Kotbah Romo Yosephus I. Iswarahadi, SJ

”Komunikasi yang Menguatkan.” Ekaristi Tgl. 16 Mei 2010 Injil Yoh 17 : 20 - 26 Tadi menjelang misa ini telah kami putarkan sebuah video Klip...

Rabu, 04 Maret 2009

Kotbah Romo Martin Suhartono, SJ

Romo Martin Suhartono, SJ
” Mengkuti Kristus Sepenuh Hati”
Ekaristi Tgl 25 Januari 2009
Injil Markus 1 : 14- 20

Saudari-saudara terkasih saya belum ganti nama disitu tertulis Romo Siprianus Kuntoro Adi, sayang anda misa jam 16.30 sore hari ini sehingga ketemu saya, kalau anda misa pagi atau kemarin sore tentu akan berbahagia mendengarkan kotbah Romo Kuntoro Adi.
Saudari-saudara terkasih anda coba buka halaman 17 di sana diumumkan bahwa Ekaristi pada bulan mendatang pada bulan Februari adalah dengan tema Santo Paulus. Kita tentu tahu bahwa tema ini diangkat dalam perayaan Ekaristi karena memang tahun St. Paulus ini ditetapkan mulai dari bulan Juni tahun lalu sampai nanti bulan Juni tahun ini, oleh Paus kita Paus Benediktus ke XVI. Ini dalam rangka memperingati 2000 tahun yang lalu kelahiran St. Paulus. Silahkan anda baca nanti halaman 18. Ucapan St. Paulus Benediktus ke XVI yang menenkankan betapa pentingnya kehadiran lagi rasul-rasul baru ditengah-tengah kita sebagaimana dulu St. Paulus juga hadir di dalam Gereja Perdana.
Saudari-saudara terkasih maka minggu-minggu mendatang pada bulan Februari ada tema St. Paulus mulai dari St. Paulus hamba Tuhan, St. Paulus hamba semua orang, St. Paulus peneladan Yesus dan St. Paulus pewarta setia Yesus. Itulah tema-tema yang diambil khususnya dari bacaan pertama yang memang diambil dari surat-surat St. Paulus dan anda juga mendengar tadi bagaimana dalam bacaan pertama itu kita dengarkan sudah ucapan St. Paulus kepada umat di Korintus. Tentunya bagi mereka yang punya isteri akan bergembira sekali karena dikatakan di sini,
”Mereka yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri.” Banyak orang itu berkata demikian juga, ”Oh ya betul itu, saya sudah menikah tapi kalau keluar rumah cincin kawin saya lepas. Saya masukkan dompet, supaya dikira masih bebas, begitu ya. Masih singel.” Apakah memang itu yang dimaksudkan oleh St. Paulus? Tentunya tidak. Kalau kita hanya berpegang pada satu kalimat itu, ya bisa juga gandengannya mereka yang sudah bersuami bertingkah atau berlaku seakan-akan belum bersuami itu tentunya bukan seperti itu, tetapi anda baca ayat-ayat sesudah itu anda akan mengerti artinya yaitu, orang yang menangis seolah-olah tidak menangis, jadi sebetulnya bersedih tetapi seakan-akan tidak bersedih. Yang bergembira seolah-olah tidak bergembira. Dalam arti sedih ya sedih tapi jangan terlalu sedih, gembira ya gembira, tapi jangan terlalu, sehingga mungkin malah sakit jantung.
Orang yang membeli seolah-olah tidak membeli, ini agak keliru, anda baca, di Kitab Suci, ”Orang-orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki barang yang mereka beli.” Dan inilah sikap yang diharapkan oleh St. Paulus. Bahwa meskipun orang itu memiliki tetapi tidak kédanan, tidak lekat kepada harta bendanya.
Punya mobil, punya rumah, punya apa tapi seakan-akan tidak memiliki itu. Sehingga kalau itupun ternyata hilang tidak apa-apa. Ha.. ini banyak ketika saya di Jakarta bulan November banyak orang datang konsultasi mohon doa karena milyaran hilang gara-gara dipertaruhkan di dalam valas dan sebagainya itu. Ya dengan kolapsnya satu bank kemudian semua uang hilang, nah kalau mereka itu punya sikap seperti ini punya lima M, tapi di taruh sebagi valas, tapi seakan-akan tidak punya lima milyar itu ketika lima milyar itu hilang dia tidak apa-apa, tapi yang terjadi mereka justru punya lima M kemudian dipertaruhkan semuanya di dalam valas, padahal penasehat bisnisnya sudah bilang jangan semuanya, jangan serakah, jangan tamak cukup satu M taruh valas, empat M itu gunakan berusaha untuk menabung, tapi tidak 5 M. Dia pikir ini taruh sana untung , wah duh belipat-lipat, cepat untung tapi ternyata malah buntung,
Saudara-saudari terkasih itulah nasib kita bila kita memang berpegang teguh kepada dunia ini seakan-akan dunia inilah tujuan hidup kita. St. Paulus bisa dengan mudah mengatakan, ”Dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.”
Saudari-saudara terkasih, mungkin itu perlu sikap St. Paulus kita renungkan juga. Seumur hidupnya dia senantiasa dipenuhi oleh semangat, semangat untuk Tuhan. Ketika dia masih seorang Yahudi yang fanatik, dia mengira seperti orang Yahudi kebanyakan, orang yang mati disalib itu, tergantung di atas kayu seturut Hukum Taurat adalah orang yang terkutuk, maka ia amat benci kepada pengikut Kristus yang malah memperTuhankan orang-orang yang terkutuk ini, maka dia menjadi penganiaya Jemaat. Saat itu berbekalkan surat perintah Imam Agung, ia pergi ke kota Damsyik, kota Damaskus untuk menangkap orang-orang Kristiani, tapi apa yang terjadi, alih-alih menangkap orang Kristiani dalam suratnya berikut ia akan mengatakan bahwa ia saat itu malah ditangkap oleh Kristus, anda ingat ceritanya, mungkin silahkan baca, kisah Para Rasul bab 9 bagaimana ia sedang berjalan ke sana tiba-tiba saja ada sinar dari atas yang membutakan matanya, dia jatuh dan kemudian dia mendapatkan penampakan Kristus yang bangkit kemudian dia bertanya, ”Siapakah Engkau?” Dan Yesus menjawab, ”Akulah Yesus yang kau aniaya itu.” ”Saul-saul mengapa engkau menganiaya Aku.” Dan dia bertanya siapakah engkau, Akulah Yesus yang engkau aniaya itu.
Dan kemudian dia buta selama tiga hari, ia masuk ke kota Damsyik dan baru disembuhkan ketika Ananias salah seorang murid Kristus, juga meletakkan tangan atas kepalanya dan berdoa. Dan saat itu juga diwahyukan kepada Paulus apa yang harus dilakukannya. Dari musuh Kristus, ia berbalik menjadi pengikut Kristus yang amat handal bahkan ia menjadi pewarta Kristus.
Anda silahkan lihat kalau kitab Suci perjanjian baru, kita itu terdiri dari berapa kitab? 50,40,30,20 dari 27 itu ada kitab-kitab Injil lalu Kisah Para Rasul dan surat-surat para rasul dan kemudian Kitab Wahyu. Dari 27 teks itu bayangkan tiga belas ditulis oleh St. Paulus yaitu surat-surat St. Paulus, maka pengaruh Paulus bagi iman kita tentu besar sekali. Dari musuh Kristus ia berbalik menjadi pengikut Kristus dan lihat anda buka 1 Korintus bab 4 dia berkata demikian, ” Dalam tugasnya sebagai pewarta Injil ia mengalami seperti ini, ”Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara. Kami melakukan pekerjaan tangan yang berat, kalau kami dimaki kami memberkati, kalau kami dianiaya, kami sabar, kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah, kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai saat ini”
Saudari-saudara terkasih itu pengalaman St. Paulus dan bahkan ia pun bisa berkata demikian, pada suratnya yang kedua pada umat di Korintus, dia berkata demikian, ”Apakah orang-orang lain itu pelayan Kristus, aku berkata seperti orang gila aku lebih lagi, aku lebih banyak berjerih lelah, sering dalam penjara, didera di luar batas, kerap kali dalam bahaya maut, lima kali aku disesah orang Yahudi, (artinya dicambuki), setiap kali empat pulu kurang satu pukulan. (Dicambuki dia masih menghitung berapa kali dicambuki, empat puluh kurang satu), tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal. Sehari semalam terkatung-katung di tengah-tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir, dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi, dan dari pihak-pihak bukan Yahudi, bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat, kerap kali aku tidak tidur, aku lapar, dahaga, kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan tidak menyebut hal-hal lain lagi. Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.”
Bagaimana mungkin Paulus yang tadinya musuh Kristus, itu berubah rela berkorban, mengikuti Kristus sepenuh hati sampai rela mengalami semua itu. Kita patut bertanya apa yang menyebabkan itu semua.
Apa? Ia rela melakukan semua itu apa sebabnya? Rela kebanjiran, bahaya penyamun dan sebagainya, jawabannya hanya satu karena apa? Ada yang mau berteriak menjawab? Silahkan buka surat Paulus kepada umat di Roma, itu dengan mudah dia menjawab, ”Bahwa dalam segala hal itu dia lebih dari pada seorang yang menang karena dia yang mengasihi Paulus sendiri, yaitu karena Kristus, pada Bab 8 dia berani mengatakan demikian,
”Siapa yang akan memisahkan kita dari kasih Krsitus, penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan, atau ketelanjangan, atau bahaya atau pedang, dia mengatakan demikian.” dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang menang oleh Dia yang telah mengasihi kita, sebab aku yakin baik maut maupun hidup, baik malaikat-malaikat maupun pemerintah-pemerintah atau kuasa-kuasa, tidak akan memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus Tuhan kita, itulah Saudari-Saudara terkasih karena cinta Kristus ia rela menderita, semua itu demi menyebarkan Kristus, kalau kita mungkin paling-paling bisa bicara, ”Sudah hujan, becek nggak ada ojek, karena kita dipengarui Cinta Laura, buka cinta Kristus, sebetulnya cinta Kristus telah membangkitkan Paulus, entah hujan, entah becek dan sebagainya, nggak ada ojek tapi dia tetap mewartakan Kristus, itulah jawaban Paulus, dan ia menghayati itu sampai akhir hidupnya. Dia tadi sudah seakan-akan meramalkan nasibnya ketika berkata tidak ada yang dapat memisahkan dia bahkan pedang sekalipun tidak dapat memisahkan dia. Dan memang pada akhir hidupnya, St. Paulus ini, St. Paulus mati oleh pedang. Dia ditangkap, ditahan, dipenjara, selama dua tahun, kurang lebih di Roma, dan selama dalam penjara itu dia masih mewartakan Kristus sehingga prajurit pegawai-pegawai istana kekaisaran juga bertobat menjadi pengikut, Kristus.
Ia kemudian dibunuh, diseret ke sebuah bukit di Roma pinggir kota ada sebuah bukit yang namanya Trefontane, itu tiga mata air di sanalah Paulus dipenggal kepalanya, dan menurut tradisi ketika kepala Paulus itu terlepas dari tubuhnya, jatuh ke tanah menimpa tanah tiga kali, gelundung begitu, .. nah tiga kali menyentuh tanah itu, muncullah mata air Trefontane tiga mata air, Paulus itu jangan anda bayangkan seperti Arnold Swhasheneger dan sebagainya, tidak. Pulus itu menurut tradisi badannya kecil, kurus, kepalanya botak besar, tapi tidak pakai kacamata, bukan itu ya... Matanya tajam seperti elang, hidunganya agak seperti paruh betet seperti orang Yahudi, tapi kesaksian itu mengatakan bahwa, sorot wajahnya seperti wajah Malaikat, cakep juga tidak, jelek juga tidak. Tapi sorot wajahnya dikuasai oleh kasih Kristus yang membakar dia. Maka saudari-saudara terkasih baiklah anda, sekali-sekali di rumah baca kembali teks-teks St. Paulus itu agar kasih Kristus yang membakar dia juga membakar kita semua Amin.

Kotbah Frater Paulus Bambang, SJ

Frater Pulus Bambang Irawan, SJ
” Mencari dan menemukan Kristus”
Ekaristi Tgl 17 Januari 2009
Injil Yohanes 1 : 35 – 42

Seorang Katolik yang baru saja dibaptis, dan dia berteman dengan seorang yang tidak percaya akan adanya Allah, seorang ateis. Maka dia bertanya; ”Kamu percaya bahwa Allah itu benar-benar ada?”
Orang katolik mengatakan, ”Ya saya percaya.”
”Coba kalau kamu benar percaya jawablah tiga pertanyaan saya ini.”
”Kalau Allah itu benar-benar ada, bagaimana mungkin Dia menciptakan alam, semesta ini hanya dalam enam hari. Sedangkan anak SMA pun tahu kalau alam semesta ini diciptakan berjuta-juta tahun lamannya, bagaimana?”
Orang katolik itu diam, dan dia menjawab menjawab, ”Nggak tahu.”. Dia senang si ateis ini. Kemudian bertanya dengan pertanyaan yang kedua.
“Kamu percaya bahwa Yesus itu sungguh-sungguh penebus?”
“Ya saya percaya.”
“Kalau Yesus itu sungguh-sungguh penebus, menebus dosa dunia ini, lalu kenapa masih ada banyak penderitaan. Masih ada begitu banyak kamalangan, lalu apa pekerjaan Yesus Penebusmu itu?”
Orang katolik itu diam lagi. “Aku nggak tahu?” Semakin seneng si ateis ini. Dan dia menyiapkan pertanyaan ketiga.
”Kamu percaya kalau Maria itu perawan seumur hidup?
”Ya aku percaya.”
”Kamu itu kan ndak bodoh? Masak ada seorang wanita yang sudah melahirkan masih perawan, bagaimana kamu jelaskan?”
Dan orang katolik itu diam. Dan akhirnya menjawab, “Aku tidak tahu”.
”Lha kalau kamu tidak bisa menjawab tiga pertanyaanku tadi lalu kenapa kamu mau dibaptis dan percaya kepada Allah, Kepada Kristus Sang penebus itu, kepada Bunda Maria?”
Mau tahu jawaban orang Katolik ini, di mengatakan demikian;
”Dulu aku ini pemabuk, aku ini nggak punya harapan, aku dibenci oleh isteri dan anakku. Namun sekarang aku memiliki hidup aku tidak lagi minum. Hidupku berubah, itulah sebabnya mengapa aku percaya kepada Allah.”
Saudara terkasih, cerita ini sebenarnya menggambarkan pergulatan yang dialami oleh orang jaman sekarang untuk percaya. bagaimana kita bisa percaya di jaman yang mengedepankan rasionalitas, sesuatu dianggap benar kalau sungguh-sungguh masuk akal. Rasional di mengerti. Kalau tidak rasional tidak bisa dimengerti itu maka itu salah. Dan yang menarik dari orang katolik yang baru dibaptis ini adalah, dia tidak mencoba menjelaskan seluruh rahasia alam semesta namun dia mencoba menjelaskan rahasia hidupnya sendiri. Kenapa aku percaya karena aku disentuh oleh Tuhan. Bukan karena saya tahu segalanya tentang alam semesta ini, tidak. Namun karena Tuhan menyentuh hidupku maka mengobarkan kepercayaanku.
Yang menarik dari orang Katolik ini adalah dalam cerita ini. Ia merasa berjumpa dengan Allah. Aku bertemu dengan Allah, hati ke hati. Dan itulah yang mengubah hidupku. Yang memberikan pengharapan yang membuat aku berhenti minum. Yang membuat aku menjadi orang yang bisa dicintai lagi oleh isteri dan anak-anakku. Mungkin dia itu tidak kenal, teori Big bang. Tokoh fisikawan Stephen Hawkim yang katanya dunia ini tercipta oleh satu ledakan besar di jaman juta tahun yang lalu. Dia juga tidak tahu tentang teolog-teolog besar yang membuat buku setebal ini tentang Kristus, tentang salib, tentang penebusan. Mungkin dia juga dulu tidak pernah ketemu Romo Tom Jakobs untuk bertanya apakah Bunda kita ini sungguh perawan.
Dia nggak tahu tapi ada satu yang ia ketahui, bahwa Allah menyentuh hidupnya. Ia berjumpa dengan Allah. Dan itulah yang memberikan harapan itulah yang mengubah, itulah yang memberikan kemantapan.
Saudara terkasih, Injil yang kita baca hari ini dari St. Yohanes juga bercerita hal yang sama. Tentang perjumpaan pribadi dengan Yesus. Dan perjumpaan pribadi ini yang mem-berikan perubahan, memberikan keman-tapan terjadi transformasi. Kita buka pada halaman 6. diceriterakan bahwa ada dua orang murid Yohanes. Ketika melihat Yesus, Yohanes mengatakan; ”Lihatlah Anak Domba Allah.” Dan murid-murid Yohanes kemudian mengikuti Yesus. Apakah dia tahu apa artinya ”Anak domba Allah itu”. Mungkin sebagai orang Israel tahu, bahwa Anak Domba adalah lambang syukur atas Paskah tapi ini manusia. Maka dia ketika melihat Yesus dia mengatakan Guru, dia masih menyebut Yesus sebagai Guru. Seperti halnya orang-orang pada waktu itu banyak sekali orang yang bijaksana dan Yesus pun seperti mereka. Yesus adalah guru. Yesus bertanya, ”Apa yang kamu cari?” Para murid itu mengatakan, di manakah Engkau tinggal. Mereka ingin kenal dengan Yesus secara pribadi. Dan Yesus mengatakan, ”Marilah dan kamu akan melihatlah.” Sebenarnya kata yang tepat adalah. ”Datang dan lihatlah.” Yesus mengatakan kalau kamu ingin mengenal Aku datanglah dan lihatlah.” Maka mereka menghabiskan sore itu bersama dengan Yesus. Terjadi perjumpaan hati ke temu hati.
Dan apa yang terjadi, Bapak – Ibu Saudara sekalian. Ada suatu perubahan yang sangat dahsyat, si Andreas kemudian memanggil saudaranya Simon. Warta gembira yang ia dapat perjumpaan pribadi dengan Yesus itu ia tularkan dengan saudaranya. Dan lagi dia tidak lagi menyebut Yesus sebagai guru, tetapi sebagai Mesias. Ia yang diurapi, Ia yang dijanjikan bagi Israel yang memberikan harapan. Ada perubahan di sini. Dari guru, perjumpaan yang biasa akhirnya menemukan bahwa Yesuslah Mesias. Yang diharapkan yang memberikan peneguhan bagi Israel dan proses ini menjadi mungkin karena satu pertanyaan dasar dari Yesus, ”Apa yang kamu cari?”
Kita boleh bersyukur bahwa Allah yang kita imani bukanlah Allah yang diam. Bukanlah Allah yang tinggal di awan-awan sana. Tapi Allah yang bertanya, menegur anda, menunjuk apa yang kamu cari. Dan mengundang untuk berjumpa dari hati ke hati. Allah yang menyapa, seperti dikatakan pada surat dalam Injil St. Yohanes juga pada bab I. Dia mengatakan firman itu telah hadir dan tinggal di antara kita. Allah tinggal dan menyapa kita. Mengajak anda sekalian untuk membuka hati. Berwawan hati, bukalah hatimu yang tertutup itu dan sapalah Allah. Perjumpaan inilah yang akan mengubah seperti cerita tentang seorang Katolik tadi.
Bapak Ibu sekalian, tahun ini adalah tahun Pemuda, dan ada suatu karikatur yang menarik di majalah hidup, pada minggu pertama, dalam karikatur itu dikatakan demikian. “Mudika sama dengan tukang parkir gereja”.
Saya spontan tidak setuju dengan karikatur ini. Bukan karena saya seharusnya jaga parkir, tetapi menurut saya yang utama bukan apakah itu jaga parkir, apakah menjadi lektor, apakah menjadi Patemon, apakah menjadi Prodikaon apakah ikut Ekaristi Kaum Muda EKM. Apa ikut, EKM simbah-simbah, Ekaristi Remaja, ekarsiti macam-macam, yang utama adalah, apakah aku rela bertemu dengan Tuhan. Apakah aku mau berjumpa dengan Tuhan secara pribadi sebagai kaum muda.
Dalam salah satu Seminar Ekaristi yang diadakan majalah rohani pada bulan Desember, ada satu kesaksian yang menarik dari siswi SMA yang mengatakan demikian, ”Aku itu senang ketemu Yesus. Aku senang ke gereja. Lalu bagaimana aku bisa ke gereja dan menikmati kalau suasananya tidak mendukung, kalau tidak memberikan semangat.” Maka marilah kita pada tahun ini Tahun Pemuda ini, bertanya apa yang bisa aku buka dalam diriku agar bisa bertemu dengan Tuhan. Bagaimana supaya aku bisa berjumpa dengan Dia dari hati ke hati. Supaya Ia bisa menyentuh aku, supaya aku bisa berubah, supaya aku bisa merasakan kemantaban, dan itu lebih penting dari pada menjadi tugas menjadi penjaga parkir, menjadi semacam apapun. Itulah yang kita usahakan, itulah yang kita mohon, itulah yang kita cari, yang kita mohon, yang kita harapkan, kepada Yesus.
Sebagai akhir dari homili singkat ini saya pernah mendapat suatu SMS yang menarik dari seorang sahabat, bunyinya demikian, ”Kita kelelahan mencari Allah di langit yang paling tinggi, di samudara yang paling dalam, di lembah yang paling sunyi. Padahal Ia selalu duduk di samping kita.”
Kok saya renungkan benar juga kata teman saya ini. Dan seperti yang dikatakan oleh St. Yohanes pada awal Injilnya, Firman itu tinggal dan ada di dalam dunia tetapi dunia tidak mengenalnya, kenapa? Karena kita sibuk dengan diri kita, kita sibuk dengan seluruh keprihatinan, seluruh penderitaan kita, dan kita lupa untuk membuka diri kepada Allah. Kita sibuk mencari, seakan-akan sudah retret, rekoleksi segala macam saya sudah menemukan Tuhan. Padahal Tuhan duduk di samping dan kalau Tuhan duduk di samping anda, apakah anda akan diam saja. Ataukah anda mau membuka hati bertemu dengan Dia supaya hidup kita dimantapkan dan harapkan kita dikuatkan. Amin.

Kotbah Romo Bernhard Kiezer, SJ

Kotbah Romo Bernhard Kiezer, SJ
” Hidup baru dalam Kristus”
Ekaristi Tgl 11 Januari 2008
Injil Markus 21 : 7 - 11

Ibu-ibu, bapak-bapak, saudari-saudara, Yesus dilahirkan di Betlehem dibesarkan di Nazaret dalam keluarga tukang kayu berumur 30 tahun dibaptis di sungai Yordan. Kisah baptisan ini mengakhiri hari-hari Natal kita. Sebab dengan baptisanNya Yesus masuk medan karyaNya. Membawa kabar gembira kasih yang menular. Dan teks doa kita, mau meneguhkan langkah-langkah kita untuk masuk tahun 2009. Hidup baru dalam Kristus, revitalisasi kata orang. Apakah dari hari-hari Natal kita memang sudah mengangkat suatu energi hati yang baru yang mau menular antara kita? Sekali lagi kita ditemukan dengan Yohanes, Nabi Perintis. Untuk dibaptis bagaikan untuk hidup yang baru revitalisasi, orang datang ke sungai Yordan. Namun Yohanes menunjuk pada lain orang. Sesudah aku datang Ia yang akan membaptis kamu dengan roh, untuk hidup baru. Orang mesti mendapatkan dan mengangkat spirit baru, suatu energi dari hati. Cuma yang datang ke sungai Yordan itu adalah Si Tukang kayu dari Nazaret. Dan seperti banyak orang lain ia pun dibaptis. Dan sementara Yesus membaharui hidupnya, langit terkoyak artinya dari Allah masuklah spirit ke dalam dunia kita. Bukan bagaikan kekuatan gaib sampai Yesus loncat kesurupan. Ada suara yang meneguhkan dan mengutus, ”Engkaulah AnakKu. Engkaulah yang Kukasihi dan siapalagi dapat Kuandalkan agar kasih menular di lingkungan manusia”. Dan memang begitulah lanjutan kisah Yesus. Ternyata Ia punya hati untuk orang kebanyakan yang katanya hidup seperti domba-domba yang tidak punya gembala. Kata-katanya menyentuh sampai orang lumpuh mulai jalan, dan kaya membuka dompet untuk berbagi. Dan waktu hidupNya habis tergantung di salib. Prajuritpun masih menengadahkan pada Dia, ”Sungguh Engkaulah Anak Allah”. Apakah ada energi hati yang tular menular juga sampai hati kita.
Tiga, empat hari sebelum tahun 2009 mulai. Di kendaraan bersama menuju Semarang aku ditempatkan di samping pak Amir. Ternyata orang itu orang Katolik juga. Punya perusahaan kursi rotan dan meubel apalagi yang ia buat di daerah sana. Omong punya omong mengenai putranya yang aktif di gereja pembinaan iman anak-anak, dan mengenai keponakannya yang belajar di Jerman. Dan mengenai adik-adikku di sana. Dan anak-anak dan cucu mereka.
Sampai hp nya berdering di mobil itu. Dan dalam sekejap mata, meletuslah naluri Pak Amir, di tengah-tengah jalan ia mulai mengurus perusahaan. Habislah omong punya omong, di bagian produksi ia pastikan bahwa pesanan kursi rotan sudah siap dikirim ke Singapore, di bagian paking, dia tanya apakah kiriman ke Singapore itu masih dapat masuk ke dalam kontainer yang setengah kosong. Cuma sialnya bagian jahit mengatakan, bahwa kain coklat abu-abu untuk sarung-sarung bantal belum sampai datang juga. Stage manejernya omong punya omong Sekretaris Direksi mendapat jawaban komandonya diberangkatkanlah kini yang tidak boleh ditunda sampai tahun-tahun.
Dan disampingnya, aku sudah lama dilupakan, tetapi dari energinya yang meluap sampai benakku, aku pun ketularan, ketularan sarung bantal. Dan saya mulai ikut menghitung 30 biji warna coklat, lima belas merah tua, dan kurangnya 15 abu-abu coklat. Enam puluh biji aku teriak. Diam katanya itu, aku masih menghitung. Energinya cenderung menular. Dan memang pertama-tama Yesus, yang disapa dan diutus. ”Engkaulah AnakKu, siapa lagi dapat Kuandalkan”. Tetapi setelah Yesus anda, dan aku pun disapa. Rahmat Baptis bukan bagaikan tenaga dalam yang memperbaiki segala kelemahan. Pada waktu aku dibaptis dan anda dibaptis, kita semua disapa. Siapa lagi dapat diandalkan Allah sebagai anakNya. Sebagai penyambung lidahNya, sebagai kaki tanganNya.
Sejak Anak Maria itu dibaptis dan diutus ada bagaikan jaring, jaring untuk mengasihi ada bagaikan gerak, untuk menimba kasih, ada bagaikan gandeng tangan, supaya tak terputus-putus. Energi menular dari hati ke hati.
Upamanya Tahun 2009 katanya Tahun Pemuda. Pedomannya katanya ”Orang muda bersyukur atas hidupnya. Menghargai dan menjaga kehidupan”. Syukur kalau demikian. Dengan keberanian mereka menemukan keistimewaan mereka. Talenta-talenta tumbuh kembangkan dengan membangun kreasi. Dan semboyannya, ”Orang muda menggugah dunia”. Dan memang Gereja kita tertidur kalau orang muda tidak mengangkat energi hati.
Di kota ini, tercatat hampir 130 Universitas Perguruan Tinggi, dan akademi. 10 tahun yang lalu ada perhitungan bahwa kurang lebih empat ratus ribu mahasiswa yang belajar di kota ini. Orang muda semua, angka baru untuk tahun 2009 belum dapat diperoleh. Menurut dugaan Pastor mahasiswa, sepuluh persen dari mereka adalah orang Katolik. Bayangkanlah tiga puluh ribu atau lebih mahasiswa Katolik di kota ini. Kalau saya tidak salah dengar, sebagian besar dari mereka masuk tahun 2009 dengan hati yang loyo. Habis untuk membayar kos mereka 150, 200, 250 ribu. Untuk bulan November belum terbayar, habis belum mendapat duit, krisis. Sementara ini pada mereka tidak lagi ada Variasi umpamannya jajan bersama. Teman-teman di Bunderan Panti Rapih. Suramlah hidup kami, kata Santi dari program S2 minggu yang lalu. Kalau tidak ada energi yang tumbuh dan gairah dari dalam. Dan mungkin Dani dan teman-temannya yang tidak mempunyai kesulitan keuanganpun butuh energi. Habis studi mereka molor, skripsinya ditunda, lebih baik terlibat dalam kampus, sebab pikir mereka kalau besok saya lulus paling banter saya nganggur. Atau diterima sebagai tenaga tetap dengan gaji 600, atau 800 ribu. Seperti tidak ada orang yang membutuhkan mereka. Maka tak ada spirit untuk gerak ke depan.
Mahasiswa-mahasiswa kita asyik di paduan suara, kata pak Anton, dosen Fakultas Tehnik Sipil. Alangkah mereka diskusi sedikit mengenai ilmu mereka dan mengenai apa yang bisa mereka bangun kalau lulus dari fakultas ini.
Menurut cacah jiwa gereja Kotabaru tahun 2008, setiap hari Minggu berkumpul di gereja sini 4.200 orang muda kebanyakan dari mereka mahasiswa. Satu kali EKM di sini hari Minggu sore 2.000 orang muda. Bagaimana kalau mereka semua kesurupan mengangkat energi hati yang baru? Bagaimana dapat bangkit energinya andaikata kalau kalian keluar dari sini tidak langsung ke motor tetapi ngrumpi sejenak dan pikir bersama kemanakah membangun pilihan anda, sehingga kalau lulus dapat menghidupinya dengan bangga.
Biarpun harga BBM turun. Beritanya kita hampir habis memakai energi bumi. Yang kita korup dari tanah-tanah kita. Sekarang tidak lebih pinter dan di BBM kita pakai energi kelapa sawit untuk naik motor dan pakai energi Matahari untuk membangkit listrik. Kapan kita belajar untuk mangangkat energi hati, yang mau ditularkan antara kita. Waktu dibaptis kitapun disapa, ”Engkaulah AnakKu siapa lagi Kuandalkan. Engkau Kukasihi, marilah kita mengangkat energi dari hati, yang mau ditularkan dari kita. Marilah kita menghirup nafas iman, sebagaimana digambarkan pada halaman 16 dari teks perayaan Ekaristi. Marilah kita berdiri dan bernyanyi bersama. ...menyanyikan lagu Nafas Iman...
Marilah kita mengakukan Iman kepercayaan kita... Amin.

Kotbah Romo RM Wisnumurti, SJ

Kotbah Romo RM Wisnumurti, SJ
“ Keluarga Berkat atau Kutuk ?”
Ekaristi Tgl 28 Desember 2008
Injil Lukas 2 : 22 – 40

Ibu Bapak, Saudari-Saudara terkasih dalam Tuhan, mengawali renungan saya ini, saya kira masih bisa kalau saya terlebih dulu menyampaikan Selamat Natal kepada anda semua. Dalam Kalender Liturgi dikatakan bahwa hari Minggu pertama sesudah natal dalam masa yang disebut Oktaf Natal jadi selama delapan hari sudah perayaan Gereja biasanya disebut salah satu Oktaf begitu, ditetapkan sebagai pesta keluarga kudus. Hari ini adalah pesta Keluarga Kudus itu. Saya kira setiap orang kristiani tahu apa itu Keluarga Kudus atau siapa yang disebut Keluarga Kudus, dengan mudah orang akan menyebut Maria, Yosef dan kanak-kanak Yesus. Tetapi apakah memang hari ini kita mau merenungkan riwayat hidup keluarga Nazaret itu. Mungkin tidak sepenuhnya demikian, kiranya Gereja punya tujuan dan maksud dengan perayaan Pesta Keluarga Kudus hari ini.
Pesta ini sendiri sebetulnya baru mulai dirayakan secara umum di seluruh Gereja pada tahun 1921 atas keputusan Paus Benediktus ke XIV. Paus kita sekarang ini kan Bendiktus juga kan? Yang keberapa sih? XVI jadi saya kira semua tahu, tidak salah.
Nah kalau hari ini sesuai juga dengan bacaan yang bicara mengenai Keluarga Kudus, Gereja ingin mengajak kita dan itulah tujuan dari pesta ini. Mendorong penghayatan semangat Kristiani di dalam keluarga-keluarga Katolik. Lalu ditampilkan keluarga Nasaret itu sebagai teladan bagi keluarga-keluarga orang beriman. Walaupun sebetulnya umat sendiri sudah cukup lama merayakan Keluarga Kudus itu bahkan sudah jauh sebelum penetapan resmi tadi. Sejak tahun 1630. Hanya saja mula-mula fokus perhatian yang diutamakan dipusatkan pada Santo Yosef sebagai teladan para bapak. Karena itu lalu juga muncul banyak perkumpulan bapak-bapak yang bersemangat untuk mengikuti teladan St. Yosef.
Dalam perjalanan selanjutnya Bunda Maria lalu juga ikut disertakan. Tetapi rupa-rupanya bukan hanya Yusuf dan Maria saja, ternyata dalam perjalanan selanjutnya ada keluarga lain yang ditampilkan juga sebagai teladan keluarga beriman yaitu Sakaria dan Elisabeth, tentunya bersama Yohanes Pembaptis anak mereka, atau juga St. Yoakim dan St. Ana tentunya bersama dengan Bunda Maria. Disamping itu tadi di dalam injil juga dua orang lain, yaitu Simeon dan Hanna. Pokoknya mereka semua yang dipandang ikut memperhatikan terlibat dalam mempersiapkan kedatangan kanak-kanak Yesus. Namun sebetulnya yang mau dipestakan terutama adalah para orang tua, terutama para orang tua sebagai pengasuh anak-anak.
Dalam perjalanan selanjutnya ada juga keinginan untuk menampilkan kanak-kanak Yesus sebagai teladan. Cuma kalau dipikir-pikir kalau kanak-kanak Yesus mau dijadikan teladan untuk juga pada kanak-kanak umumnya apa kira-kira yang mau diteladankan? Apakah kanak-kanak Yesus tidak pernah ngompol. Saya kira bayi-bayi juga ngompol kan biasa. Atau mungkin dalam pertumbuhan selanjutnya lain daripada yang lain saya kira tidak juga. Apalagi pada kalimat terakhir dalam Injil hari ini kan dikatakan, “Bayi itu bertambah besar dan menjadi kuat. Penuh hikmat dan cinta kasih Allah ada padanya. Catatannya sangat sedikit. Atau mungkin ada cerita lain yang diceritakan Matius ketika dibawa mengungsi ke Mesir tapi itu juga masih kecil. Atau ketika pada usia 12 tahun mulai diajak untuk ikut merayakan Paskah di Yerusalem, lalu meninggalkan diri di Yerusalem di bait Allah. Tapi saya kira kalau itu yang mau ditampilkan sebagai teladan mungkin malah mem-bingungkan. Kita semua kenal ceritanya, apalagi juga sering didoakan kalau berdoa Rosario salah satu rangkaian peristiwa yang direnungkan kanak-kanak Yesus ditemukan kembali di Bait Allah di Yerusalem. Gitu kan? Yang terjadi di sana sepertinya ketika orang tuanya menemukan kembali, anak ini kok tidak perduli. Ketika ibunya dan bapaknya yang sudah keroyo-keroyo sampai tiga hari tanya sana-sini kebingungan mencari, ketika ketemu tentunya senang. Lalu menegur menanyakan,
“Nak kenapa kamu berbuat demikian kepada kami?” Jawabanya saya kira tidak ada orang tua yang tidak senang jawab seperti itu.
“Ngapain kamu mencari aku. Aku kan mestinya ada di rumah Bapaku”. Apalagi yang dikatakan, maka lalu penginjil hanya mencatat,
“Maria mencatat semua perkataan itu dalam hatinya”. Karena juga tidak dong, tidak tahu. Orang tua juga saya kira juga ndak senang, kalau anaknya yang masih remaja memberi jawaban seakan-akan tidak memperdulikan orang tuanya. Maka memang yang mau ditampilkan sebagai teladan pasti bukan kanak-kanak Yesus itu tadi tetapi contoh hidup orang tuanya. Maka mungkin dengan menampilkan dalam bacaan pertama tadi,
Abraham mulai sebagai contoh yang sangat baik, karena lalu Abraham oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma disebut sebagai Bapa semua orang beriman. Abraham ditampilkan untuk menjadi contoh iman kepercayaannya yang begitu kuat bahkan ketika tidak ada sesuatu pun yang bisa dipakai sebagai pegangan untuk percaya untuk berharap Abaraham tetap percaya. Mungkin pengalaman itu yang sering kali yang justru menjadi pengalaman iman kita sehari-hari. Pengalaman yang konkret yang kita alami.
Kita sering kali tidak mampu menangkap apa sebetulnya yang menjadi kehendak Tuhan. Sudah berusaha ke sana-kesini dalam keadaan sulit mencoba mencari pekerjaan melamar ke sana-sini belum dapat. Tapi ketika melihat lho kok temannya itu kok rasanya kok gamping. Melamar ke sana dapat, melamar ke situ dapet, Tuhan itu nggak adil, mungkin itu seringkali yang menjadi pikiran kita. Tetapi Abraham tetap percaya karena dia yakin bahwa yang memanggil dia, Dia juga yang akan menuntun jalan kehidupannya.
Maka memang yang pertama lalu kita bisa belajar mohon agar kita juga berani berusaha dan mempercayakan diri kepada Tuhan sepenuhnya seperti sikap Abraham itu. Atau juga hal lain yang ingin disampaikan ajakan untuk mencoba mendalami sikap-sikap hidup mereka ini. Terutama Maria dan Yosef bagaimana mereka menunaikan tugas-tugas harian yang sederhana dan biasa tetapi dengan tekun dan penuh kesetiaan. Ini yang sering kali juga tidak mudah untuk diteladani tidak mudah untuk diikuti lebih-lebih di masa sekarang. Bagaimana kita bisa memperoleh hidup yang memadai.
Masa dimana sekarang ini banyak yang mengalami PHK kehilangan pekerjaan maka tentu sulit kalau harus berusaha meneladan contoh yang ditampilkan tadi. Maka kiranya dalam kesempatan ini selain kita mau melihat dan merenungkan kita juga bisa mohon untuk berani belajar sedikit demi sedikit sehingga mampu membangun sikap seperti mereka.
Kalau anda masih menyimpan teks Ekaristi Malam Natal pada bagian terakhir di tampilkan di sana juga dimasukkan di sana pesan Natal bersama PGI dan KWI. Yang diberi judul Hiduplah dalam Perdamaian oleh Semua Orang. Ajakan untuk umat Katolik mau terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, di sana juga dikemukakan kutipan-kutipan terutama untuk membangun sikap-sikap hidup sebagai orang Katolik, sikap-sikap hidup yang diharapkan memberi kesaksian. Tapi saya kira sikap-sikap itu hanya bisa terbangun terbentuk kalau sudah dimulai di dalam keluarga. Kalau di dalam keluarga tidak pernah ada usaha untuk menanamkan nilai-nilai itu tadi bagaimana bisa diwujudkan dalam hidup bermasyarakat? Maka tahun 1971 penerbit CLC (cipta loka caraka) salah satu penerbit Katolik pernah mengeluarkan buku kecil yang berjudul Keluarga retak masyarakat rusak. Saya kira itu berdasarkan suatu pengamatan yang sungguh jeli, bahwa masyarakat yang dibangun dari keluarga-keluarga itu, tentu membutuhkan keluarga yang benar, keluarga yang baik yang mempunyai nilai-nilai hidup supaya bisa membangun masyarakat yang benar dan juga masyarakat yang baik.
Tapi kalau pilar-pilar masyarakat tadi sudah tidak baik, maka juga sulit untuk diwujudkan suatu masyarakat yang benar masyarakat yang baik. Saya kira Gereja pun juga merupakan masyarakat yang dibangun dari keluarga–keluarga itu. Maka mau tidak mau tentu juga mulai dari pembiasaan hidup dari apa yang dijalani setiap hari yang kecil-kecil yang sederhana, tetapi kalau dijalani dengan ketekunan dan kesetiaan akan membangun sikap hidup dan nilai hidup yang benar dan yang baik. Maka tentu membutuhkan waktu, membutuhkan proses, membutuhkan usaha, maka bisa menjadi bahan permenungan bagi kita seraya merenungkan keluarga kudus ini, “Bagaimana kita bisa membangun keluarga-keluarga kita menjadi keluarga yang beriman, keluarga yang berani pasrah sepenuhnya kepada Tuhan, apakah misalnya, sekarang ini masih banyak keluarga-keluarga yang mempunyai kebiasaan berdoa bersama, atau “Yo mboh luweh karepmu arep sembahyang apa ora urusanmu”. Kadang-kadang ada orang tua yang saking sibuknya bahkan sendiri juga tidak sempat untuk berdoa. Padahal anak-anak hanya bisa belajar kalau orang tuanya juga melakukan itu. Bukan hanya menyuruh,
“Kamu belum berdoa sekarang berdoa, Tak tunggoni”. Kalau begitu anaknya berdoa karena takut, tetapi kalau orang tua, “Mari kita bersama berdoa”. walaupun barangkali sebelum makan sudah makan cuma mendoakan Bapa Kami Salam Maria, tetapi itu menjadi sesuatu pembiasaan hidup yang dalam bahasa Keuskupan Agung Semarang di tahun-tahun terakhir ini ajakan untuk membangun Habitus Baru. Sikap hidup, bukannya karena baru belum pernah dibuat, tetapi membangun sikap yang benar. Membangun nilai-nilai yang benar atau barangkali juga ada beberapa contoh lain yang bisa kita lihat, bisa kita alami seringkali orang tua mau berusaha mengajak anaknya ke gereja. Tapi sekedar mengajak, tidak mengajarkan juga, tidak mendampingi dan membina; memberi pemahaman sehingga, “Ah, daripada ngganggu di dalam gereja yo wis biar jalan-jalan, lari-lari di luar sana pokoknya tidak menggangu di gereja, tetapi tidak pernah ditanamkan sesuatu diajarkan sesuatu diajak untuk mulai belajar menahan diri, belajar juga memberi perhatian, belajar berdoa, belajar ikut bersama umat yang lain. Sehingga kadang-kadang juga diluar pokoknya ada yang menemani mungkin Baby Sister, mungkin pembantunya, mungkin kakaknya. Lalu seringkali juga orang tua ngalah, karena daripada merengek terus, nangis terus minta balon, minta mainan, minta minum, bahkan juga seringkali orang tuanya pun ah.. mumpung saya di luar minum dulu kan belum menyambut komuni, atau barang kali juga yang beberapa kali terjadi karena orang tua tidak berusaha memberikan pemahaman membiasakan anak mengenal juga dengan benar dan baik, ada yang maju menyambut komuni, lalu ketika orang tuanya mau menyambut Tubuh Kristus, anaknya merengek dan menangis lalu dicuilke, saya kira ini juga bukan pendidikan, bukan pembinaan sikap hidup beriman yang benar dan baik, padahal kadang-kadang orang tua tidak merasa ini hal kecil hal biasa, tapi karena kadang-kadang biasa itu lalu sering kali terlewatkan kurang mendapatkan perhatian maka membangun sikap hidup membangun dan menanamkan nilai yang benar tentu memerlukan juga pembiasaan terus menerus dalam kehidupan sehari-hari, karena itu Ibu dan Bapak sekalian pada pesta Keluarga Kudus ini kita lalu bisa bersama berdoa memohon bukan hanya supaya bisa mencontoh apa yang dibuat oleh Keluarga Kudus, tetapi kita juga bisa belajar sehingga berani mengusahakan membangun sikap menanamkan nilai-nilai hidup Kristiani dalam keluarga-keluarga kita, sehingga sungguh akan terbangun Habitus, sikap hidup beriman yang benar yang berani menyerahkan penyelenggaraan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, karena dilandasi dengan sikap dan nilai-nilai yang benar tadi. Amin.