempat Yesus akan tiba. Nah peristiwa kedua terjadi, melihat sejumlah besar orang banyak, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan kepada mereka karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Yesus tergerak hatinya oleh belas kasihan tidak tega melihat orang banyak itu, maka Yesus berhenti dari situ dikatakan, Dia mulai mengajar mereka. Yesus tidak jadi istirahat karena Dia melihat banyak orang yang datang mengharapkan sesuatu. Tetapi para murid tetap ia beri kesempatan istirahat dan Yesus mengambil alih tugas itu dan melakukan pengajaran kepada orang banyak itu.
Perhatikanlah dua peristiwa ini di mana Yesus sangat peduli dengan situasi konkret waktu itu. Dan kata-kata yang sungguh-sungguh bagi kita penting ketika dikatakan tergerak hatinya oleh belas kasih. Tergerak hatinya, bukan perasaannya tetapi hatinya kedalam diri Yesus itu tersentuh oleh situasi itu dan di melakukan pengajaran untuk mereka. Gerakkan hati itulah yang muncul dalam sebuah tindakan, itulah kepedulian. Kepedulian yang dibuat oleh Yesus.
Hal yang sama kita temukan dalam bacaan yang pertama tadi, dari kita nabi Yeremia. Tuhan bersabda, ada situasi yang tidak baik yang terjadi, dia mengatakan kepada para penggembala yang diberi tugas, “Kamu telah membiarkan kambing dombaku terserak dan terceraiberai, dan kamu tidak menjaganya.”
Gembala-gembala itu diberi tugas menjaga kambing dan domba tapi mereka tidak lakukan, yang mereka jaga mungkin ayam dan bebek. Kambing domba itu adalah gambaran bangsa Israel yang diberi kepercayaan oleh kepada orang-orang tertentu supaya dijaga, didampingi. Tetapi mereka tidak melakukan. Maka Tuhan mengatakan Aku akan mengangkat atas mereka gembala-gembala yang akan menggembalakan mereka, Aku akan menumbuhkan tunas adil bagi Daud. Tuhan menjanjikan sebuah perbaikan. Kepeduliaan Allah tampak dalam sebuah perubahan yang terjadi.
Dua bacaan hari ini menunjuk pada suatu point yaitu Allah yang peduli, Allah yang berbelaskasih, dan Allah yang memperhatikan kita. Saudara-saudari dan anak-anak yang terkasih kepedulian Tuhan itu tampak dari ungkapan yang saya katakan tadi tergerak hatinya oleh belas kasih. Hanya orang yang punya hati bisa tergerak dan orang yang punya kasih bisa bergelak. Kalau orang tidak punya hati tidak terjadi apa-apa. Kalau orang tidak punya kasih juga tidak terjadi apa-apa. Maka hati dan kasih itu menyatu. Di situ ada arca Hati Kudus Yesus. Hati itu adalah kasih dan kasih itu adalah Allah sendiri. Yang sungguh hadir sampai hari ini.
Paus Benediktus ke XVI menulis sebuah Ensiklik yaitu surat yang berjudul beberapa waktu lalu Deus Caritas est. Allah adalah kasih. Allah adalah kasih dan itu mau ditunjukan pada kita semua begitu Allah itu begitu dekat dengan kita. Itulah yang dibuat oleh Tuhan melalui para nabi dan akhirnya melalui Yesus. Menunjukkan kasih dan menjadi perpanjangan kasih itu. Kita bisa bertanya sekarang siapa yang meneruskan kepedulian Allah, meneruskan kasih Allah itu, siapa? Jawabannya adalah ini, semua orang anda semua yang hadir disini, termasuk saya. Yang mendapat perpanjangan tugas untuk menjadi dalam bahasa saya, nabi-nabi cinta kasih di jaman ini. Melanjutkan kepedulian Allah di jaman ini.
Saudara sekalian Ibu Theresa dari Kalkuta itu pernah menulis, dan mengatakan “Dunia kita sekarang ini banyak penderitaan, kesengsaraan, penyakit, kejahatan, seperti kemarin pagi kita mendengar bom meledak. Itu karena apa?” Dia mengatakan, ‘Karena kurangnya kasih. Kurangnya kasih, keluarga-keluarga retak. Mungkin yang ikut panggilan Tuhan tidak setia. Karena kasih itu belum menjadi milik. Allah belum menjadi bagian hidup kita. Maka sebenarnya Allah yang peduli itu harus kita sambut. Tidak kita diamkan, tetapi kita sambut. Bagaimana kita menyambutnya. Tuhan tidak minta yang besar-besar. Cukuplah kita membuka hati kita, menerima saluran kasih itu, dan kita hidup dalam jalur kasih itu.
Saudara sekalian ketika anda hari ini datang ke gereja merayakan Ekaristi itulah tanda bahwa anda sedang menyambut kasih Allah. Anda sedang menjawab kasih itu anda datang ke sini. Ini bukan sebuah kebiasaan, bukan sebuah kewajiban tapi sebuah kerinduan akan kasih Allah. Kembali Ibu Theresa dari Calcutta mengatakan kasih itu mulai dari rumah masing-masing maka saya tadi mengatakan salib di rumah itu tanda kehadiran Tuhan, tanda kasih Allah dan disitulah mulai kasih itu. Dan dari situlah kita membawanya kemana saja kita .
Saudara-saudari dan adik-adik yang terkasih Allah yang begitu peduli, begitu mengsihi kita sebagai gembala. Ia menggembalakan kita domba-dombanya baiklah kita sambut itu lewat hidup kita, lewat kasih kita kepada-Nya, lewat pemberiaan hidup kita Tuhan tidak minta yang besar tapi cukup yang kecil-kecil saja. Kita tidur malam hari, kita bangun pagi hari membuka mata apa yang kita buat itulah langkah pertama setiap hari. ketika kita membuka mata, kita mengatakan terimakasih Tuhan kasih kita ungkapkan.
Ya, untungkan masih bisa bangun. Coba kalau tadi kita tidak bangun, atau besok pagi kita tidak tahu mungkin kita bangun dan mungkin juga tidak bangun.” maka mari kita selalu menyambut kasih itu dengan kasih kembali kepadanya. Saudara-saudari yang terkasih hati Tuhan terbuka maka kita pun membuka hati kita baginya. Amin.***

Kotbah Romo Joanes Hartono Budi, SJ

Ekaristi Tgl 12 Juli 2009
“Aku siap diutus.”
Injil Mrk 6 : 7 - 13

Bapak-ibu, saudara-saudariku terkasih, khususnya kaum muda selamat sore. Beberapa hari yang lalu 9 juli para romo dan bruder Jesuit merayakan kedatangannya di Indonesia ini yang 150. 9 juli tahun 1859 dua orang Jesuit, relative masih muda 30 an tahun romo Van Den Elzen dan romo Palinckx tiba di Tanjung Priok. Beberapa saat kemudian apa yang terjadi mereka datang ke bumi nusantara ini melihat ternyata orang-orang di Nusantara ini bicaranya bahasanya macam-macam. Saya mungkin membayangkan kalau ada tamu di paroki kita lalu ketemu dengan kita sekalian di sini segera sadar bahwa kita tidak berbicara satu bahasa, ada yang berbicara banyak macam yang berbahasa timur tengah dan juga barat bagian Indonesia ini, kita berbicara berbagai macam bahasa. Pada waktu itu mereka langsung merasa rindu membayangkan kalau bukan aku orang Belanda ini suatu saat harus ada orang setempat. Untuk apa saudara-saudariku terkasih, supaya sabda Allah ini diperdengarkan dalam bahasa setempat. Mereka langsung misionaris-misonaris Jesuit ini punya kerinduan. Ah alangkah bagusnya kalau sabda Allah di komunikasikan oleh orang yang mentalitas dan cara pikirnya kurang lebih sama dengan rekan-rekan pendengarnya. Cita-cita itu menurut hemat saya dicoba diemban sesudah 150 tahun oleh para Jesuit khususnya di paroki ini bagaimana kita diajak untuk bisa dengan kesaksian hidup dan kata-kata mewartakan sabda Allah, sabda kehidupan. Ketika mempersiapkan kotbah ini saya tanya kepada romo Wisnu ada kegiatan apa saja disini. Beliau menyebutkan misalnya, ada kursus Kitab Suci, romo Martin itu jagonya Kitab Suci. Ada disini lalu pembekalan tim Liturgi, pembekalan tim liturgi lingkungan, pembekalan para Katekis. Pembekalan para lektor baru. Dan juga prodiakon yang nanti di dalam woro-woro kita akan mendengar undangannya.
Untuk apa semuanya itu saudara-saudariku terkasih, kaum muda terkasih. Supaya orang-orang kita sendiri dengan kata dan kesaksian hidup menyampaikan pesan kehidupan sabda Tuhan ini. Yesus Kristus yang mencintai kehidupan supaya dikomunikasikan sampai kepada relung-relung hati kita orang-orang muda ini.
Romo Heru itu ahli Islam maka di paroki kita ini juga ada kelompok namanya PELITA. Memperhatikan hubungan antar agama. Kaum muda didampingi oleh Romo Heru ingin meningkatkan kesadaran sejak awal bahwa kita tidak hidup sendirian, tidak hidup di bawah isolasi. Kita hidup ditengah masyarakat nusantara ini. Dan paroki kita ini saya lihat seperti miniatur Indonesia. Aneka macam orang dari aneka macam suku bahasa hadir disini, tempat ini menjadi tempat jujukan. Maka memang penting sekali untuk memberikan waktu menyapa hati-hati, hati satu hati yang lain yang datang dari berbagai macam tempat ini. Saudara-saudariku lalu apa hubungannya dengan kedua bacaan yang kita dengar tadi. Bagiku kedua bacaan tadi memberikan dua pilar. Mereka yang mempunyai keperihatinan untuk diutus. Kaum-kaum muda yang mau memberikan waktu dan hidupnya untuk diutus, untuk mencintai sabda Tuhan yang sampai ke hati orang lain. Pertama syaratanya pasti mendengarkan sabda Allah itu, dan menanggapinya secara positif tidak tinggal diam saja.
Yang kedua diwakili oleh injil, kalau kita mau diutus ingat yang mengutus adalah Yesus. Bukan pertama-tama diri kita sendiri apalagi kita diam-diam mencari kepenuhan agenda pribadi. Marilah kita pelan-pelan memperhatikan kedua bacaan yang kita dengar tadi. Bacaan yang pertama tentang Amos. Dramanya demikian saudara-saudariku , Amos yang kita dengar sore hari ini menanggapi kritik, kritik dari siapa, dari nabi lain. Siapakah itu, nabi namanya Amasia, siapakah Amasia. Amasia adalah nabi kraton, nabi kerajaan, nabi dengan sertifikat, nabi dengan setempel. Nabi yang menyuarakan yang sejalan dengan hal-hal kekratonan, kerajaan. Amos dipanggil secara lain, Amos dikritk oleh Amasia, “Siapa kamu itu? Kamu bukan dari kami, kelompok para nabi tidak punya sertifikat tidak datang dari orang-orang yang terpilih dengan pembekalan seperti kami. Siapa kamu? Apa jawab Amos.
Mari kita dengar dia mengatakan demikian, “Aku ini bukan nabi, melainkan peternak dan pemungut buah Ara hutan. Dia adalah orang luar kerajaan. Orang pinggiran, orang petani, orang beternak. Tetapi kata Amos, “Tuhan mengambil aku dari pekerjaan mengiring kambing dan domba untuk pergi membawa sabda Allah. Kehebatan Amos adalah walaupun dia orang pinggiran dia orang yang tidak dikenal tetapi dia mendengarkan dalam hatinya sabda Allah itu dan menanggapinya dengan cinta. Menanggapinya dengan cara positif.
Saudara-saudariku terkasih aku ingat mazmur 139 ayat 9 yang mencerminkan pengalaman Amos itu. Siapapun Amos yang pertama dia adalah orang yang dekat dengan Tuhan. Hatinya hangat terhadap Allah. Mazmur itu mengatakan demikian “Jika aku terbang dengan sayap fajar, membuat kediaman di ujung laut. Disana tangan Mu menuntun aku tangan kananMu memegang aku. Mazmur ini menyuarakan pendoa orangnya Allah yang dekat dengan Allah dan mensyukuri panggilan Tuhan itu dalam hatinya.
Minggu-minggu ini saya ingat terpesona sekali dengan cerita seorang teman Pastor, bukan romo Pram. Orang lain dia menceritakan demikian, “ Ton ketika kecil aku pernah kelelep, tenggelam dalam sungai. Ton siapa yang orang yang bicara padamu saat ini? Aku ini yang pernah kelelep tetapi tetap hidup. Tuhan punya rencana sesuatu. Lalu ia jadi Pastor. Dia melanjutkan ceritanya, saudara-saudariku, Ton dua tahun yang lalu kamu sendiri tahu aku terkena serangan stroke, aku kelelahan bekerja mewartakan sabda di stasi-stasi, ke pelosok-pelosok sampai di Pastoran aku terserang stroke dengan separo tubuhku aku memasukkan mobil ke dalam garasi dan aku kolaps. Siapa yang berbicara denganmu sekarang ini. Aku yang dulu pernah kelelep yang pernah stroke, tidak mati masih hidup. Tuhan punya rencana sesuatu, aku masih mencari.
Yang mempesona dan menyentuh aku saudara-saudariku, dia mengatakan, “Kok saya sekarang ini punya dorongan untuk gampang minta maaf dengan teman-temanku sepekerjaan. Dengan umatku dengan kenalanku. Dan aku sendiri rasanya terdorong untuk bisa lebih memaafkan mereka semuanya itu seandainya punya kesalahan. Bagiku mazmur 116 ayat 8 mengatakan sesuatu yang tersimpan di dalam hati sahabatKu ini mazmurnya mengatakan demikian “Tuhan meluputkan jiwaku dari maut ia mengusap air mataku menguatkan kakiku, aku boleh menikmati hidup di dunia ini dihadapan wajah Allah.” Mazmur 116 ayat 8 ini bagiku mencerminkan siapakah utusan Tuhan itu. Utusan Tuhan pertama-tama orang yang bisa menikmati hidup. Utusan Tuhan petama-tama orang yang bisa mensyukuri kehidupan ini melihat kehidupan ini secara positif sedemikian rupa sehingga dia bisa membagikan kepada yang lain, kepada sesama, kepada teman kepada keluarga kepada masyarakat. Bukan orang yang rasanya haus kehidupan, semua-muanya untuk memenuhi dirinya sendiri. Rasaku dia belum hidup, utusan Tuhan adalah orang yang mengalami kehidupan dan mensyukurinya.
Mari kita sekarang melihat pada injil, injil adalah sekali lagi menunjukkan pilar panggilan utusan Tuhan yaitu bahwa kita diutus oleh Yesus.
Lihat drama injil Markus, pada awal injil Markus Yesus diceritakan penuh kesuksesan dikatakan Yesus meredakan angin ribut. Mengusir roh-roh jahat, menyembuhkan seorang perempuan, menghidupkan seorang anak Yairus. Belum selesai bab III sudah ada orang yang mau membunuh Yesus.
Minggu lalu kita mendengar Yesus juga punya kesulitan dengan orang-orang sekampungnya. Di Nazareth Yesus ditolak, maka Yesus berpikir sekarang, “Saya harus mengubah metode Saya, karena bagaimana pun juga sabda Allah harus sampai ke setiap hati yang Dicintai oleh Allah. Maka dia memanggil 12 rasul itu. Kira-kira mengapa saudara-saudariku Yesus mengutus 12 rasul.
Bagiku karena Yesus mengalami diriNya sendiri sebagai utusan. Yesus adalah utusan Bapa, orang Kristiani identitas dasariahnya adalah utusan, seorang utusan Yesus. Mari kita melihat kutipan yang lain. Yesus mengutus para murid siapakah para murid itu. Bab 4 ayat 9 dari injil Markus mengatakan demikian, Hai siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar. Ini adalah kritik terhadap para rasul itu. Para rasul seperti kita sekalian punya telinga jumlahnya dua tidak lebih tetapi tidak semua telinga ini bisa mendengar. Para rasul punya mata seperti kita ini, dua tidak lebih jumlahnya, tetapi tidak semua mata bisa melihat, melihat kebutuhan orang lain, melihat kebutuhan diriku akan sabda Allah. Tetapi sore hari ini injil mengetengahkan kepada kita bukan kritik tapi ajakan positif bagaimana pun juga Yesus mengundang kita mengutus para rasulnya untuk membawa kabar gembira. Kita lihat untuk apa saja? Yang pertama untuk mewartakan tobat, yang kedua mengusir setan, ketiga menyembuhkan orang sakit. Apa artinya saudara-saudariku. Bagiku mewartakan tobat mengusir setan kurang lebih sejalan, tobat berarti orang salah jalan, lalu membalikkannya kepada jalan yang lain. Mengusir setan siapakah setan?, setan adalah bukan demit-demit tetapi semua kekuatan diluar dan di dalam diri kita yang mau menjauhkan kita terhadap Allah dan terhadap sesama. Maka utusan Tuhan pertama-tama dengan kata dan tindakannya ingin membawa orang kembali kepada Allah. Allah yang memberikan kehidupan ini. Allah yang mencintai kehidupan ini. Menyembuhkan orang sakit artinya apa? Secara dasariah supaya, membantu orang supaya mudah hidupnya. Supaya hidupnya lebih menyenangkan, menggembirakan. Membahagiakan betapa sulitnya saudara-saudariku ketika kita mengalami sakit maka kita mensyukuri kehidupan ini kurang lebih.
Maka aku ingat Yohanes 10 ayat 10 mengatakan sabda Yesus, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dengan segala kelimpahannya.” Yesus datang bukan petama-tama untuk perintah ini perintah itu bukan, supaya hidup kita membahagiakan. Supaya hidup kita layak dihidupi dihadapan wajah Allah.
Paulus dalam surat Roma 14 ayat 17, mengatakan demikian kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman tetapi soal kebenaran. Damai sejahtera sukacita, dalam roh kudus. Kaum muda sekalian saudara-saudariku terkasih injil mengajak kita untuk berpikir lebih jauh dari wilayah sekitar paroki kita. Injil mengajak kita untuk membentuk pribadi yang punya cita, punya kerinduan yang lebih luas dari lingkungan kita, dari bangsa kita. Untuk dunia kita.
Maka sebagai penutup woro-woro 150 tahun Jesuit akan di rayakan mungkin cukup besar, tgl 19 dengan undangan terbatas karena tempat kami akan membuat resepsi, jendral Jesuit Romo Adolf Nikolas akan datang tgl 15. dan pada waktu itu beliau akan mengajak kami berpikir, bagaimana melayani dunia kita ini dengan lebih baik. Tanggal 20 kita akan mensyukuri, tidak hanya mensyukuri dalam Ekaristi biasa, tetapi kita akan mengenangkan bagaimana kami, kita sekalian bersama anda yang kenal dengan romo, bruder, Jesuit mengupayakan kehidupan di dunia ini kehidupan yang lebih layak. Semua ini akan dilaksanakan dikampus Sanatha Dharma, dikampus Paingan Sanatha Dharma. Memang undangannya terbatas. Tetapi sekali lagi kita semua diajak untuk berpikir, jendral kami sering mengatakan demikian, “Apakah engkau mencintai Kristus, apakah engkau mencintai manusia. Marilah kita bersama-sama memikirkan itu. Kehidupan yang mencintai Kristus, kehidupan yang mencintai manusia seperti kita sebagai keluarga dan teman-teman kita. Amin.

Kotbah Romo RM. Wisnumurti, SJ

Ekaristi 5 Juli 2009
“Ketika Aku lemah, Aku dikuatkanNya.”
Injil Mrk 6 : 1 - 6

Ibu- bapak saudara-saudari terkasih, selamat malam. Kalau anda mengingat dan memperhatikan selama dua minggu berturut bacaan injil yang juga menjadi renungan dan bagian dari tema-tema perayaan Ekaristi kita mengarah atau ditekankan pada soal kepercayaan, soal iman. Dua minggu yang lalu setelah meredakan tofan atau angin ribut di Danau, lalu Yesus menegur para murid, “Mengapa kamu takut? Mengapa kamu tidak percaya? Dalam tanda kurung yang tidak ditulis dalam injil itu mungkin mau dikatakan, Yesus mau menyebutkan, “Ada kau di sini.”
Lalu minggu lalu injil yang kita baca dan kita cermati bersama cerita tentang penyembuhan dan kebangkitan seorang anak. Yang disembuhkan seorang perempuan yang sudah 12 tahun lamanya mengalami pendarahan lalu yang dihidupkan anak Yairus kepala Sinagoga. Semula anak itu sakit tapi kemudian meninggal. Lalu orang-orang dari rumah memberitahu kepada Yairus, ‘Sudah nggak usah repot-repot lagi menggangu guru karena anaknya sudah meninggal. Pikirnya ya sudah meninggal selesai. Tapi yang dikatakan oleh Yesus kepada Yairus, “Jangan takut percaya saja.” Dalam setiap peristiwa dalam kehidupan Yesus diperlukan bahkan dituntut adanya kepercayaan dari para pengikut kepadaNya. Karena tanpa kepercayaan lalu juga tidak akan terjadi sesuatupun, tidak akan ada perubahan bahkan yang dicatat dalam injil hari ini Yesus tidak mengadakan satu mukjizatpun di sana selain menyembuhkan beberapa orang sakit. Yesus heran bahwa orang-orang dikampungnya di tempat Dia di pernah dibesarkan tidak sampai percaya. Mereka rupa-rupanya mengharapkan menuntut Yesus membuat mukjizat yang lebih dari tempat-tempat lain, kenapa, ini kan kampungNya? Supaya tujuannya kampungnya jadi terkenal. Orang-orang disekitarnyapun tentu juga akan kecipratan jadi terkenal. Saya kira tidak sulit mencari banyak contoh salah satunya anda pasti ingat, “Ponari dengan batu geledeknya, keluarganya tetap mengharapkan praktek menyembuhkan karena lalu memang mendapatkan income, pemasukan dari sana.
Saudari-saudara yang terkasih dalam Tuhan. Bahwa orang-orang disekitar tempat tinggal Yesus, tempat Dia dibesarkan tidak percaya mungkin disebabkan karena mereka merasa mengenal sehingga apa yang diwartakan oleh Yesus kabar keselamatan yang dibawa, bahkan yang sudah mereka dengar di tempat-tempat lain penyembahan-penyembuhan yang di-adakan tidak membuat mereka lalu juga mau beriman mau percaya memang mereka heran dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia. Ketika Dia mengajar meng-uraikan tentang Kitab Suci orang memang terkagum-kagum, sehingga mereka bertanya-tanya darimana di perolehnya semuanya itu? Hikmat apa pula yang diberikan kepadaNya? Dan mukjizat-mukjizat yang demikian, bagaimana dapat diadakan oleh tanganNya? Mereka heran kagum, tapi stop karena merasa kenal, merasa tahu. Bukankah sikap semacam itu seringkali juga mewarnai kita dalam pergaulan berkomunikasi, bermasyarakat. Seringkali kita juga memberi kabar tertentu, lalu merasa bahwa cap itu terus terbawa sampai kapanpun sehingga orang juga kurang menghargai sesamanya yang merasa dikenal. Memang mengherankan bahwa Yesus yang mewartakan kabar keselamatan bahkan dia sendirilah Sang Sabda yang menjadi keselamatan itu sendiri tidak diterima. Memang sebelum-belumnya para nabi mengalami hal yang serupa. Nabi adalah utusan Allah, nabi adalah orang yang menjadi penyambung lidah Allah. Nabi adalah corong pengeras suara yang menyampaikan sabda Allah. Kalau mereka tidak di dengar mungkin masih bisa dimaklumi apalagi yang biasanya diwartakan para nabi berupa peringatan, teguran mengajak supaya orang bertobat. Menyadari kesalahannya. Maka lalu memang seringkali yang diwartakan para nabi membuat orang bisa jadi sakit hati, tersinggung karena mereka harus mengubah perilakunya yang tidak benar, namun bila sabda Allah itu sendiri yang ditolak maka sungguh-sungguh mengherankan dan karena tidak ada kepercayaan Yesuspun juga membuat mukjizat itu.
Saudari-saudara yang terkasih kalau tadi saya mengatakan bahwa dalam hidup kita bersama orang lain, dalam masyarakatpun sering kali kita dikuasai oleh sikap seperti itu, tidak sulit juga mencari contoh ketika tahu bahwa dia itu ex tapol, ketika tahu di baru keluar dari lembaga pema-syarakatan, maka orang disekitar juga sudah mulai membentengi jangan nanti akan repot, nanti akan ada ini dan itu, nanti ada urusannya. Seakan-akan pandangan seperti itu terus terbawa tidak mungkin ada perubahan, tidak mungkin ada pertobatan, tidak mungkin dia membaharui diri. Sikap semacam itu membuat orang tertutup. Orang yang dicap juga tidak mendapatkan kemungkinan untuk berubah, berkembang menjadi lebih baik. Orang yang memberi cap pun juga menunjukkan ketertutupannya dia juga tidak bisa berubah. Dia tidak mempunyai harapan padahal seperti yang diwartakan oleh Yesus dengan mewartakan keselamatan dan mewartakan pertobatan dan menyerukan orang untuk memperbaiki hidup berarti menumbuhkan harapan, berarti Allah telah memberi kesempatan untuk berubah. Sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang merasa kenal Yesus, barangkali karena mereka merasa tahu semua seringkali kita pun juga berhadapan dengan orang yang mungkin sudah lama berpisah padahal dulu teman waktu kecil. Maka ketika dia menampilkan sesuatu yang luar biasa orang bertanya, ‘Ah saya tahu waktu kecilnya saja kok, sekarang macam-macam. begitu juga ketika Yesus mengajarkan sesuatu yang tidak umum tetapi itu tidak dibuat di tempat asalnya. Lalu mereka merasa mbok sudah nggak usah macam-macam sehingga suatu saat misalnya ketika keluarganya mendengar apa yang dibuat diajarkan oleh Yesus mencoba untuk mengambil Yesus. Maka mereka merasa bahwa Yesus perlu diselamatkan karena dipandang sudah gila. Karena itu saudara-saudara sekalian sikap semacam itu yang perlu diubah supaya kita berani membuka diri, berani untuk berubah, berani untuk menerima kemungkinan untuk bertobat.
Pernah ada SMS yang beredar, yang sebetulnya setengah bergurau, mungkin sikap seperti itu yang dimiliki oleh orang-orang sekampung Yesus tadi.
Ada dikatakan lima kelemahan Yesus, “Satu memori buruk”, gampang melupakan dosa orang. Nanti coba anda baca bolak-balik injil lukas bab lima belas atau bab tujuh yang bercerita tentang dosamu sudah diampuni lalu seakan-akan sudah selesai mungkin sikap seperti itu yang tidak bisa diterima oleh sebagian orang yang merasa ini kok pengajarannya tidak umum, kok berbuat sesuatu disini, di tempatnya antar lain disebutkan lagi juga.
“Matematikanya payah.” Masak yang satu dianggap sama dengan yang sembilan puluh sembilan. Nanti juga baca injil Lukas cerita, atau juga injil yang lainpun menceritakan , domba yang hilang. Satu domba dicari kemana-mana, yang sembilan puluh sembilan dibiarkan seakan-akan kok sama saja yang satu dengan 99. atau ada yang menyebut lagi satu kelemahan lain. “Buta logika”, kan nggak logis masak mengadakan pesta hanya karena satu sen yang hilang ketemu, kan tidak umum yang seperti itu. Mungkin sikap-sikap seperti itu yang dipandang tidak sesuai dengan harapan mereka membuat mereka lalu jadi tertutup.
Maka kalau Yesus sendiri yang adalah sabda Allah yang mewartakan keselamatan, yang mengajak untuk bergabung bersama Dia. Mengusahakan, memperjuangkan keselamatan itu ditolak maka sebetulnya andai kata kita juga tidak diterima, kita juga ditolak tidak perlu merasa gagal. Bukankah menurut ukuran manusia Yesus pun juga mengalami hal itu. Ketika Dia harus menderita sengsara mungkin dan puncaknya ketika Dia disalib. Bukankah itu dari sudut pandang manusia merupakan kegagalan. Namun ternyata melalui semua itu justru Yesus menampakkan kekuasan Allah Bapa yang mengutusnya Dia dibangkitan dan membawa keselamatan. Karena itu maka Paulus pun juga tidak menonjolkan kehebatannya dalam bacaan pertama surat kepada jemaat di Korintus tadi Paulus justru menampilkan kelemahannya, penderitaanNya, “Aku senang dan rela didalam kelemahan, dalam penyiksaan, didalam kesukaran, didalam penganiayaan sebab jika aku lemah maka aku kuat. Sebab itu aku lebih suka bermegah dalam kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Itulah rupa-rupanya nasib orang-orang yang diutus untuk mewartakan kebaikan, untuk mewartakan sesuatu yang membawa keselamatan kepada orang lain.
Ibu dan bapak sekalian dengan merenungkan kembali bacaan-bacaan tadi kita juga diajak ditantang, beranikah kita bertobat, beranikah kita membuka diri, beranikah kita berubah, supaya lalu juga selalu ada harapan karena yakin akan janji Kristus, aku akan menyertai kamu senantiasa sampai pada akhir jaman. Dan itu berarti kendati kita mengalami kesulitan dan tantang Dia akan menyertai kita membantu kita dengan mengakui menyadari keterbatasan, kelemahan kita, kita dapat menjadi alatnya untuk mewartakan keselamatan.
Maka dalam kaitan dengan ini kalau anda nanti selanjutnya memperhatikan ada sesuatu yang tidak biasa pada perayaan Ekaristi kita minggu-minggu yang lewat sudah doa umat itu ada doa yang cukup panjang doa tahun imam untuk para imam. keterangannya dilengkapi dengan kutipan yang diambil dari surat edaran tahun Imam dari konggregasi untuk klerus halaman 27 dari teks
Ekartisti hari ini dan selanjutnya. Berkenaan dengan seratus lima puluh tahun kematian Pastor Ars mungkin ada yang masih ingat atau mengenal cerita pastor Ars yang bernama Yohanes Maria Vianey dulu gereja menetapkan dia sebagai pelindung para pastor paroki dikenal sebagi orang yang sederhana orang yang saleh seorang imam desa kecil tetapi menjadi terkenal. Gereja tidak lagi hanya mengangkat dia menjadi pelindung para pastor paroki tetapi semua imam bernaung dibawah lindungan imam yang sederhana ini maka Bapa Suci pada peringatan 150 tahun wafat nya pada perayaan Hati Kudus Yesus tgl 19 juni yang lalu menjelang mengakhiri tahun Paulus, menetapkan sebagai Tahun Imam hari itu juga menjadi hari doa sedunia demi kesucian hidup para Imam para Imam itu juga dipanggil diutus seperti rasul Paulus seperti juga para nabi untuk mewartakan kabar keselamatan melanjutkan karya Kristus memberi kesaksian. Maka Bapa Suci mengajak kita semua bukan hanya untuk menghargai, menghormati, mendengarkan tetapi lebih-lebih juga ,mendoakan. Mendoakan para imam supaya lalu dapat melaksanakan pelayanannya dengan lebih baik. Memang ada yang mengatakan Imam kan juga manusia. Artinya seperti yang diakui Rasul Paulus, punya kekurangan memiliki kelemahan perlu didukung juga dengan doa. Karena itu ajakan Bapa Suci akan kita tanggapi bersama sekurang-kurangnya setiap kali kita berkumpul dalam perayaan Ekaristi kita akan bersama berdoa sebagaimana dianjurkan, tetapi selain itu juga ada berbagai kegiatan lain sebagai dukungan bagi terhadap sakramen imamat yang dianugerahkan Tuhan terhadap panggilan hidup imamat, terhadap theologi imamat orang katolik dan itu juga bisa diwujudkan dan dengan berbagai cara salah satunya tadi pagi dalam perayaan Ekaristi pukul 8.30 Romo dari KWI menyampaikan harapannya untuk mengajak umat ikut terlibat dalam persiapan para calon imam kesediaan untuk membantu mereka membiayai mereka maka ada tawaran siapa yang mau terlibat dalam kegiatan ini lebih-lebih selama tahun imam ini untuk mewujudkan dukungan tadi maka tawaran itu pantas juga untuk menjadi pemikiran kita, semoga tahun ini sungguh juga menjadi kesempatan untuk mengembangkan persekutuan dan persaudaraan di antara para imam dan umat saling mendukung saling meneguhkan. Sehingga pelayanan yang mereka terpanggil di dalam kelemahannya juga dikuatkan karena didukung oleh seluruh umat. Amin.

Kotbah Romo Ignatius Dradjat Soesilo, SJ

“Penyerahan Total kepada Yesus”
Ekaristi 29 Juni 2009
Injil Mrk 5 : 21- 43

Injil mengajak kita untuk membentuk pribadi yang punya cita, bu-Bapak saudara-saudari, adik-adik yang terkasih dalam Tuhan, Selamat sore, enam bulan yang lalu tepatnya satu Desember saya meninggalkan Paroki Kotabaru menuju tempat tugas perutusan di Paroki Isidorus Sukorejo. Saya bekerja di Paroki pedesaan dimana disana kami memiliki 23 Lingkungan dan satu Stasi besar yang mempunyai 9 Lingkungan. Disana juga kami memiliki Asrama Manik Harjo. Kebanyakan umat yang kami layani adalah para petani, dan buruh tani. Dalam asrama itu kami mencoba untuk mendidik mendampingi anak-anak para petani dan buruh tani supaya mereka bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh Pendidikan yang baik.
Maka kalau ibu bapak perhatikan dari brosur yang kami bagikan disitu juga tertulis bahwa ada sekian anak yang sampai sekarang ini ada di dalam pendampingan kami. Tetapi di dalam brosur itu juga tertulis bahwa ada beberapa Kapel dari lingkungan-lingkungan yang ada di tempat kami yang memang kondisinya sungguh memperihatinkan. Umat yang ada di sana berharap agar mereka tetap bisa memiliki sarana berdoa yang layak untuk mereka pakai di dalam memuji dan memuliakan Allah. Maka maksud kedatangan kami, saya datang bersama dengan anak-anak Asrama Manikharjo ke sini yang dari kemarin hingga sore hari ini mereka koor dan mengisi dengan lagu-lagu selama Ekaristi tidak lain adalah yang pertama bahwa kami ingin mengetuk hati ibu dan Bapak untuk membantu persoalan yang kami alami. Itu adalah harapan yang ada pada setiap umat yang kami layani pertama mereka berharap agar mereka bisa mendapatkan tempat peribadatan yang baik.
Rumah ibadat yang mereka pakai kondisinya sungguh memprihatinkan. Tetapi mereka juga berharap bahwa anak-anak mereka itu nantinya bisa memperoleh Pendidikan yang baik. Pernah salah seorang orang tua dari anak-anak asrama mengatakan hal ini kepada saya,
“ Romo biarkan saya ini sebagi petani tetapi saya memiliki harapan dan cita-cita bahwa anak saya harus lebih baik dan harus bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik daripada saya. Anak-anak yang kami dampingi ada yang sekarang ini sudah menjadi Pastor, dan ada mantan asrama yang sudah menjadi Suter, Guru atau TKW yang kerja di Negara lain. Dengan kata lain umat disana sungguh berharap agar situasi yang mereka alami setiap hari bisa berubah. Sama seperti yang tertulis dalam injil sore hari ini yang kita dengar saat ini, dimana kita melihat dua orang yang memiliki harapan yang kurang lebih sama.
Orang yang pertama itu bernama Yairus. Dia seorang pemimpin rumah ibadat. Dia memiliki seorang anak yang umurnya duabelas tahun dan sedang sakit keras dan hampir mati. Dan yang kedua seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pen-darahan. Dalam tradisi orang-orang Yahudi orang yang menderita pendarahan terus menerus itu dianggap orang yang najis. Artinya orang yang sakit seperti itu harus disingkirkan harus diasingkan dari hidup bersama. Maka harapan satu-satunya tidak lain adalah Yesus. Yairus maupun perempuan yang sakit pendarahan itu tentu mereka sudah mendengar kabar siapakah Yesus itu. Dan perempuan yang sakit pendarahan diceritakan sudah berupaya kesana-kemari untuk mencari kesembuhan ternyata tidak mendapatkan. Dan kita bisa menyelami bahwa perempuan tadi tentu putus asa. Tetapi masih memiliki harapan, kalau-kalau di datang kepada Yesus tentu ia akan memperoleh jawaban. Dan akhirnya baik Yairus maupun perempuan yang sudah duabelas tahun sakit datang dan menemui Yesus dan akhirnya diceritakan dalam Injil mereka memperoleh kesembuhan.
Ibu-bapak, saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan. Tema Ekaristi sore hari ini adalah iman penyerahan total. Kita sebagai orang-orang yang beriman kepada Yesus sudahkah kita ketika kita menghadapi berbagi macam persoalan hidup kita berani datang kepada Yesus. Dan memberikan seluruh persoalan yang kita hadapi ini kepada Yesus. Kita berani menyerahkan hidup kita kepada Dia yang kita imani. Ataukah ketika aku mengalami kesulitan, misalnya ketika daganganku tidak berhasil dan usahaku yang aku jalankan tidak mendapatkan buah aku apakah sungguh sudah berani hadir dan berjumpa dengan Yesus ataukah aku pergi ke gunung Kawi untuk cari pesugihan. Ketika aku menghadapi berbagai macam persoalan sudah-kah aku berani meluangkan waktu untuk berbagi dengan Dia yang ku imani atau-kah malah aku lari ke-minum-minuman keras, obat-obatan terlarang atau malah pergi ke dukun supaya aku mendapatkan hiburan yang semu dan palsu.
Melalui bacaan yang kita dengarkan sore hari ini, kita diajak untuk melihat kembali sikap iman kita. Apakah kita di dalam beriman kepada Yesus kita sungguh berani menyerahkan diri kita secara total kepada Yesus. Dan injil hari ini membawakan kabar gembira kepada kita semua, bahwa mereka yang menaruh harapannya kepada Yesus akan mendapatkan jawaban. Sebagaimana itu yang dilakukan oleh Yesus ketika menyembuhkan perempuan yang sudah 12 tahun lamanya menderita pendarahan dan membangkitkan anak Yairus yang sudah meninggal.
Ibu-bapak, saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan, penyerahan diri total itulah iman. Iman tidak hanya diungkapkan melalui doa-doa. Melalui rasa syukur, melalui rajin pergi ke gereja, melalui rajin menghadiri pertemuan lingkungan-lingkungan dan lain sebagainya. Iman juga perlu diwujudkan dengan sebuah tindakan yang nyata, tindakan mau berbagi kasih, mau berbagi perhatian mau berbagi waktu dengan saudara dan sesama yang membutuhkan perhatian dan waktuku itulah iman yang hidup. Itulah penyerahan diri yang total kepada Yesus yang kita imani.
Dalam bacaan yang pertama dari rasul Paulus kepada umat di Korintus di sana dikatakan maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak berkekurangan.
Umat yang saya layani memilik harapan yang sama seperti harapan yang kita dengarkan dari perempuan yang duabelas tahun menderita pendarahan. Dari Yairus yang anaknya sakit, mereka sungguh berharap bisa mendapatkan tempat peribadatan yang baik. Anak-anak mereka sungguh bisa mendapatkan pendidikan yang baik. Dan harapan itulah yang kemudian saya bagikan kepada ibu dan bapak.
Ibu dan bapak tadi ketika masuk ke gereja menerima amplop dan juga brosur tentang apa yang kami alami disana. Maka dengan rendah hati kami mohon ibu dan bapak sudi memberikan sesuatu yang ibu bapak punyai untuk umat yang ada di sana. Konkretnya amplop nanti supaya diisi terserah ibu dan bapak mau membantunya berapa?
Booklet yang saya bagikan, buku yang saya bagikan, lembaran yang saya bagikan supaya direnungkan dan di baca siapa tahu Allah nanti memberikan rejeki pada Ibu- dan bapak sehingga ibu dan bapak kelak kemudian hari bisa memberi perhatian pada anak-anak yang ada di Panti dan itulah penyerahan iman kita, dan iman yang hidup. Artinya kita beriman kepada Allah tidak cukup kita hanya berserah diri kepada Dia yang selalu memperhatikan kita. Penyerahan diri kita kepada Allah perlu secara nyata kita wujudkan melalui tindakan untuk memperhatikan saudara dan sesama yang lain.
Pada kesempatan ini saya ingin menghaturkan terimakasih kepada Romo Wisnu yang memberikan kesempatan kepada saya untuk ngamen di Kotabaru, semoga kebaikan dari umat lebih-lebih dari romo Paroki maupun Dewan Paroki yang ada disini sungguh bisa menjadi berkah bagi umat yang kami layani di Paroki Isidorus. Amin.