Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Senin, 06 Juli 2009

Kotbah Romo Gregorius Budi Subanar, SJ

“Tinggallah dalam Aku.”
Ekaristi Tgl 10 Mei 2009
Injil Yoh 10 Mei 2009

Bapak ibu dan saudara-saudara sekalian. Kemarin saudara-saudara kita umat Budha merayakan hari raya Waisak. Satu-satunya hari raya dalam agama Budha. Dalam hari raya itu kelahiran, wafat saat pencerahan dan pengajaran yang pertama yang dilakukan oleh Sidharta Budha Gautama dirayakan bersama-sama.
Ada dua pemikir dari Jerman, yang memberi perhatian kepada Sidharta Budha Gautama, salah satunya dialah seorang sastrawan, ia menulis Novel Sidharta dan sebagai sastrawan pada tahun 1946 Ia menerima hadiah nobel. Dan yang satu adalah seorang Jesuit yang mengadakan penelitian apakah cara mengajar dari Yesus, yang menggunakan cerita dan perumpamaan itu dipengaruhi oleh cara mengajar Sidharta Budha Gautama, yang juga melakukan pengajaran dengan kisah cerita dan perumpamaan-perumpamaan. Ternyata dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa Yesus tidak dipengaruhi oleh cara pengajaran Budha. Dan di dalam usahanya tersebut, diyakinkan yang khas dari Yesus yakni pengalaman sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Sidharta Budha Gautama dan Yesus adalah tokoh-tokoh orang beriman. Ia menjadi inspirasi sumber dan pegangan hidup bagi para pengikutnya tokoh-tokoh ini menarik untuk dipelajari dan juga dijadikan inspirasi hidup dan dengan demikian maka kehidupan keagamaan, kehidupan orang-orang beriman mewarnai sepanjang sejarah peradaban termasuk juga dimasa dimana kita hidup sekarang ini.
Kalau saya berdiri disini ditengah anda sekalian saya tidak bisa mendugai dari mana anda sekalian ini hadir. Sebagian besar tentu umat warga paroki Kotabaru. Tapi yang lain juga datang dari belahan timur, belahan utara, belahan selatan barat. Tetapi saya tidak bisa membayangkan dari mana kira-kira juga tidak bisa membayangkan menduga daerah-daerah asal. Tetapi kita kurang lebih mempunyai sebuah pengalaman yang sama tentang kota Yogyakarta. Kalau kita memasuki kota Yogyakarta memang ada beberapa kemungkinan kalau menggunakan pesawat maka lewat airport, kalau menggunakan kereta api lewat stasiun kalau menggunakan darat kita akan masuk Yogya dan menemui jalan lingkar kota. Sebelah timur Janti, di sebelah utara Jombor, di sebelah barat Gamping.
Diperempatan jalan lingkar kota ini kita akan menemukan petun-juk jalan. Kalau lurus ke kota, kalau belok kanan entah ke Magelang entah ke Solo entah kemana. Dan masing-masing petunjuk jalan itu akan mengarahkan kita tergantung kemana kita menuju. Bagi orang yang tidak terbiasa lalu akan mencari orientasi ketika sudah terus kita akan berhadapan dengan begitu banyak petunjuk jalan. Carrefoure dua kilometer, sudah lurus, Carrefoure 500 meter ketika sampai. Kita masuk dan disitu kita bisa mengalami kebingungan. Demikian juga kalau kita melingkar kota. Ada petunjuk rumah makan Pring sewu 5 km, terus begitu seterusnya demikian juga tempat-tempat yang lain. Bisa membingungkan bisa memberi arah. Bagi kita yang sudah tinggal di Yogya, tempat tinggal tidak menjadi masalah. Mungkin kita punya rumah, kita kontrak, kita kost. Orang yang mau bertempat tinggal di Yogya ada banyak tawaran. Ada yang namanya Griya Asri, Griya Indah, di situ juga ada macam-macam keterangan. Fasilitas yang diberikan, kolam renang dan segala macamnya. Tetapi kadang-kadang fasilitas itu yang ditawarkan justru yang esensial yang penting membuat kita krasan tidak dicantumkan. Padahal ini sesuatu yang penting. Kalau kita tidak betah dirumah, kalau kita tidak betah ditempat kost. Lalu tempat kost atau rumah itu sekedar tempat lewat saja. Interaksi dengan orang-orang disekitarnya juga menjadi tantangan. Dan kalau kita memperhatikan bacaan injil tadi. Sebenarnya justru inilah yang ditawarkan. Akulah pokok anggur kamulah ranting-rantingnya, ini juga sebuah petunjuk, ini juga sebuah tawaran. Kita mau menuju ke sana, oke kita menuju kesana. Ketika kita masuk, ketika kita mulai menjalin relasi di sana ada tawaran yang lebih jauh lagi. “Tinggalah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.” Ada tingkat-tingkatan ketika kita menanggapi tawaran petunjuk itu. Ini bukan perkara mudah. Ketika kita merasa banyak kesibukan, ketika kita merasa gelisah. Ketika kita merasa tidak mempunyai Orientasi dengan tawaran-tawaran ini, dengan petunjuk-petunjuk ini. Kita juga bisa kehilangan arah. Kita juga bisa tidak menjadi peka. Apalagi di dalam situasi sekarang dimana sarana-sarana komunikasi begitu banyak ditawarkan kepada kita. Sekolah, Universitas, rumah makan atau Kafe akan selalu dilengkapi dengan , dilengkapi dengan Hot spot. Kesempatan untuk berkomunikasi, kesempatan untuk berelasi dengan orang yang jauh ditawarkan di sana, tetapi kalau tidak hati-hati justru kita akan terjebak kedalam pengalaman maya ini. Rasanya kalau tidak membuka Face book, atau tidak membuka Internet, atau tidak Email, atau tidak chating ada sesuatu yang kurang, itu menjadi sarapan yang kedua. Sehingga justru orang-orang yang ada didekat kita komunikasinya, kontaknya menjadi terlewatkan. Lalu kita masuk di dalam sebuah pengalaman maya. Karena masuk tergantung pada dunia maya. Kalau begitu Lalu kita bisa mengatakan, kalau begitu pengalaman dengan Yesus itu kurang lebih sama halnyakan. Kita juga tidak mempunyai pengalaman manusiawi kok. Yesus juga tidak hidup pada jaman sekarang kok.
Disini kita perlu membedakan pengalaman dengan dunia maya dan pengalaman dalam dunia rohani. Ketika kita menjadi semakin rohani, kita menjadi semakin manusiawi. Atau ketika kita menghayati hidup manusiawi, kita perlu didukung, ditopang oleh kehidupan rohani. Maka kalau kita perhatikan dekorasi, hiasan bunga di gereja setiap kali berganti, karena apa? Karena mau mengajak kita mengalami sebuah pengalaman keindahan. Kok bunganya layu, kok bunganya nggak matching, sudah lalu ada sebuah pengalaman keindahan yang manusiawi ini akan memberi kritik. Tetapi pengalaman ini bukan hanya berhenti di situ pengalaman yang indah mengajak masuk ke sebuah pengalaman yang maha indah. Kalau kita tidak puas dengan koor dengan lagu, rasanya tidak terdukung usaha untuk berkomunikasi dengan yang maha luhur, ada relasi ada hubungan antara pengalaman yang manusiawi dengan pengalaman rohani. Disinilah tawaran tadi. Tinggallah di dalam Aku, dan Aku di dalam kamu.
Kita diajak pada satu sisi, diperkaya oleh pengalaman diperkaya oleh kekayaan rohani. Dan kita juga diajak untuk membawa pengalaman manusiawi kita di dalam satu pengolahan hidup rohani kita. Maka kita diajak bersama, dalam situasi modern kita, di dalam komunikasi yang interpersonal mendapat tantangan, mendapat kompetitor, komunikasi dengan dunia maya, di situ kita juga diajak, di tantang bagaimana memperkembangkan, menghidupi kekayaan dunia rohani kita. Maka tawaran tadi, Akulah pokok anggur, kamulah ranting-rantingnya, itu juga sebuah tawaran. Ketika kita masuk menanggapi tawaran itu kita diajak mengalami lebih dalam lagi. Tinggallah di dalam Aku, dan Aku di dalam kamu. Kehidupan manusiawi kita pengalaman manusiawi kita, akan diperkaya, akan diperkuat, akan diperkokoh oleh relasi hidup rohani kita dalam komunikasi kita dengan Yesus. Maka marilah kita menanggapi tawaran ini. Tinggallah di dalam Aku, dan Aku didalam kamu dan dengan demikian maka hidupmu akan semakin melimpah semoga kita semakin berkembang di dalam iman. Kita menanggapi untuk tinggal di dalam Dia, dan memberi kesempatan Dia tinggal di dalam kita. Amin.

Kotbah Romo Bismoko, Pr

“Aku cinta kamu khan?”
Ekaristi Tgl 27 Mei 2009
Injil Yoh 15: 9 – 17

Para muda yang terkasih, Bapak-bapak ibu-ibu, mbak-mbak, mas-mas, adik-adik eyang kakung, eyang putri, suster- bruder dan semuanya saja. Kira-kira tidak berlebihan kalau persahabatan atau semuanya saja bentuk-bentuk relasi antar manusia termasuk pertemanan termasuk juga koalisi presiden dan wakil presiden bisa diibaratkan seperti makanan. Seperti makanan kalau sedang fres di ofen maka aromanya akan menimbulkan selera. Akan menimbulkan nafsu makan, akan menimbulkan keinginan untuk menyantap tapi kalau sudah lama dan sudah basi maka akan membuat orang menjadi tidak berselera, akan membuat orang kehilangan nafsu makan dan akan membangkitkan HIV Hasrat Ingin “vaem”, hasrat ingin maem maksudnya. Kalau demikian kisah Via dan Tia, Via dan Tia mungkin bisa mewakili pengalaman normal kita semua, dan mungkin juga pengalaman beberapa orang yang diantara kita semua. Pengalaman bahwa ketika segala sesuatu itu masih Fresh semuanya akan oke, tetapi ketika sudah berjalan lama dan tidak awet sehingga menjadi basi maka yang ada adalah HIV, hasrat ingin vergi. Hasrat ingin pergi maksudnya. Nah jika demikian hidup kita hanya diwarnai oleh dua pengalaman yang pasti perjumpaan dan perpisahan dan yang namanya perpisahan selalu mempunyai dua kemungkinan; perpisahan yang meninggalkan firus AIDS, apa virus AIDS, virus aku ingin di ingat selalu. Jadi sebuah perpisahan itu kalau kesan awalnya baik dan sampai akhir baik maka ingin selalu diingat. Tetapi kalau yang terjadi adalah seperti Via dan Tia maka perpisahan akan meninggalkan virus TBC apa itu? Takut bagi-bagi cerita. Ya karena itu sekarang musimnya virus maka saya menampilkan yang mudah diingat. Ada AIDS, ada TBC. Kalau sesuatu itu menyenangkan maka ingin selalu diingat, tetapi kalau sesuatu itu tidak menyenangkan maka tidak ingin selalu diingat.
Sekarang demikian pertanyaan saya adalah; betulkah hidup kita hanya diisi oleh perjumpaan yang menyenangkan. Ketika awal adalah kesan-kesan yang menyenangkan, tapi lama kelamaan seperti makanan akhirnya kadaluarsa juga. Sehingga membuat orang tidak tertarik. Karena awalnya hubungan pribadi sepertinya begitu menggairahkan tetapi akhirnya tidak mengandung selera. Awalnya utuh tapi kemudian retak. Orang jawa mengatakan cuil. Atau ada yang mengatakan gempil, tahu ya gempil. Gempil itu ya cuil itu tadi.
Nah sekarang demikian, Siapa yang setuju bahwa hidup kita hanyalah diisi oleh sesuatu hal yang menyenangkan pada awalnya, dan berakhir dengan sesuatu yang tidak menyenangkan pada akhirnya. Siapa yang setuju demikian. Awal menyenangkan, akhir tidak menyenangkan. Siapa yang setuju?, kok tidak ada yang mengacung. Pertanyaan berikutnya kalau begitu, dengan demikian anda semua percaya bahwa sebuah hubungan antar manusia apapun bentuknya, entah persahabatan atau kualisi antar partai bisa berlangsung secara awet, siapa yang setuju? Hanya suster satu. Kalau begitu semuanya abstain, hanya dua, tiga ayo masih ditunggu, empat, lima. Dan tujuh belas. Padahal tadi yang datang berapa ada tiga ribuan yha. Coba kalau sekarang hanya 13 per tiga ribu berapa persennya? 0,0 sekian persen.
Oke bapak-ibu, saudara-saudari, terkasih mas-mas, mbak-mbak, adik-adik, eyang kakung, eyang putri, suster, bruder, frater, khususnya kaum muda yang terkasih. Lalu kita tidak yakin bahwa sebetulnya hubungan kita di dunia ini entah hubungan pribadi atau hubungan antara ke-lompok antar teman itu bisa menjadi awet. Berarti kita semua tidak yakin yha? Karena yang yakin hanya berapa tadi 18. kalau kita semua tidak yakin bahwa sebuah hubu-ngan personal khususnya, bisa menjadi yakin bisa menjadi awet dan langgeng lalu apa gunanya kita berkumpul ditempat ini. Apa gunanya teman-teman STCE ini berpikir keras membuat tema “Aku cinta kamu, khan?” baik sekarang saya ulangi siapa yang tidak setuju bahwa hubungan antar pribadi itu bisa langgeng? Tidak setuju kalau hubungan pribadi itu bisa langgeng, tidak setuju?..
Siapa yang setuju, ya sedikit membesarkan hati karena lebih banyak sekarang, setidaknya yang koor sudah mulai banyak. Mungkin dalam hati anda setuju tapi karena hawa begitu panas sehingga anda tidak pede untuk ngacung. Ger… ger Oke saya paham, saya paham,
Dapat di akses juga melalui Internet
Http : // MimbarMingguan.Blogspot.com
Http : // MimbarHarian.Blogspot.com
Oke bapak-ibu saudara-saudari, mas-mas, mbak-mbak, adik-adik eyang kakung, eyang putri, suster, bruder, frater. Khususnya kaum muda yang terkasih. Kalau kita membayangkan akhir dari kisah Via dan Tia. Ketika Via ditinggalkan oleh Tia. mungkin Tia merasa sepi lalu kemudian Ia berdoa masuk kamar lalu meratapi nasibnya dan bertanya kepada Yesus. “Tuhan Yesus kenapa sih aku tidak bisa merasakan persahabatan yang langgeng kenapa harus berhenti sampai disini. Lalu kita bayangkan Tuhan Yesus dengan tatapan yang lembut kemudian berkata kepada Tia tinggallan didalam kasihKu, Injil hari ini untung jawaban Yesus itu tidak seperti jawaban kita pada umumnya dalam hidup kita sehari-hari. Kalau ada teman kita seperti Tia tanya kenapa ya aku tidak bisa merasakan hubungan yang asyik, enjoy persahabatan yang langgeng. Lalu Mungkin Sebagian dari kita akan menjawab, “Ya Vi itu khan masalah elo memang gue pikirin, itu khan derita lo, nggak ada sangkut pautnya dengan gue. Tidak ada sangkut pautnya dengan saya. Hubunganmu, hubunganmu. Hubunganku, hubunganku. Untungnya Tuhan Yesus hari ini mengingatkan kepada kita. Tinggallah di dalam kasihKu. kasihKu, bukan kasih kita. Karena apa, karena kasih kita selalu terbatas. Sedangkan kasih Tuhan tidak terbatas. Kita senantiasa cenderung untuk membatasi kasih-kasih kita. Umpama kita hanya menerima mencintai orang-orang yang seminat dengan kita, sehobi dengan kita, sepandangan dengan kita. Sealiran dengan kita, seideologi dengan kita. Maka kita tidak pernah merasakan kasih yang utuh. Seperti halnya demikian, ada sebuah rombongan mau tamasya di dalam mobil semuanya enjoy. Kita mau jalan-jalan, di tengah jalan sang sopir yang membawa mobil kemudian melihat teman yang lain, yang kebetulan teman ini tidak disukai oleh beberapa teman yang naik mobil, tetapi toh teman itu diajak oleh sang Sopir pembawa mobil lalu mengajak masuk. Ayo kita masuk, orang-orang yang ada dimobil yang merasa tidak suka dengan teman yang baru saja diajak tentu tetap ikut acara rekreasi ini. Akan tetap menikmati acara rekreasi ini, rekreasi tetap berjalan tetapi rasanya ada sesuatu yang mengganjal, maka suka cita tidak menjadi penuh.
bapak-ibu dan saudara-saudari, terkasih mas-mas, mbak-mbak, adik-adik, eyang kakung, eyang putri, suster, bruder, frater, mari kita mencoba untuk masuk ke dalam hati kita apakah kita membatasi cinta kita sehingga kita tidak pernah merasakan kasih yang utuh. Apakah kita cenderung tinggal pada kasih kita sendiri dan tidak pada kasih Tuhan. Mari kita mendengarkan sekali lagi sabda Tuhan untuk kita sore hari ini, “ Tinggallah dalam kasihku semuanya itu Ku katakan kepadamu supaya suka citaku ada di dalam kamu dan suka citamu menjadi penuh. Kemuliaan kepada Bapa, Putra dan Roh Kudus, seperti pada permulaan sekarang selalu dan sepanjang segala abad. Amin.

Kotbah Romo YB Mardikartana, SJ

”Kamulah SahbatKu.”
Ekaristi Tgl 17 Mei 2009
Injil Yoh 15: 9 – 17

Bapak-ibu dan saudara-saudara yang terkasih selamat malam, terimakasih. Bapak ibu dan saudara-saudari nama saya bukan romo Subanar, tapi romo Mardi Kartono, karena tadi keliru pada awal misa tadi. Injil yang baru saja kita dengarkan tadi memuat wejangan Yesus. Atau ajaran Yesus kepada para murid. Wejangan atau ajaran itu sangat khusus diberikan kepada murid ketika Yesus mau meninggalkan mereka. Bagian awal dari wejangan tadi berbunyi demikan, “Seperti Bapa telah mengasih Aku demikian juga Aku mengasihi kamu. Tinggallah di dalam kasihKu itu.” Inilah wejangan tentang kasih. Disitu dikatakan bahwa kasih itu hendaknya dipahami bahwa kasih itu pertama-tama adalah kasih Allah Bapa kepada Yesus dan dari kasih itu mengalir. Dan Yesus kepada para muridnya. Inilah kasih Ilahi, inilah kasih Kristus. Kemudian pada akhir bacaan injil tadi dikatakan juga inilah perintahku kepadamu, kasihlah seorang akan yang lain.
Bapak-ibu dan saudara-saudari yang terkasih jelas dalam wejangan tentang kasih itu Yesus meminta para muridNya dan kiranya juga kepada kita semua agar kita saling mengasihi sumber kasih itu adalah kasih Allah yang mengasihi Yesus, dan kemudian kasih Yesus yang mengasih para murid sendiri. Jadi dengan demikian kita diajak untuk saling mengasihi dimana kasih itu digerakkan oleh kasih Ilahi, atau kasih Kristus atau Karitas kristi.
Bapak ibu dan saudara-saudari yang terkasih saya ingin berbagi pengalaman sejenak. 24 tahun yang lalu saya berempat ditahbiskan di gereja St. Antonius Kotabaru ini. Pada waktu itu sebelum tahbisan kami oleh panitia diminta untuk membuat tema atau moto Tahbisan kami. Seringkali untuk membuat suatu tema tidaklah mudah. Apalagi kami berempat mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. Mempunyai pandangan yang juga tidak sama. Maka setelah berkali-kali berbicara, berbagi pengalaman atau sharing merenungkan mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang sudah, dan berdoa akhirnya kami sepakat. Untuk merumuskan sebuah tema atau motto tahbisan pada waktu itu ialah, Caritas Christi urgetnosh artinya ialah cinta kasih Kristus menggerakkan kami. Kami akhirnya sepakat dan mem-punyai pengalaman dasar yang sama bahwa telah bertahun-tahun belajar, mem-persiapkan diri untuk menanggapi panggilan Tuhan yang membuat kami kuat, yang membuat kami bertahan dan tetap bersemangat, serta gembira dan bahagia tidak lain dan tidak bukan karena kasih Kristus yang amat kuat.
Bapak ibu dan saudara-saudari, merasakan kasih Allah kasih Kristus yang begitu kuat bagi saya mendorong mengerakkan saya untuk tetap melayani umat sebagai seorang imam.
Bapak ibu dan saudara-saudari yang terkasih itulah pengalaman saya dimana Karitas Kristi, kasih Ilahi, kasih Kristus, menggerakkan hidup kami. Saya yakin bahwa banyak diantara kita, banyak diantara Bapak-ibu, saudara-saudari juga mempunyai pengalaman dasar yang serupa. Pengalaman kasih akan Allah lebih-lebih kesadaran bahwa kita dikasih Allah, mampu menggerakan dan mendorong kita bahkan mengobarkan kita untuk berbuat sesuatu kepada Tuhan dan sesama. Itulah yang sering menyebabkan munculnya tarekat-tarekat atau kehidupan bersama seperti para Bruder, para suster Karitas, bahkan ada LSM Karitas. Kiranya mereka ini dikobarkan akan kesadaran kasih Allah yang besar , sehingga mereka mau meninggalkan sesuatu meninggalkan hidupnya dan melayani sesama demi kemuliaan Tuhan.
Kembali pada Injil St. Yohanes yang kita dengarkan tadi pertanyaa kita adalah mengapa? Mengapa Yesus minta kepada murid saling mengasih, mengapa kita sering ingin saling mengasihi, mencintai sesama seperti diri kita sendiri. Para murid diminta untuk saling mengasihi. Karena agar mereka dapat membangun kehidupan bersama. Atau kebersamaan dalam hidup karena sebentar lagi Yesus mau meninggalkan mereka dan mereka harus melanjutkan tugas perutusan Yesus. Padahal banyak kesulitan banyak masalah dan ancaman.
Bapak-ibu dan saudara-saudari terkasih marilah kita membangun kebersamaan hidup seperti para murid itu sebab kebersamaan hidup yang digerakkan oleh Karitas Kristi akan menjadi kekuatan yang mempersatukan dan menggerakkan kita. Kita sadar bahwa kehidupan jaman sekarang ini kita seringkali mudah terpecah-pecah karena kita mempunyai kepentingan pribadi, karena kita mempunyai kepentingan golongan yang lebih kuat dari pada kepentingan bersama atau kesejahteraan umum.
Pada akhir-akhir ini kalau kita menyaksikan bagaimana partai-partai ingin berkualisi, maka hiruk pikuk ramai, dan membingungkan, karena apa, karena mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi, hanya mereka mementingkan golongannya dari pada masa depan bangsa. Oleh karena itu bapak ibu saudara-saudari marilah membangun kehidupan bersama ini dengan kasih, kasih yang masih bergema. Kasih yang terasa relevan kalau kasih itu kita wujudkan dalam hidup yang saling menopang dan bersahabat. Inilah sabda Tuhan yang menegaskan pentingnya persahabatan. Inilah perintahku yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Tidak ada kasih yang lebih besar seperti kasih yang diberikan oleh seseorang dengan memberikan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya. Kamulah SahabatKu.
Bapak ibu dan saudara-saudari siapakah sahabat kita ini bagi saya seorang sahabat itu melebihi seorang saudara. Seorang sahabat menjadi saudara tapi tidak selalu seorang saudara menjadi sahabat. Saudara saya ada sepuluh. Lima perempuan, lima laki-laki. Saya sebagi seorang Imam membutuhkan persahabatan dari mereka. Hanya satu yang sungguh saya rasakan sebagai sahabat. Yang lainnya baik-baik saja tapi tidak bisa menjadi sahabat bagi saya. Hubungan persahabatan semacam itu saya rasakan bila terjadi saling mendukung, saling menopang saya dapat berbagi rasa, saya dapat mengutarakan suka-duka saya sebagai seorang imam. Lalu didengarkan dan saling menaruh percaya. Berbicara sangat terbuka tanpa rahasia. Dan itu dapat terjadi dimana-aman kapan saja, entah dengan cara apapun. Pada waktu saya makan bersama, pada waktu jalan-jalan atau minum secangkir kopi. Terjadilah hubungan sebagai seorang sahabat dengan sahabat yang meneguhi sebagai seorang saudara kamulah sahabatKu, kata Yesus ini menjadikan kita sahabat, dan bukan hamba karena Yesus menyatakan semuanya memberikan semuanya, menyerahkan hidupnya agar kita bebas dari dosa-dosa dan kuasa-kuasa kegelapan kamulah sahabatKu, ia menjadikan kita sahabatNya, supaya kita mau dan mendapatkan kekuatan untuk ikut ambil bagian dalam karya keselamatanNya. Bapak ibu dan saudara-saudari saya tertarik akan gambar dari buku misa, kamulah sahabatKu disana bisa kita hitung, wajah-wajah itu ada tiga belas dan tiga belas wajah ini dirangkul, saya membayangkan menggambarkan Yesus merangkul wajah-wajah yang gembira, yang tertawa dan tersenyum itu menjadi sahabatNya. Marilah bapak Ibu kita sambut ajakan Yesus agar kita menjadi sahabatNya. Agar kita saling mendukung, saling menopang dalam kehidupan ini. Berdasarkan kasih Allah kepadaNya dan kasihNya kepada kita semua. Semoga itu terjadi kepada kita mulai saat ini Amin.

Kotbah Romo Heru Prakosa, SJ

“Ya Tuhanku dan Allahku?”
Ekaristi Tgl 26 April 2009

Ibu-bapak dan Saudara-saudari yang terkasih, Minggu kedua Paskah juga dijadikan sebagai Minggu Kerahiman. Latarbelakangnya adalah terkait dengan Santa Faustina seorang suster yang berasal dari Polandia. Meninggal muda dalam usia 33 tahun. Ia berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana. Pendidikan formalnya juga tidak tinggi tetapi dalam kesahajaan, kesederhanaan itu ia memperoleh penampakan yang akhirnya mewujud dalam doa Koronka, doa untuk menghormati dan juga di yakini akan Kerahiman Allah.
Pertanyaan pertama yang barangkali bisa renungkan adalah, “Apa yang di maksud Kerahiman disini?”
Dan barang kali kita bisa mengkaitkan dengan bacaan Injil yang kita dengar pada sore hari ini. Dikisahkan para murid yang sedang ketakutan. Saya membayangkan para murid yang juga barangkali merasa bersalah karena membiarkan Yesus menderita sendiri sampai mati dikayu salib. Para murid yang mengalami perasaan tidak nyaman berkumpul bersama dan mereka menerima kunjungan istimewa menerima sapaan dari Yesus. Yesus yang mengatakan, “Damai sejahtera bagimu.”
Di dalam salah satu versi Injil terjemahan bahasa Arab. Ditulis disini, “Salam ala ikum, salam; Damai sejahtera bagi kalian.”
Itulah yang dikatakan Yesus didepan para murid. Dan itu meneguhkan para murid. Secara khusus Thomas, menerima rahmat istimewa karena Thomas yang dikenal sebagai murid yang maju-mundur. Saya katakan maju karena suatu saat ia pernah mengatakan, “Mari kita mati bersama Yesus.” Tetapi pada saat yang sama, ia juga sempat ragu-ragu. Apa yang kita dengar pada sore hari ini menunjukkan hal itu. Ia mengatakan, “ Kalau jariku belum mencucukan, pada bekas lukanya, aku tidak percaya.” Dan dalam keragu-raguan itu Yesus memberi kekuatan, menyapa, menampakkan diri yang akhirnya Thomas mengalami keteguhan iman sampai pada pengakuan yang sangat mendalam tentang Yesus. “Ya Tuhanku dan Allahku. “
Saudara-saudara yang terkasih dalam terang bacaan Injil saya akan mengatakan bahwa Kerahiman Ilahi memiliki makna yang luas. Kerahiman Ilahi tidak terbatas dalam pengertian peng-ampunan dosa. Tetapi sebagaimana yang dikatakan juga oleh Yohanes Paulus kedua, dalam salah satu peringatan Santa Faustina, dikatakan “Bahwa, kerahiman disini berarti belas kasih Allah. Segala wujud campur tangan Allah, kepedulian Allah yang mau memberi peneguhan bagi umatnya.”
Maka bisa dikatakan juga Kerahiman Ilahi adalah sebuah sapaan dari Allah bagi umat Manusia. Sapaan yang memberi peneguhan, sapaan yang menguatkan iman. Saudari-saudara yang terkasih. Yesus membuat banyak tanda didepan para murid itu pulalah yang akan kita dengar dalam masa Paskah ini. Bacaan- bacaan yang melukiskan bagaimana Yesus menyapa para murid. Dana sapaan-sapaan itu dilakukan dalam peristiwa-peristiwa yang terasa sehari-hari. Konkret dan nyata, di dalam kisah perjalanan Emaus misalnya. Para murid disapa ketika mereka ada di dalam perjalanan dan mereka mendapat peneguhan ketika makan bersama. Juga ketika para murid sedang bersama-sama, mencari ikan Yesus menampakkan diri dan ketika mempersiapkan sarapan pagi Yesus memberi peneguhan tentang iman para murid. Yesus begitu peduli, Yesus menampakkan diri untuk memberikan kekuatan dan juga peneguhan iman bagi para murid dan penampakan Yesus terus berjalan, bahkan setelah jaman para murid. Dan penampakkan itu dirasakan oleh beberapa orang sebagai sebuah, sebagai wujud yang hadir dalam hidup konkret. Dalam hidup keseharian.
Maka kita pernah mendengar kisah tentang Ibu Theresa yang merasa disapa justru lewat orang-orang miskin atau Yongfinie seorang dari Perancis yang merasa disapa melalui orang cacat mental. Santa Faustina sendiri, ketika saya membaca riwayat hidupnya merasakan sapaan Allah melalui keindahan Allah. Ia begitu senang, Ia begitu gembira me-nyaksikan peman-dangan, karena dia merasa disitulah Allah menyapa, disitulah dia menyadari kebesaran dan keagungan Allah sang pencipta bagi manusia.
Saudari-saudara yang terkasih, di Pastoran itu ada anjing kecil. Salah seorang dari rekan Patemon, itu menamainya Andes. Katanya singkatan dari anjing ndesa. Dan suatu saat saya melihat ada dua anak kecil bermain-main dengan si Andes ini dan saya mendengar salah seorang anak suatu sore itu mengatakan begini, “Tuhan itu pinter ya.” Sebuah pernyataan yang sederhana, tetapi bagi saya melukiskan bagaimana dimata anak ini, mahluk kecil ini, mahluk ndesa ini, menampilkan karya kebesaran keagungan Tuhan Sang pencipta.
Pengalaman serupa saya jumpai dua tahun yang lalu ketika saya selama satu bulan di Kalimantan Timur, di Segah, sebuah wilayah yang medannya sangat sulit, semuanya serba air. Transportasi juga melalui air. Apa-apa harus dilakukan di air. Mandi dan kebutuhan yang lainnya, maka saya juga melakukan semacam itu. Saya juga harus masuk hutan bersama dengan saudara-saudari dari Dayak yang dikatakan Dayak Punan. Mereka yang nomaden tetapi di tengah hutan. Dan suatu saat ketika kami bersama masuk hutan, lalu dipinggiran hutan sambil istirahat seorang bapak itu. Mengatakan, “Bapak Pastor.” mereka kalau menyebut romo, bapak Pastor. Kalau menyebut, suter; Ibu Suster. Menurut saya sesuatu yang normal. Karena bagi uskup, bapak uskup. Kardinal, Bapak Kardinal. Nah… bapak ini mengatakan “Bapak Pastor, lihat keindahan tanaman dan binatang di tengah hutan ini.”
Saya heran mengapa, masih banyak orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Pernyataannya tidak jelas ditujukan kepada siapa tetapi bagi saya yang menarik adalah, Bapak ini mengkaitkan keindahan dengan iman bagi bapak ini alam menjadi tanda, menjadi sarana, bagaimana Allah menyapa manusia. Manusia terus berdosa, tetapi Allah terus melimpahkan belaskasihnya dan alam menjadi tanda, bagaimana Allah terus peduli, terus menyapa, terus menyertai manusia. Alam menjadi sarana bagi Allah meneguhkan manusia. Mengajak kembali kepada Dia.
Pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana sikap kita, kalau Allah terus berkarya, kalau Allah terus menyapa kita. Bacaan pertama yang dia dengar tadi salah satu tekanananya adalah mengajak kita untuk membuat tindakan. Maka dihadapan Tuhan yang senantiasa berkarya kepada kita. Dalam segala upaya kita, upaya doa, novena dan segala macam kita juga diingatkan, bahwa kita perlu melakukan upaya-upaya manusiawi yang konkret. Saya percaya kalau misalnya besok senin, adik-adik kita mengikuti ujian mereka tidak hanya sibuk melakukan Novena, tetapi mereka juga belajar. Upaya-upaya manusiawi, menjadi wujud yang konkret, sekaligus juga wujud keterlibatan kita. Bagi Allah yang juga terus berkarya di dalam diri kita.
Sikap kedua yang barang kali bisa kita bangun adalah kesadaran bahwa Allah-lah penentu yang terakhir. Kalau kita berdoa novena, kita berdoa misalnya dalam Ekaristi, jumat per-tama, dan dikatakan bahwa doa-doa kita akan dikabulkan setelah memanjat-kannya sekian kali berturut-turut kira-nya kita tetap ingat bahwa Allahlah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Deus etn imon.. meo kata Santo Agustinus. Artinya Allah lebih dekat kepada kita dari pada kedekatan kita pada diri kita. Allah lebih dekat pada diri kita, maka Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan dan kiranya tidak bijaksana. Kalau kita lalu mendikte Tuhan sebagaimana godaan yang kita rasakaan seperti yang dialami Thomas. kita mau, memahami Allah dan menuntut Allah untuk mengabulkan apa yang kita mohon sesuai dengan harapan kita. Kita sering lupa bahwa wujud pengabulan doa – doa kita tidak selalu sama dengan yang kita mohon. Karena sekali lagi Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan apa yang paling baik bagi kita.
Suadari-saudara yang terkasih, belas kasih dan sapaan Allah ada ditengah peristiwa keseharian kita. Marilah kita memohon rahmat Tuhan, semoga semakin hari kita semakin peka akan kehadiranNya Amin.